Lentera Sejarah Kehidupan Imam Ali Ridha as

Rate this item
(0 votes)

Lebih dari seribu tahun yang lalu, Imam Ali Ridha as menginjakkan kaki sucinya di tanah Persia. Kedatangannya membawa berkah dan cahaya bagi rakyat di negeri ini. Di hari yang agung ini, marilah sejenak kita berziarah ke makam suci beliau as yang terletak di kota Mashad, timur laut Iran. Dengan penuh keikhlasan, marilah kita menghanturkan shalawat dan salam kepada manusia suci ini.

Salam sejahtera atasmu, wahai Imam Ridha as

Salam sejahtera atasmu wahai cucu baginda Rasul Saw

Dengan tulus, segenap orang mukmin di dunia ini menghanturkan shalawat kepadamu, duhai sumber pengetahuan dan hikmah.

Pada hari ini, makam suci Imam Ali Ridha as larut dalam cahaya dan pelita yang terang benderang. Setiap peziarah yang datang dari kejauhan ribuan kilometer mendapatkan ketentraman dan kedamaian di samping makam suci imam. Mereka menemukan identitasnya di bawah pancaran cahaya manusia suci ini. Ketika mereka beranjak meninggalkan makam suci Imam Ali Ridha as, kita dapat menyaksikan raut keridhaan dan keceriaan di wajah-wajah mereka.

Perlahan-lahan aku melangkahkan kaki masuk ke makam suci ini. Mendadak mataku tertuju pada seorang wanita berdiri tak jauh dariku. Ia sepertinya bukan muslimah dan bermaksud memasuki komplek makam suci Imam Ali Ridha as. Melihat pemandangan ini, aku heran dan dengan sopan, aku bertanya kepadanya, "Ada yang bisa kubantu?" Wanita itu tersenyum dan dengan penuh kesopanan, ia menjawab, "Aku bukan orang Islam, tapi seorang penganut agama Kristen. Aku datang untuk berterimakasih kepada Imam kalian, Imam Ridha as."

Ketika melihat keherananku, wanita itu berkata, "Aku memiliki seorang anak laki-laki yang cacat dan aku telah berupaya maksimal untuk mengobatinya, namun obat dan perawatan medis tidak mengubah keadaannya. Anakku juga seorang siswa yang setiap hari pergi ke sekolah. Teman-temannya yang beragama Islam selalu bertanya kepada anakku, "Kenapa ibumu tidak membawamu ke Mashad dan makam suci Imam Ali Ridha as untuk mendapat kesembuhan?" Sesampai di rumah, anakku berkata kepadaku: "Ibu, engkau berkata telah membawaku ke semua dokter yang ahli untuk menyembuhkanku. Lantas siapakah Imam Ali Ridha as yang katanya menyembuhkan orang-orang sakit?" Dengan rasa kecewa dan acuh, aku menjawab, "Imam Ridha as adalah pemimpin dan imam bagi umat Islam. Tapi kita adalah penganut agama Kristen". Namun anakku bersikeras dan terus menerus memintaku agar menuruti kemauannya.

Suatu malam, aku beranjak tidur dalam keadaan menangis. Tengah malam, aku terbangun mendengar suara jeritan anakku, tak henti-hentinya ia memanggilku dan berkata: "Ibu kemari dan lihatlah! Orang ini telah menyembuhkan kakiku, ia sendiri yang dapat ke rumah kita dan berkata kepadaku, "Katakan kepada ibumu bahwa siapa saja yang datang mengetuk pintu rumah kami, ia tidak akan pulang dengan tangan hampa." Ketika cerita itu sampai di sini, air mata wanita tersebut menetes bercucuran tanpa terbendung lagi.

* * *

Imamah adalah poros hidayah dan kemuliaan. Imam adalah pribadi yang telah mendapat petunjuk dan mendapat tugas untuk memberi petunjuk dan menuntun umat manusia ke jalan kesempurnaan. Pada dasarnya, Imam adalah pengawal kemuliaan manusia dan pembela hak-hak mereka. Ahlul Bait as merupakan pembimbing manusia menuju makrifat dan kebahagiaan. Mereka juga petunjuk bagi orang-orang yang tersesat. Gerakan menuju kesempurnaan merupakan jejak peninggalan para imam dan pemimpin yang saleh bagi masyarakat. Oleh sebab itu, setiap masyarakat yang menjadikan ajaran para imam seperti Imam Ali Ridha as sebagai teladannya, tidak akan terjebak ke lembah kesesatan.

Salah seorang analis Koran The Washington Post dalam laporannya tentang Iran, menulis, "Pada minggu-minggu pertama kepemimpinan Presiden Barack Obama, saya sibuk mempelajari salah satu kendala besar Obama yaitu Iran. Saya bertualang mengelilingi setiap kota di Iran dan mencoba memahami apa saja yang menjadi istimewa dan penting bagi bangsa Iran. Sebagian besar pembicaraan mereka yang aku dengar berkisar tentang Imam Ridha as. Imam Ali Ridha as merupakan salah satu figur termulia dalam dunia Islam dan dikuburkan di Mashad. Selama berabad-abad lalu, umat Islam datang dari berbagai penjuru untuk menziarahi makam suci beliau. Akhirnya aku memahami bahwa kita di Barat memusatkan perhatian pada masalah pengayaan uranium untuk bahan bakar nuklir Iran sebagai simbol kedigdayaan negara itu. Padahal, makam Imam Ali Ridha as merupakan penerang masalah yang lebih besar. Terlepas dari isu nuklir, Iran punya kekuatan spiritual besar. Penerjemah yang menemani perjalanan saya berkata, "Setiap tahunnya, 12 juta peziarah mendatangi makam Imam Ridha as. Keberadaan Imam Ridha as membawa berkah yang sangat besar dan menjadi penyebab kemajuan bangsa Iran." Akhirnya saya paham bahwa kekuatan hakiki Iran secara dominan terletak pada makam Imam Ali Ridha as. Beliau memiliki pengaruh pada pikiran dan hati manusia."

* * *

Imam Ali Ridha as dilahirkan di kota Madinah pada tahun 148 H. Kesucian hati, ketajaman pandangan, keluasan ilmu, keimanan yang kuat kepada Allah Swt, dan perhatiannya yang besar kepada nasib masyarakat merupakan sejumlah sifat mulia yang khas pada diri Imam Ridha as. Kurang lebih selama 20 tahun, beliau memikul tanggung jawab sebagai imam dan pemimpin kaum Muslimin. Salah satu julukan beliau adalah "Rauf" atau penyayang. Beliau as memiliki hubungan baik dengan orang kaya dan fakir-miskin, cerdik-pandai dan masyarakat awam, serta para pecinta bahkan musuh-musuh beliau.

Salah seorang sahabat Imam as berkata, "Setelah menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, beliau as selalu bersikap ramah dan penuh kasih sayang terhadap anggota keluarga dan orang-orang sekitarnya. Setiap kali menyambut hidangan makan, beliau as selalu memanggil anak kecil, orang dewasa bahkan para pekerja." Ketika para budak tidak memperoleh hak-hak minimalnya, Imam Ridha as memperlakukan mereka dengan baik dan penuh kasih sayang. Mereka mendapat tempat dan dihormati di rumah sang Imam. Mereka banyak belajar etika dan nilai-nilai kemanusiaan dari Sang Imam. Selain memperlakukan mereka dengan kasih sayang, Imam as senantiasa menasehati bahwa jika kalian tidak memperlakukan manusia dengan seperti ini, maka kalian telah menzalimi mereka.

Salah seorang yang menyertai Imam Ridha as berkata, "Dalam perjalanan ke Khorasan, aku menyertai Imam Ridha as. Suatu ketika Imam meminta dihidangkan makanan. Beliau as mengumpulkan seluruh rombongan di dekat jamuan, termasuk para budak dan orang-orang lain. Aku berkata kepada beliau: "Wahai Imam, sebaiknya mereka makan di tempat lain." Beliau berkata: "Tenanglah! Pencipta kita semua adalah satu, ayah kita adalah Nabi Adam as dan ibu kita semua adalah Hawa. Pahala dan siksa bergantung pada perbuatan masing-masing."

Ibrahim bin Abbas ketika berbicara tentang etika dan sifat Imam Ali Ridha as, berkata, "Beliau tidak pernah menyakiti orang lain ketika berbicara. Tak pernah memutuskan pembicaraan orang dan selalu memberi kesempatan kepada orang lain untuk menuntaskan pembicaraannya. Imam as sangat sopan dan aku tidak pernah melihat beliau as menjulurkan kakinya atau bersandar saat bersama orang lain. Imam tidak pernah membentak para pembantunya, tak pernah pula tertawa dengan suara lepas dan lebih sering tersenyum."

Saat ini, ribuan jiwa dari berbagai penjuru merindu ingin hadir di makam pribadi agung ini. Figur yang di masa hidupnya tidak sanggup menatap jeritan orang-orang yang membutuhkan. Salah seorang perawi mengatakan, "Ketika aku berada bersama Imam Ridha as dan orang-orang sibuk menanyakan berbagai masalah kepada beliau as, tiba-tiba seorang warga Khorasan datang menghadap beliau as. Setelah menyampaikan salam, orang ini menceritakan bahwa uang dan barang bawaannya hilang ketika pulang dari menunaikan ibadah haji. Imam as berkata, "Duduklah!" Perlahan-lahan, orang-orang mulai beranjak pergi dan aku bersama beberapa orang tetap bersama Imam as. Beliau as bertanya, "Dimana orang Khorasan tadi?" Orang Khorasan itu bangkit dan berkata, "Aku masih di sini." Imam lalu mengeluarkan 200 dinar dari sakunya tanpa memandang wajah orang itu."

Salah seorang yang hadir bersama Imam as bertanya, "Wahai putra Rasul Saw! Pemberian tadi sangat besar, tapi mengapa engkau as memalingkan wajahmu darinya?" Imam as menjawab, "Aku sama sekali tak ingin melihat derita di wajah orang tadi." Banyak riwayat yang menyebutkan berbagai sisi mulia kepribadian Imam Ridha as. Tanpa ragu lagi bahwa pengenalan terhadap poin penting pendidikan ini dapat membuka jalan bagi umat manusia untuk keluar dari krisis moral yang tengah melilit kita saat ini.

Pakar telaah agama di Universitas Virginia AS, Profesor Abdul Aziz Sachedina, menyinggung peran spiritual Imam Ridha as di tengah warga Syiah. Sachedina, berkata, "Harus dikatakan bahwa komunitas Syiah dunia menganggap Imam Ali Ridha as sebagai imam penjamin, yaitu imam yang akan memberi keamanan saat dirundungi rasa takut. Saat ini, Imam Ridha as hadir di tengah-tengah keluarga pengikutnya baik saat mereka sedih atau gembira. Masyarakat menganggap Imam Ridha as sebagai pemimpin yang membimbing ke pantai keselamatan seperti Imam Husein as. Dengan kata lain, Imam Ridha as adalah sumber ketentraman dan rasa percaya diri bagi mereka yang memerlukan petunjuk dan bantuan Tuhan."

Pada masa itu, kepribadian intelektual dan spiritual Imam Ridha as sangat berpengaruh di dunia Islam. Bahkan musuh-musuh Imam memuji kepribadian agung ini. Mas'udi mengatakan, "Pada tahun 200 H, Ma'mun mengumpulkan seluruh keluarga dekatnya dari Bani Abbas di Marv dan mengatakan kepada mereka, "Saya telah bertualang di tengah para pemuka umat Islam, namun saya tidak menemukan figur yang lebih utama, lebih bertakwa, dan lebih layak untuk menjadi pemimpin dari Imam Ali Ridha as."

* * *

Ilmu dan wawasan Imam Ridha as mengalir laksana air mata yang jernih dan memuaskan orang-orang yang haus akan kebenaran. Meski memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas, Imam Ridha as selalu mengedepankan sikap hormat dalam berbagai diskusi ilmiah dan perdebatan dengan kelompok pemikiran dan aliran. Beliau menjawab pertanyaan dan sanggahan mereka satu demi satu dan sama sekali tidak pernah kalah dalam diskusi. Imam as memahamkan kebenaran kepada orang lain dengan logika dan argumentasi yang kuat. Beliau juga mempertontonkan keunggulan pemikiran dan pandangan tauhid. Kebenaran kembali tampak sepanjang perdebatan itu dan para ilmuan terpaksa tunduk di hadapan logika dan argumentasi beliau.

Kriteria penting Imam as adalah memerangi kezaliman dan ketidakadilan. Beliau as bangkit melawan kebijakan arogan dan tipu daya penguasa Bani Abbas, Ma'mun lewat berbagai cara. Ma'mun sangat mengkhawatirkan pengaruh Imam as di tengah masyarakat dan para pemikir di seluruh pelosok negara Islam. Oleh karena itu, khalifah meminta Imam Ridha as untuk hijrah ke Marv, pusat pemerintahan Ma'mun. Imam as terpaksa menerima desakan itu. Ma'mun berupaya mengurangi pengaruh pemikiran dan budaya Imam as di tengah masyarakat dan menciptakan jarak antara beliau dengan warga. Untuk itu, Ma'mun mengusulkan jabatan putra mahkota kepada Imam as dan memaksa beliau as untuk menerima tawaran ini.

Dengan syarat-syarat tertentu, akhirnya Imam as menerima jabatan putra mahkota. Salah satu syarat yang diajukan Imam as adalah bahwa beliau as tidak akan intervensi dalam urusan pemerintahan dalam kondisi apa pun. Secara keseluruhan, syarat-syarat ini telah menggagalkan Ma'mun dalam mencapai ambisi politiknya.

Salah seorang penulis dari Barat menuturkan, "Apa yang dilakukan Islam dalam menolerir agama lain sangat mengagumkan. Tujuan Islam adalah mengenalkan seluruh generasi umat manusia dari berbagai ras, suku dan bangsa kepada jalan kebahagiaan. Islam berupaya mewujudkan masyarakat yang bermoral dan beragama di bawah bimbingan para pemukanya." Saat ini, para pemikir yang obyektif meyakini bahwa dunia berhutang budi pada ajaran para pemuka agama Islam seperti Imam Ridha as yang telah menunjukkan jalan kebahagiaan dan kesempurnaan kepada manusia dengan ketinggian akhlak dan keagungan spiritualnya.

Read 1785 times