Imam Hadi as, Bintang Cemerlang Pemberi Hidayah

Rate this item
(0 votes)
Imam Hadi as, Bintang Cemerlang Pemberi Hidayah

Imam Hadi as lahir ke dunia pada tanggal 15 Dzulhijjah 212 HQ di sebuah desa bernama Sharya, dekat Madinah. Keberadaannya menyinari bagian kegelapan dari kebodohan dan ketidakberimanan. Bayi yang kemudian menjadi sumber kejayaan dan kebanggaan Islam.

Kita berada di peringatan hari kelahiran seorang Ahlul Bait as. Hari kelima belas dari bulan Dzulhijjah bertepatan dengan kelahiran Imam Hadi as. Tidak diragukan lagi bahwa hari-hari kelahiran para wali Allah dipenuhi dengan berkah dan kebaikan. Di hari ini, kami memohon kebahagiaan Anda kepada Allah dan sekaligus mengucapkan selamat atas kelahiran Imam Hadi as.


Imam Hadi as setelah ayahnya, Imam Jawad as gugur syahid, mengambil tanggung jawab memimpin umat Islam selama 33 tahun. Di masa Imam Hadi as, masyarakat Islam mengalami periode penuh pergolakan. Batas geografi dunia Islam sudah sangat luas dan banyak pemikiran dari bangsa-bangsa lain yang masuk ke dalam masyarakat Islam, sehingga terbentuk banyak aliran pemikiran. Setiap pemikian ini memiliki akidah dan kepercayaan khusus yang disebarkannya. Akhirnya, konflik dan perselisihan yang merugikan terjadi dan tidak dapat dielakkan di antara para pemikiran yang ada.

Sementara kebijakan pemikiran para penguasa Bani Abbasiah dan bagaimana mereka mengikuti dan mendukung sebagian pemikiran justru menambah perselisihan yang ada. Kedengkian, fanatik dan memanfaatkan agama serta permusuhan begitu terlihat nyata, sehingga pada puncaknya semua faktor yang ada merugikan masyarakat Islam, khususny pengikuti Syiah dan pecinta Ahlul Bait as.

Imam Hadi as mengikuti secara penuh Sunnah Rasulullah Saw dan berusaha serius untuk merealisasikan persatuan umat Islam. Persatuan umat Islam merupakan prinsip dan nilai-nilai yang mendapat penegasan Nabi Muhammad Saw dan menurut beliau, kemuliaan dan kekuatan umat Islam di semua bidang berada di bawah cahaya persatuan dan solidaritas dalam menghadapi musuh bersama.

Imam Hadi as menerapkan mekanisme dan metode yang beragam untuk mempertahankan persatuan dan menciptakan koherensi di antara umat Islam. Salah satu mekanisme paling penting yang diterapkan beliau adalah penekanan akan dua prinsip bersama. Imam Hadi as sangat memperhatikan al-Quran dan perilaku Nabi Muhammad Saw sebagai dua prinsip bersama dalam kehidupan umat Islam dan bersandar pada keduanya dalam banyak kasus.

Dalam surat kepada para pengikut Syiah yang membahas mengenai perselisihan mereka, beliau menulis, "... Sesungguhnya seluruh umat Islam sepakat bahwa al-Quran itu benar dan tidak ada keraguan di dalamnya... Karenanya, ketika al-Quran bersaksi akan kebenaran sebuah riwayat, maka umat Islam harus mengakui riwayat tersebut. Karena ketika semua sepakat akan prinsip kebenaran al-Quran, keluarnya sekelompok umat Islam dari prinsip ini sama artinya dengan keluar dari umat Islam." Dengan demikian, sesuai dengan yang disampaikan Imam Hadi as, tidak ada satupun muslim yang meragukan prinsi al-Quran. Dari sini, bila al-Quran membenarkan sebuah berita, semua umat Islam harus menerimanya.


Imam Hadi as di sebagian urusan mazhab dan khususnya orang-orang Syiah menetapkan metode dan perilaku Rasulullah Saw sebagai parameter dalam pekerjaannya. Sebagai contoh, ketika sakit, beliau meminta kepada Abu Hasyim al-Ja'fari, seorang alim dan tokoh Syiah untuk mengirim seseorang dari yang dikenal dan Syiah ke Karbala untuk berdoa demi kesembuhan dirinya. Abu Hasyim mengutus seorang bernama Ali bin Bilal yang menerima perintah tersebut. Ia berkata, Imam sejajar dengan pribadi yang berada di Hair. Yakni, Imam Hadi as sejajar dengan Imam Husein sebagai Imam dan doa beliau untuk dirinya sendiri tentu lebih unggul dariku dan lebih cepat diijabahi.

Abu Hasyim mengabarkan berita ini kepada Imam dan sebagai jawabannya beliau berkata, "Nabi Muhammad Saw lebih mulia dari Ka'bah dan Hajar al-Aswad, tapi tetap mengitari dan thawaf mengelilingi Ka;bah dan mencium Hajar al-Aswad. Allah Swt memiliki tempat di bumi yang disukai agar manusia beribadah di sana dan di tempat-tempat yang diinginkan Allah ini, bila ada yang memohong kepada-Nya, pasti Allah kabulkan. Kuburan Imam Husein as termasuk salah satu dari tempat tersebut."

Taqiyah merupakan salah satu instrumen penting di bidang budaya dan sosial yang digunakan oleh para Imam Syiah as, khususnya pasca syahadah Imam Husein as. Di masa Imam Hadi as, dikarenakan kondisi yang mencekam dan tekanan yang luar biasa khalifah kepada para pengikut Syiah dan keluarga Ahlul Bait as, perhatian terhadap taqiyah menjadi lebih besar, sehingga sebagian Syiah terpaksa harus menutupi akidahnya, bahkan ada yang terpaksa menyatakan keyakinan yang bertentangan dengan apa yang diyakininya.

Sebagaimana seorang Syiah yang berada dalam kondisi yang demikian, maka ia terpaksa menyatakan keyakinan yang berbeda dengan akidahnya. Setelah itu, ia menanyakan masalahnya kepada Imam Hadi as. Waktu itu Imam Hadi as membenarkan apa yang dilakukannya dan mengabarkannya bahwa dirinya akan bersama Imam di surga yang paling tinggi dan menyebut itu merupakan pahala Allah karena akidahnya. Dalam riwayat Imam Hadi as menilai meninggalkan taqiyah seperti orang yang meninggalkan shalat dan berkata, "انِّ تارِکَ التَّقیهِ کتارکِ الصَّلوهِ."

Doa dalam al-Quran memiliki posisi dan urgensi khusus serta dikenal sebagai senjata orang mukmin dan tiang agama. Imam Hadi as secara khusus memberikan perhatian akan doa dan memanfaatkannya untuk memindahkan pengertian dan kandungan agama. Sejatinya, beliau menjelaskan banyak masalah agama seperti nilai-nilai akhlak dan posisi Ahlul Bait as dalam bingkai doa seperti yang dilakukan sebelumnya oleh Imam Sajjad as.


Imam Hadi as dalam salah satu doanya, setelah memuji Allah, permohonan pertamanya dari Allah Swt adalah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw dan keluarga sucinya dan berkata, "Ya Allah! Kebutuhan pertaku yang aku mohon kepada-Mu adalah bertawasul dan mendekatkan diri dengan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Aku memohon kepada-Mu shalawat terbaik yang pernah Engkau perintahkan dan salam terbaik yang diinginkan dari hamba-Mu dan aku mohon agar sampaikan shalawat kepadanya dan keluarganya hingga Hari Kiamat"

Melanjutkan doanya, Imam Hadi as memohon kebutuhannya disertai dengan shalawat dan memohon agar ia tidak dipisahkan dari Ahlul Bait as dan menerima perbuatannya dengan bertawasul kepada mereka. Karenanya beliau memohon, "Ya Allah! Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad serta di dunia dan akhirat jangan pisahkan aku dengan mereka dan terima perbuatanku karena mereka."

Penyimpangan pemikiran dan keyakinan merupakan konflik penting yang sering terjadi di dunia Islam waktu itu, bahkan sampai sekarang. Di masa keimamahan Imam Hadi as, muncul banyak khurafat dan penyimpangan akidah yang akarnya bila ditelusuri sampai kepada pemerintahan Imam Ali as. Di masa itu, sebagian orang yang imannya lemah ketika melihat keramat dan keagungan Imam Ali as, mereka menisbatkan sifat-sifat ketuhanan yang hanya khusus bagi Allah dan meyakini derajat beliau bahkan di atas Imam dan Nabi Muhammad Saw.

Imam Ali as melawan mereka dan selama itu pula beliau selalu menekankan bahwa para pengikut Syiah terkait hak para Imam tidak boleh melewati batas seorang hamba. Beliau bukan saja menilai permusuhan dengan Ahlul Bait as sebagai faktor kebinasaan, tapi juga kecintaan yang ekstrem juga penyebab kehancuran mereka. Beliau berkata, "Dua kelompok yang menelusuri jalan kesalahan tentang diriku dan akan binasa; pecinta yang berlebihan dalam cintanya dan musuh yang ekstrem dalam kedengkiannya."

Namun setelah Imam Ali as, kelompok yang menentang Syiah, khususnya para khalifah Bani Umayah dan Abbasiah berusaha menciptakan perselisihan di antara para pecinta Ahlul Bait as dan juga berusaha agar semua masyarakat menjadi benci, mereka berusaha menyebarkan akidah ini. Pada periode Imam Hadi as, salah satu masalah budaya masyarakat Islam adalah sikap ekstrem ini yang mendapat dukungan serius dari para khalifah Bani Abbasiah.

Imam Hadi as sendiri memahami pentingnya menghadapi kelompok ekstrem dan sesat ini dan bangkit melawan mereka. Selain menyampaikan dirinya berlepas tangan dari mereka, beliau juga memerintahkan pengikut Syiah untuk menjauhi mereka lalu mengungkap akidah sesat mereka. Sebagaimana dalam surat yang diberikan kepada salah satu sahabatnya menyebut beliau berlepas tangan dari pribadi seperti Qahri dan Ibn Baba Qummi dan memperingatkan seluruh Syiah akan dua orang ini. Dalam suratnya itu, Imam Hadi as menjelaskan juga alasannya, "Ibn Baba beranggapan saya mengutusnya sebagai nabi dan ia adalah bab atau pimpinan saya. Allah Swt melaknatnya. Setan telah menguasai dirinya dan ia telah sesat."

Dengan mencermati situasi mencekam di pusat khilafah Islam dan larangan mereka untuk melaksanakan prinsip dan dasar Islam yang hakiki, para Imam Maksum as berusaha mendidik para tokoh hebat, sehingga dengan cara ini dapat mendidik dan mengajar masyarakat secara tidak langsung. Sesuai dengan bukti-bukti sejarah, Imam Hadi as setidaknya berhasil mendidik 185 murid di pelbagai bidang ilmu pengetahuan Islam. Di antara mereka banyak yang menjadi ulama dan ahli fiqih dan  memiliki banyak karya tulis.

Imam Hadi as
Sayid Abdul Azhim al-Hasani as yang makam sucinya di kota Rey, Tehran, termasuk murid Imam Hadi as. Fadhl ibn Syadzan juga termasuk sahabat dan murid terkenal Imam Hadi as. Ia memiliki posisi terkenal, dimana Imam Hasan Askari as berkata, "Saya merasa warga Khurasan sangat beruntung karena ada Fadhl bin Syadzan bersama mereka." Menarik bahwa setiap murid Imam Hadi as yang terkenal ada di pelbagai daerah. Sayid Abdul Azhim di kota Rey, Fadhl bin Syadzan di Khorasan, Husein bin Said al-Ahwazi di kota Ahwaz dan lain-lain.

Selain itu, para murid dan sahabat terkenal Imam Hadi as juga ternyata ada yang bekerja di istana. Ibnu Sikkit adalah seorang alim terkenal termasuk dari murid Imam Hadi as dari jenis ini. Ia adalah murid Imam tapi menyusup di istana Bani Abbasiah dan bahkan hadir dalam sesi debat yang dipersiapkan untuk Imam Hadi as.

Read 907 times