Nabi Muhammad Saw Dalam Pandangan Orientalis (2)

Rate this item
(0 votes)
Nabi Muhammad Saw Dalam Pandangan Orientalis (2)

 

Kaum orientalis melakukan riset untuk mencari tahu tentang Nabi Islam yang agung dan agamanya, dimana penelitian ini jauh dari kebenaran dan realita.

Para nabi diutus satu persatu di setiap hari dan masa, sehingga datang pamungkas mereka, Nabi Muhammad Saw di dunia yang penuh kebodohan di Jazirah Arab bak bintang yang bersinar. Nabi terakhir telah mengisi dunia dengan cahaya tauhid sampai sekarang dan setelah 14 abad dari kemunculan agama langit Muhammad Saw, suara global agama ini terdengar dari timur hingga barat dunia.

Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah teks agama?"

Rasulullah Saw menjawab, "Agama adalah akhlak."

Nabi Muhammad Saw berhasil mengumpulkan para kabilah Arab di bawah satu bendera agama, al-Quran dan kiblat yang satu dengan akhlaknya. Nabi Saw menjadikan parameter kebajikan dengan takwa dan sabar. Dengan jelas dan tegas beliau membatalkan diskriminasi, rasis, etnik dan kabilah.

Al-Quran dalam memperkenalkan Rasulullah Saw mengatakan, "Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi." (QS. Al-Ahzab: 45-46)


Sampai abad kedelapan belas, para orientalis melakukan penelitian untuk mengidentifikasi Nabi Muhammad Saw dan agama yang dibawanya, dimana penelitian ini jauh dari kebenaran dan realita. Pada abad kedelapan belas, serangan terhadap Islam dan Nabi Muhammad terus berlanjut, dengan satu-satunya perbedaan dengan sebelumnya adalah bahwa para kritikus memusatkan semua perhatian mereka pada Nabi, bukan pada agama Islam. Pada saat yang sama, periode ini juga memiliki efek yang berbeda, karena terkadang mengulangi penghinaan di masa lalu.

Zaman Pencerahan (Renaissance) pada abad kedelapan belas didasarkan pada keyakinan bahwa alam dan dunia keduanya harus dirasionalkan. Immanuel Kant mengatakan, "Masa Rennaissance adalah manusia beranjak dan melewati ikatan etnis yang telah ia ciptakan untuk dirinya sendiri," Faktanya, para peneliti periode ini mencoba melakukan pekerjaan mereka berdasarkan rasio.

Oleh karenanya, di era ini, meskipun Islam masih dianggap sebagai analogi yang tidak benar di Eropa, tetapi sering dipuji sebagai fenomena yang menarik dan sensasional. Islam, yang pernah dianggap sebagai ancaman serius, kurang menarik perhatian orang Eropa dan Barat selama periode ini. Di Eropa, Islam dan Muhammad telah menjadi dasar dan sumber inspirasi sastra dan seni.

Tentu saja, tidak dapat dibayangkan di masa ini penggambaran tentang Nabi dan Islam dilakukan dengan keinginan baik atau tidak memihak, tetapi kali ini fokusnya adalah pada Nabi sendiri.

Dua karya besar Simon Ockley dan George Sale, dua orientalis Inggris termasuk dua langkah penting dalam pengkajian tentang Islam. Keduanya mengaku telah berusaha sepenuhnya tidak memihak dan tidak punya motif tertentu dalam perlakuan mereka terhadap Islam dan metode penilaian mereka tentang Muhammad. Bahkan, mereka dapat dikenal sebagai pembela pertama Nabi Muhammad Saw yang menulis tentangnya sesuai dengan semangat Rennaissance, tetapi bahkan mereka tidak sepenuhnya mampu menjauhkan diri dari prasangka asli mereka.


Simon Ockley dalam bukunya berjudul The History of the Saracen sangat memuji umat Islam yang berhasil menaklukkan daerah lain dan perilaku mereka dengan masyarakat. Ia menyinggung satu poin ini bahwa Arab memperlakukan masyarakat yang ditaklukkan dengan adil, obyektif dan menghormati, berbeda dengan para penakluk lainnya. Ia pada tahun 1717 M mempublikaskan ungkapan-ungkapan ringkas Imam Ali as dengan judul Sentences of Ali dan memuji keilmuan dan kebijakan Imam Ali as.

"Sedikit pengetahuan yang dimiliki oleh kita orang Eropa, semuanya berasal dari Timur. Mereka yang mentransfer pengetahuan ini pertama kali ke Yunani dan Romawi mengambil sahamnya dari mereka. Setelah barbarisme dan kekejaman menyebar ke seluruh dunia Barat, umat Islam dengan melakukan penaklukan kembali menyebarkan pengetahuan itu ke Eropa dan kami berutang semuanya kepada Muhammad," tulis Ockley.

George Sale dalam karyanya yang merupakan terjemah al-Quran menulis pengantar tentang kehidupan Nabi Muhammad Saw dan keyakinan Islam. Karyanya memicu protes terhadapnya sampai ia dituduh sebagai setengah Muslim dan menjadi target pidato kebencian. Namun Sale dengan pernyataan yang lugas dan efektif dalam membela dirinya dalam pendahuluan itu menulis:

"Berbicara tentang Muhammad dan al-Quran, saya tidak membiarkan diri saya menggunakan ungkapan menghina, memalukan dan terlepas dari etika... Sebailknya, saya mengharuskan diri saya untuk memperlakukan Nabi Muhammad dan al-Quran dengan etika dan kesopanan yang sama." Ia percaya bahwa Nabi Muhammad Saw mengajak orang-orang Arab dari penyembahan berhala untuk menyembah Tuhan Yang Esa dan berusaha untuk menghapus distorsi yang dilakukan oleh orang lain dalam Tauhid. Ia menulis, "Rencana dan gambaran pertamanya (Nabi) yang mengajak orang-orang Arab yang menyembah berhala menuju pengetahuan tentang Allah yang hakiki, jelas merupakan rencana yang mulia dan sangat dipuji. Di sinilah saya tidak dapat mengkonfirmasi klaim almarhum penulis (Prido) bahwa Muhamad telah melakukan kesalahan ketika ia memaksa orang-orang dari penyembahan berhala menjadi monoteisme."


Pada abad ke-18, gagasan tentang kepahlawanan sangat berpengaruh, dan Nabi Muhammad menjadi pahlawan dari penyair Jerman yang terkenal, Goethe. Johann Wolfgang von Goethe, seorang penyair berbahasa Jerman adalah salah satu penyair dan genius abad ke-18 yang paling tertarik pada Islam dan Nabi Muhammad. Terlepas dari keterbatasan sumber-sumber rujukan Islam yang tersedia, ia menyajikan gambaran yang indah dan abadi dari berkah spiritual Nabi Muhammad Saw dalam karya dramanya Faust.

Dalam bagian dari puisi Mahomets Gesang (Dendang Nabi Muhammad), Goethe menyamakan Nabi Muhammad dengan sungai yang tak terbatas yang telah membawa banyak aliran sungai bersamanya dan selalu menambah keagungannya dan membawa manusia ke rumah abadi bersamanya. Sepotong puisi ini diucapkan dalam bahasa kerabat terdekat Nabi, Imam Ali as dan Sayidah Fathimah as, di mana Goethe menggambarkan dan membandingkan semua tahap dari dakwah Nabi Saw dan bimbingannya di antara orang-orang. Ia dengan penuh semangat memilih Nabi Muhammad Saw sebagai sumber inspirasi untuk pembebasan dan melihat Nabi Muhammad datang dari sungai yang menyirami dataran.

Ghoethe di sebagian puisinya menulis:

Pandangi mata air

yang bersumber dari gunung

Betapa segar dan menyenangkan

Seperti mata bintang-bintang,

Saat mereka bersinar.

Benar-benar pemimpin dan penuntun

Semua mata air itu adalah saudaranya

Dia membawa bersamanya.

Dan di sana, jauh di bawah lembah

Di garis depan sungai ini ada bunga tumbuh

Dan sayuran menjadi hidup dari napasnya.

Sekarang sungai ini semakin besar setiap saat

Ke depan, aliran air

Silsilahnya akan membuatnya

Dan air telah mengangkat pemimpin itu di pundak mereka

Dan itu mengalahkan semua kerajaan

Dan memberikan namanya ke tanah

Dan di garis depan dia membangun kota.

... dan begitu pula saudara-saudara, harta karun, anak-anaknya.

Dia bergerak menuju Sang Pencipta.

Dan dalam banjir sukacita dan kebahagiaan

Menuju jantung sarangnya.

Goethe memuji Nabi Muhammad sebagai manusia yang luar biasa dan bukunya menyajikan al-Quran sebagai warisan abadi.

Read 931 times