Ilmu dan Iman dalam Pandangan Imam Baqir as

Rate this item
(0 votes)
Ilmu dan Iman dalam Pandangan Imam Baqir as

Tanggal 7 Dzulhijjah merupakan peringatan syahadah Imam Muhammad bin Ali as, Imam Kelima Syiah. Satu dari Ahlul Bayt Nabi Saw yang bak pelita menerangi jalan umat manusia.

Ia mengukur panjang dan lebar kamar dengan langkah kakinya dan terus berpikir dengandirinya. Hati berkata, "Pergilah!", sementara akalnya berkata, "Jangan pergi!" Sedangkah hati berkata, "Bila engkau pergi, berarti engkau telah menyiapkan kebutuhan istri dan anak-anakmu. Bukankah engkau telah bersusah payah selama bertahun-tahun agar mereka dapat hidup dengan enak dan jauh dari kesulitan?" Akbar berkata, "Bila engkau pergi, suka atau tidak suka, engkau telah bersekutu dalam  kejahatan."

Ia kebingungan antara bisikan hati dan akal. Yang satu mengajaknya meraih keindahan, kesejahteraan dan kelezatan duniawi, sementara yang lain menyerunya pada keindahan, kesejahteraan dan kelezatan ukhrawi. Pria itu terdiam dan bingung. Ia tidak bisa memutuskan. Ia berdiri dengan melepaskan pakaiannya dan melihat dirinya di cermin yang ada di kamar itu dan dengan suara tinggi ia bertanya, "Lalu apa yang harus aku kerjakan?"

Bau roti yang baru dipanggang sampai ke hidungnya. Ia pun keluar. Seorang wanita berada di dekat tempat memanggang roti dan sibuk dengan pekerjaannya. Sementara anak-anaknya tengah bermain kejar-kejaran di halaman. Wajah wanita itu panas terkena hawa panas dari tempat pemanggangan roti dan matanya memerah. Sejenak ia melihat wanita itu dan dengan suara meninggi berkata, "Saya terima dan tidak akan membuatmu malu." Suaranya yang menakutkan membuat adonan yang berada di tangan wanita itu jatuh ke dasar tempat panggang roti. Wanita itu melihatnya dan dengan merasa tidak enak berkata, "Apa yang terjadi denganmu hari ini?"

Pria itu akhirnya membuka mulut dan berkata, "Para tokoh kaumku memilih aku untuk menjadi perantara dengan pemerintah Bani Umayah. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku benar-benar mendapat masalah. Aku menerimanya atau tidak?!" Wanita itu memandangnya dan berkata, "Semua jalan telau engkau lalui dan pikirkan, sampai sekarang masih belum menemukan solusi?! Lebih baik engkau pergi menemui Muhammad bin Ali as dan meminta bantuannya." Mendengar usulan wanita itu, mata pria tersebut berbinar-binar dan muncul senyuman di bibirnya lalu berkata, "Mengapa tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya."

Imam Muhammad Baqir as memandangnya sambil tersenyum kemudian berkata, "Apa masalahmu saudaraku?" Pria itu memandang ke bawah dan dengan suara pelan berkata, "Saya punya posisi bagus di tengah kaumku. Sebelumnya kami memiliki perantara, tapi ia telah meninggal. Sekarang masyarakat memutuskan agar aku menggantikannya. Bagaimana pendapat Anda?"

Sejenak Imam Baqir (as) terdiam kemudian beliau mulai berkata, "Allah mengangkat derajat orang mukmin karena imannya, sekalipun tidak punya apa-apa di tengah kaumnya, sementara orang-orang kafir terhina karena kekafirannya, sekalipun ia terkenal di tengah masyarakat. Tidak ada orang yang lebih unggul dari lainnya, kecuali karena takwa. Sekarang tentang apakah engkau menerima posisi itu atau tidak. Bila engkau tidak mau mencapai surga ilahi, terima usulan tersebut. Karena betapa banyak penguasa zalim yang menjebak orang mukmin lalu menumpahkan darahnya, sementara engkau mengemban sebagian dari pekerjaan penguasa itu, padahal engkau bagian dari mereka yang menuntut mengapa seorang mukmin dibunuh, pada saat yang sama, mungkin saja engkau juga tidak dapat memanfaatkan kekayaan mereka."

Beliau menambahkan, "Jangan sampai engkau melayani mereka, bahkan untuk seukuran satu kali mencelup pena ke dalam tinta. Karena tidak ada seorangpun yang melayani mereka dan tidak mendapat manfaat materi mereka kecuali seukuran itu pula ia merusak agamanya."

Mendengar ucapan Imam yang bagaikan sari bunga yang manis begitu tertanam dalam hatinya, sehingga ia telah mendapat jawaban dari masalahnya selama ini. Dengan demikian, perdebatan antara akal dan hati telah berakhir.

Hari ini tanggal 7 Dzulhijjah merupakan peringatan syahadah Imam Muhammad bin Ali as, Imam Kelima Syiah. Satu dari Ahlul Bayt Nabi Saw yang bak pelita menerangi jalan umat manusia. Para pemimpin ilahi yang dibesarkan di sekolah Rasulullah Saw termasuk contoh manusia sempurna, setiap dari mereka memiliki kelebihan tersendiri. Imam Muhammad bin Ali as dikenal dengan "Baqir al-Ulum" atau pembelah rahasia ilmu-ilmu. Sebutan ini merujuk pada kenyataan bahwa beliau sangat luas ilmunya dan menjelaskan semua cabang dan prinsip ilmu serta rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Dengan kelebihan ini, Imam Baqir membimbing umat dan sebelum segala sesuatu beliau mengarahkan mereka untuk berpikir dan menyehatkan cara berpikir mereka.


Imam Baqir as mengetahui betul bahwa fondasi segala perbuatan dan aktivitas adalah informasi dan berpikir. Dan bila menginginkan agar ilmu menyebar di tengah masyarakat, langkah pertama yang harus dilakukan menunjuk pentingnya menuntut ilmu, tujuan dari menuntut ilmu, nilai dan keagunan ulama, penyakit ilmu dan lain-lain. Imam Baqir as telah melakukan langkah pertama dengan menjelaskan hadis dan telah menyampaikan banyak pengetahuan yang mencerahkan di bidang ini. Beliau berkata, "Ilmu adalah khazanah dan kuncinya adalah pertanyaan. Karenanya kalian harus bertanya. Allah akan merahmati kalian. Karena pertanyaan menyebabkan empat orang menang; penanya, guru, pendengar dan orang yang menjawab."

Imam Baqir as di masa keimamahannya, dengan kondisi yang tidak mendukung budaya Islam, berusaha serius dan luas untuk merancang kebangkitan besar di bidang keilmuan dan kemajuannya, sehingga gerakan ini meluas yang berujung pada pendirian sebuah universitas besar dan terkenal Islam yang mengantarkan kedinamisan dan keagungannya di masa Imam Shadiq as.

Imam Baqir as dengan mendirikan kelas-kelas bangkit melawan pemikiran menyimpang dan menghilangkan kerancuan yang ada. Imam dengan memperkuat fondasi pengetahuan dan prinsip murni Islam membahas semua bab fiqih dan akidah menurut al-Quran dan tidak lupa mendidik ilmuan di masanya dan gerakan ilmiah besar, sehingga ilmuan besar seperti Jabin bin Yazid al-Ju'fi setiap kali berbicara tentang ilmu, sekalipun ia juga seorang ilmuan, tetapi menyebut dirinya tidak ada apa-apanya di hadapan posisi keilmuan Imam Baqir as. Ia berkata, "Khalifah Allah dan pewaris ilmu para nabi Muhammad bin Ali as mengatakan seperti ini kepadaku."

Di bidang fiqih, Imam Baqir as menjadi rujukan semua ulama Hijaz. Banyak ahli fiqih besar Ahli Sunnahy yang belajar kepada beliau. Kepopulerannya di Hijaz sedemikian rupa, sehingga beliau disebut Sayid Fuqaha Hijaz atau Tokoh Fiqih Hijaz. Seorang ulama Ahli Sunnah bernama Dzahabi tentang beliau berkata, "Imam Baqir as termasuk mereka yang mampu mengumpulkan ilmu, amal, keutamaan, kemuliaan, kepercayaan dan kewibawaan dan layak akan khilafah."

Imam Baqir as menekankan pentingnya menuntut ilmu, tapi menurutnya menambah ilmu bukan tujuan, tapi sarana untuk mencapai tujuan dan memperbaiki perilaku. Yang terpenting adalah kita beramal sesuai dengan ilmu yang kita pelajari dan apa yang kita pelajari juga diajarkan kepada orang lain. Dengan demikian, dengan ilmu kita dapat memperbaiki amal. Ketika amal kita telah diperbaiki, iman akan semakin bertambah dan kuat. Imam yang kuat dengan sendirinya dapat membersihkan amal. Dengan demikian, menurut Imam Baqir as, ilmu, amal dan iman saling bergantung satu sama lainnya.

Menurut Imam Baqir as, iman merupakan keyakinan dalam hati. Keyakinan yang memberi arah kehidupan manusia dan berperan sangat penting dalam bagaimana ia menjalani kehidupannya serta poros penilaian bagi pemikiran dan perilaku manusia. Dengan alasan ini menjadi penting bahwa langkah pertama memasuki jalur penghambaan dan menjadi seorang muslim adalah iman dan siapa saja yang memiliki keyakinan suci ini ia disebut mukmin.

Hujjatul Islam Sadegh Golzadeh, dosen hauzah dan universitas mengatakan, "Mukmin menyuntikkan kegembiraan kepada masyarakat dan di jalurnya ia menempatkan kegembiraan dan energi. Kesedihan seorang mukmin dalam dirinya dan kesedihan itu disimpan dalam dirinya lalu memberikan kegembiraan kepada masyarakat. Dalam Islam telah disebutkan agar kita bisa empat dengan kegembiraan dan kesedihan orang lain. Bila ada seseorang yang sedih, maka bantulah dia dan dengan demikian masyarakat bisa seimbang. Ini pelajaran Imam Muhammad Baqir as yang komprehensif. Pelajaran yang berlandaskan penyebaran keadilan, keseimbangan dan kesesuaian di tengah masyarakat."

Menurut pentakbiran al-Quran, para nabi dan wali Allah mendapat perintah untuk menaburkan bibit keimanan di dalam hati manusia, sehingga kehidupan dengan iman memiliki keakraban, spiritual, kesucian dan keadilan. Imam Baqir as memperkuat motivasi manusia demi mendorong mereka kepada keimanan dan perbuatan baik lalu menuntun mereka untuk berusaha dan serius dalam kehidupannya.

Imam Baqir as berkata, "Jauhi kemalasan dan depresi. Karena keduanya kunci dari semua keburukan. Orang yang malas tidak dapat meraih haknya dan orang yang depresi tidak sabar dalam melaksanakan perbuatan benar."

Pada saat yang sama, Imam Baqir menyebut sikap tamak dalam pekerjaan sebagai perbuatan yang tidak baik. Beliau mengatakan, "Manusia yang tamak akan harta dunia seperti ulat sutra yang semakin melilit tubuhnya, maka untuk keluar darinya semakin sulit, sehingga ia mati."

Imam Baqir as selama lima tahun dari periode imamahnya hidup bersama lima khalifah Bani Umayah dan benar-benar dibenci oleh mereka. Akhirnya, setelah bertahun-tahun berusaha dalam menyebarkan Islam dan berjuang melawan kezaliman, pada tanggal 7 Dzulhijjah 114 HQ dalam usia 57 tahun, Imam Baqir as gugur syahid akibat diracun oleh Hisyam bin Abdul Malik. Kuburan suci beliau terletak di pekuburan Baqi' di Madinah.

Read 995 times