Dalam Bimbingan Imam Husain as (6)

Rate this item
(0 votes)

Sejarah umat manusia dipenuhi dengan catatan peperangan. Di antaranya ada berbagai revolusi yang ditujukan untuk membela kebenaran dan keadilan. Banyak manusia yang rela mengorbankan diri dan orang yang mereka cintai untuk merealisasikan keadilan dan demi kebenaran, bahkan demi tujuan-tujuan Ilahi. Yang pasti siapa saja yang bangkit di jalan kebenaran dan berjuang, maka mereka akan mendapat pahala besar di sisi Allah.

Namun demikian sebagian orang seperti ini namanya bahkan terlupakan di sejarah dan sebagian lainnya hanya diingat kebaikannya. Di antara seluruh kebangkitan memperjuangan kebenaran, hanya kebangkitan Imam Husain as yang masih terus diingat, diperingati dan dikenang sepanjang tahun meski telah berlalu lebih dari 1400 tahun. Kebangkitan yang slogan dan nilai-nilainya senantiasa menjadi sumber inspirasi berbagai transformasi besar. Para pemuka agama menyebut rahasia abadinya kebangkitan Karbala adalah keikhlasan Imam Husain as dan para sahabatnya. Karena di sisi Tuhan perbuatan dan amal dianggap memiliki nilai besar ketika dikerjakan demi keridhaan-Nya.

 

Di al-Quran, seluruh perintah Ilahi disyaratkan dengan ikhlas dan niat mendekatkan diri kepada Allah. Seperti yang difirmankan Allah di al-Quran terkait jihad, “Mereka yang berjihad di jalan Tuhan” dan terkait syahadah Allah berfirman, “Mereka yang terbunuh di jalan Tuhan.” Terkait infak Allah berfirman, “Mereka yang mengifakkan hartanya di jalan Tuhan.” Selain itu, al-Quran terkiat Ahlul Bait menyatakan, “Dia memberikan makanannya, meski ia menyukainya, kepada orang miskin, yatim dan tawanan.” Kemudian al-Quran menambahkan, “Kami memberi makanan kepada kalian hanya karena Allah, dan kami tidak mengharapkan imbalan dan ucapan terima kasih dari kalian.”

 

Karakteristik unggul kebangkitan Imam Husain as adalah sisi keikhlasan dan demi Allah. Al-Quran menyebutkan, “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” Imam Husain terkait kebangkitannya mengatakan, “Sesungguhnya aku keluar hanyalah untuk menuntut perbaikan bagi umat kakekku, aku hendak melakukan amar makruf nahi munkar”.

 

Kebangkitan Imam Husain yang penuh keikhlasan ini didukung oleh para sahabat dan pengikut yang memiliki keikhlasan tinggi pula. Mereka yang tidak ikhlas dan mereka yang mengejar tujuan lain selain keridhaan Tuhan, benar-benar keluar dari konvoi suci ini. Jadi kelompok Imam Husain di perjuangan Padang Karbala telah dibersihkan dari anasir-anasir yang dapat merusak perjuangan suci ini. Dengan demikian perjuangan Imam Husain di Karbala kekal dan senantiasa di peringati serta diambil pelajaran oleh umat sepanjang sejarah, bahkan non muslim pun dengan rendah hati meneladani perjuangan manusia suci Ahlul Bait tersebut. Seiring berlalunya waktu, kebangkitan Asyura bukannya pudar dan ditelan sejarah, namun dari hari ke hari semakin bersinar cemerlang dan kian menarik simpati manusia pecinta kebebasan dan keadilan.

 

Ada satu ciri khas; bahwa kebangkitan Husain bin Ali as. adalah sebuah kebangkitan yang murni, tulus dan tanpa pamrih sedikitpun; demi Allah, demi agama dan demi perbaikan pada masyarakat Muslim. Ini adalah ciri khas pertama yang sangat penting. Ketika Imam Husain bin Ali as. mengatakan, "Aku tidak keluar melawan sebagai orang yang angkuh atau sombong; tidak pula sebagai orang yang zalim dan perusak".

 

Ini bukanlah unjuk diri; bukan pasang diri; bukan penuntutan sesuatu; bukan pamer diri. Dalam kebangkitan beliau, tidak ada sedikit pun kezaliman atau korupsi. Imam Husain melanjutkan, “"Akan tetapi, aku bangkit hanya untuk menuntut perbaikan dalam umat datukku". Ini satu poin yang sangat penting. ‘Innama' berarti hanya. Yakni, tidak ada niat dan maksud apa pun yang mencemari niat bersih dan pikiran cemerlang itu.

 

Model terunggul di sini adalah Imam Husain bin Ali as. Pada diri beliau, tidak ada egoisme, keakuan, hawa nafsu, kepentingan pribadi, ras dan kelompok. Ini ciri khas pertama dalam kebangkitan Imam Husain bin Ali as. Dalam suatu kegiatan yang sedang kita lakukan, maka semakin besar basis keikhlasan dalam diri kita, kegiatan itu akan menemukan nilai yang lebih besar lagi. Akan tetapi, semakin kita berpisah jauh dari poros keikhlasan, kita justru semakin dekat dengan hawa nafsu, egoisme dan bekerja untuk diri sendiri, memikirkan diri sendiri, kepentingan pribadi, ras dan semacamnya, dan jelas ini satu tipe lain. Antara keikhlasan mutlak dan egoisme mutlak, terdapat jarak yang besar. Semakin kita merenggang dari yang pertama dan mendekat kepada yang kedua, nilai kerja kita semakin kecil, berkahnya semakin sedikit, keutuhannya juga semakin kurang.

 

Inilah sifat dari duduk persoalan. Seberapa pun ketidak-ikhlasan itu ada, maka semakin cepat rusak. Kalau kerja itu tulus dan murni, pasti tidak akan pernah rusak. Kalau kita ambil perumpamaan dengan hal-hal inderawi, maka perhiasan ini emas seratus persen; ia tidak akan bisa rusak, tidak akan luntur. Akan tetapi, sebesar apa pun tembaga, besi dan logam-logam lainnya yang tercampur dalam perhiasan itu, maka tingkat kerusakannya dan kehancurannya semakin tinggi. Ini sebuah kaidah umum.

 

Ini dalam hal-hal yang terindera. Dalam hal-hal yang tak terindera, korelasi ini jauh lebih cermat dari itu. Sejauh pandangan yang materi dan yang biasa ini, kita tidak memahaminya, akan tetapi ahli hakikat dan mereka yang memiliki mata hati bisa memahaminya. Pengeritik hakikat masalah ini, penimbang tajam peristiwa ini adalah Allah SWT. "Pengeritik itu tajam pandangan." Jika ada sekadar mata jarum saja ketidakmurnian dalam pekerjaan kita, maka sekadar itu pula pekerjaan kita itu akan berkurang nilainya, dan Allah akan mengurangi tingkat keutuhannya. Pengeritik itu tajam pandangannya. Pejuangan Imam Husain as. salah satu perjuangan yang di dalamnya tidak ada semata jarum pun dari ketidakikhlasan.

 

Oleh karena itu, kita menyaksikan jenis [perjuangan] yang murni ini tetap utuh hingga sekarang, dan akan tetap utuh selama-lamanya. Siapa yang percaya bahwa setelah kelompok [pejuang] ini tewas terbunuh dalam keadaan terasing jauh di padang sahara itu, tubuh-tubuh mereka dimakamkan di sana, lalu [musuh-musuh] melancarkan segenap propaganda itu terhadap mereka, sedemikian rupa menumpas habis mereka, dan membakar kota Madinah pasca kesyahidan mereka - sebagaimana kisah Waq'ah Harrah yang terjadi pada tahun berikutnya - lantas taman ini diporakporandakan dan bunga-bunganya dipereteli, setelah semua ini ternyata masih ada orang yang mencium aroma air bunga dari taman ini?! Dengan kaidah fisis manakah peristiwa itu dapat ditafsirkan dimana daun sekuntum bunga dari taman itu tetap utuh segar di alam materi ini? Namun kita saksikan sendiri; semakin masa berlalu, aroma wangi taman itu semakin menyebar di dunia.

 

Banyak riwayat menyebutkan bahwa jika nyawa seseorang terancam, ia menggunakan hartanya untuk menghemat nyawanya. Namun juga Islam yang terancam, maka ia akan menggunakan nyawanya untuk melindungi agama. Oleh karena itu, untuk menjaga agama, segala pengorbanan diperbolehkan dan Imam Husain pun termasuk sosok seperti ini. Imam Husain meski menyadari akan nasibnya jika bertolak ke Karbala, namun menjaga agama lebih penting ketimbang nyawanya. Penyelewengan agama di pemerintahan Muawaiyah dan kemudian disusul Yazid mendorong Imam Husain untuk bangkit dan menyuarakan Islam hakiki meski harus ditebus dengan nyawa.

 

Ketika Imam Husain tiba di Karbala, beliau menulis surat kepada Habib bin Madhahir, salah satu sahabat Nabi dan pengikut dekat Imam Ali as. Di suratnya Imam Husain menjelaskan, “... Wahai Habib! Kamu mengetahui kedekatanku dengan Rasulullah dan lebih baik dari yang lain dalam mengenal kami. Di satu sisi kamu sangat mengenal rasa sakit dan sosok yang bersemangat. Oleh karena itu, jangan ragu-ragu membantu kami. Kakekku, Rasulullah di hari Kiamat kelak akan menghargaimu.”

 

Setelah membaca surat Imam Husain, Habib berpura-pura sakit untuk menghindari antek-antek Abdullah bin Ziyad. Bahkan di antara kabilahnya sendiri, Habib pun terus melanjutkan sandiwaranya tersebut, sehingga keputusannya tidak akan terungkap. Akhirnya Habib bersama pelayannya meninggalkan Kufah di tengah malam menuju Karbala.

 

Setibanya di Karbala, Habib menujukkan loyalitasnya kepada Imam Husain di medan perang. Ketika Habib menyaksikan bahwa pengikut Imam sedikit sedangkan musuh jumlahnya lebih banyak, ia menawarkan kepada Imam Husain untuk mencari bantuan. Ia berkata, “Di dekat sini ada kabilah Bani Asad. Ijinkan aku pergi ke mereka dan mengajaknya untuk membantu Anda. Semoga Allah memberi hidayah mereka.”

 

Setelah mendapat ijin dari Imam, Habib kemudian menuju perkemahan Bani Asad dan menyeru mereka untuk membela cucu Rasulullah. Kebanyakan dari Bani Asad menyambut seruan tersebut dan terkumpullah 70-90 orang. Mereka berencana menuju Karbala, namun mata-mata Umar Saad berada di antara mereka dan melaporkan kejadian tersebut kepada pemimpinnya. Umar Saad kemudian mengirim 500 penunggang kuda ke Bani Saad dan menghalangi mereka menuju Karbala. Meski Bani Saad gagal membantu Imam Husain di Karbala, pasca peristiwa Asyura mereka mendatangi bumi Karbala dan menguburkan jenazah para syuhada.

 

Di Karbala, Habib, muslim yang memiliki keimanan dan keikhalasan tinggi ini bertempur dengan gagah berani di usinya yang lanjut membela putri Fatimah. Setelah bertempur cukup lama dan berhasil membantai musuh-musuh keluarga Nabi, Habib pun tersungkur dan mereguk cawan syahadah. Ketika Imam Husain tiba di sisi jenazah Habib, beliau bersabda, “Saya mengharapkan pahala dari Allah bagi para pengikutku.”

Read 1977 times