Print this page

Imam Husein as, Sang Reformis

Rate this item
(0 votes)
Imam Husein as, Sang Reformis

 

Imam Husein as karena kebangkitannya untuk memperbaiki pemerintahan yang rusak di zamannya dikenal sebagai salah satu reformis besar sejarah.

Imam Husein adalah reformis yang hanya menginginkan kebaikan umat dan tidak segan-segan berusaha keras untuk tujuan sangat suci memperbaiki masyarakat dan bahkan mengorbankan nyawa, harta dan keluarganya supaya Islam, ajaran Islam dan risalah suci Muhammad Saw tetap hidup serta tidak menyimpang.


Reformasi dan pembaharuan adalah lawan dari kerusakan. Pembaharuan telah dilakukan dengan beragam cara di berbagai zaman. Terkadang reformasi di sebuah pemerintahan, yakni ketika sebuah pemerintahan dilanda kerusakan atau bermoral buruk, individu atau sekelompok orang akan bangkit melakukan reformasi kondisi ini. Faktanya tujuan seluruh para nabi adalah memperbaiki sistem dan instansi politik dan pemerintahan, dan secara umum memperbaiki moral masyarakat.

Reformasi di masyarakat dapat dilakukan dalam dua bentuk, individu dan sosial, dan keduanya saling terkait. Dari satu sisi, jika setiap individu memberbaiki dirinya, maka dengan sendirinya masyarakat juga akan diperbaiki. Dan setiap indivudu dengan menjaga akhlak dan kemanusiaan, maka mereka dapat mempengaruhi individu lain dan juga anggota masyarakat, serta masyarakat saling membantu.

Di sisi lain, jika sistem sosial diperbaiki, maka akan ada peluang yang tepat untuk pertumbuhan dan perbaikan individu, serta setiap anggota masyarakat akan terdorong untuk memperbaiki individu. Imam Husein as melalui kebangkitannya, mengejar kedua metode ini, memperbaiki individu dan juga masyarakat. Seperti yang diungkapkan Imam Husein as ketika keluar dari Madinah bahwa ia berencana mereformasi umat kakeknya, Muhammad Saw. Dengan demikian kebangkitan Imam Husein as adalah kebangkitan untuk memperbaiki masyarakat dan pemerintah. Bagaimana pun juga, beliau juga tidak lalai untuk mereformasi individu, seperti cerita Zuhair dan Hurr yang akhirnya sadar setelah mendengar berbagai nasehat Imam Husein as.


Imam Husein as dikenal melalui gerakan reformis dan baiknya. Beliau sejak awal pergerakannya menyatakan bahwa tujuan kebangkitannya adalah mereformasi umat Rasulullah Saw dan senatiasa menghendaki kebaikan umat. Sejatinya surat Imam Husein as kepada saudaranya, Muhammad Hanafiyah telah menentukan tujuan beliau yang menginginkan kebaikan. Imam Husein as di suratnya tersebut menulis, " Ketahuilah bahwa aku keluar dari Madinah bukannya atas dasar thugyan dan kesombongan serta mencari kesenangan atau membuat kerusakan dan kezaliman, melainkan tujuanku adalah membuat perbaikan pada umat kakekku.  Aku bermaksud untuk melakukan amar makruf nahi munkar dan menghidupkan sirah kakekku Rasulullah saw dan ayahku Ali bin Abi Thalib. Barangsiapa yang menerima hakku telah menerima hak Allah. Namun, apabila masyarakat mencegah untuk menerima kebenaran, aku akan bersabar hingga Allah mengadili antara aku dan mereka dan Allah adalah hakim yang terbaik."

Poin sangat penting dari surat Imam Husein as ini adalah reformasi umar Rasulullah Saw yang dijadikan beliau sebagai tujuan kebangkitannya. Tapi pertanyaannya adalah hal-hal apakah yang perlu untuk direformasi di mana Imam Husein as merasa berkewajiban untuk bangkit ?

Sejatinya kebutuhan reformasi umat Rasulullah Saw sudah terasa sejak awal kematian Rasulullah. Ketika jenazah suci Nabi belum juga kering setelah dimandikan, dan Imam Ali as masih sibuk untuk mengebumikan Nabi, sekelompok Ansar dan Muhajirin berkumpul di Saqifah (Saqifah Bani Sa'idah) untuk memilih khalifah setelah Nabi. Semasa hidup Nabi, mereka menganggap dirinya sebagai sahabat setia Rasulullah dan pada 18 Dhulhijjah (Hari Ghadir) berbaiat kepada Imam Ali as, tapi mereka mengabaikan perintah Allah Swt yang mewajibkan Nabi-Nya di hari Ghadir dihadapan mata ribuan umat Islam menentukan Imam Ali as sebagai penggantinya.

Dengan demikian jelas bahwa penyimpangan umar Rasul terjadi sejak beliau meninggal, di mana jalur khilafah di Islam berubah, dan khilafah yang menjadi hak Imam Ali bi Abi Thalib as dan Rasul berulang kali dan di berbagai kesempatan seperti Ghadir Khum mengumumkannya kepada semua orang, telah diambil dari Imam Ali dan diserahkan kepada orang lain. Umat Nabu sejak hari itu, ketika mereka menyembunyikan kekhilafahan dan Imamah Imam Ali as, dan mengingkari wilayah (kepemimpinan) beliau, maka umat ini membutuhkan reformasi dan Imam Husein as ketika menyaksikan citra dan wajah Islam semakin rusak akibat penyimpangan ini, dan jalan Islam yang telah ditentukan Rasul Saw, ayahnya Imam Ali as dan saudaranya Imam Hasan as mulai pudar, maka beliau memutuskan untuk bangkit melawan pemerintahan yang rusak Bani Umayyah, dan membangun kebangkitannya dengan pondasi reformasi umat Rasulullah Saw.


Debu kebodohan dan penindasan telah membayangi hukum Islam di tahun-tahun setelah kematian Nabi. Kesyahidan Hazrat Aba Abdullah Al-Hussein (AS) dan para sahabatnya yang setia menyebabkan debu ini disingkirkan dari wajah tradisi Islam yang benar dan cahaya bersinar pengetahuan ilahi bersinar sekali lagi di hati yang terabaikan. Seperti yang kita baca dalam doa ziarah kepada beliau: “Aku bersaksi bahwa kamu telah mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar.”

Pada dasarnya, dari sudut pandang budaya wahyu Ahlul Bait as, menghidupkan amar ma'ruf nahi munkar memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan lebih penting dari nilai-nilai ketuhanan lainnya, sebagaimana Imam Ali as memandang nilai-nilai amar ma’ruf nahi munkar lebih tinggi dari jihad. Ia berkata, “Seluruh perbuatan baik dan jihad di jalan Allah seperti tetesan air di tengah laut bila di hadapan amar ma'ruf nahi munkar.”

Pada dasarnya, untuk mempertahankan prinsip-prinsip aliran yang benar dan samawi, para pendiri aliran sesat harus diperangi, dan seorang Muslim bebas tidak berkompromi dengan para pendiri tradisi negatif dalam mempertahankan alirannya. Imam Husein as percaya bahwa nilai-nilai Islam harus didukung dengan sekuat tenaga. Kepribadian Imam Husein as mengekspresikan semangat perlawanan dan manifestasi kebebasan. Dia memulai kampanye di Karbala dengan pola pikir seperti itu untuk memberi pelajaran kepada umat manusia tentang kebebasan dan untuk membuktikan bahwa dia tidak akan menyerah pada penindasan dalam keadaan apa pun.


Imam Husein as Menurut Cendekiawan Kristen

Seorang cendikiawan, pemikir, dan tokoh terkemuka Kristen. Bukunya berjudul ‘Imam Hussein in Christian Ideology’ telah menuai kontroversi luas. Pasalnya, sang penulis berpendapat bahwa Jesus (Nabi Isa as) telah memberitahukan munculnya Imam Husein as.

Bara menyatakan bahwa Imam Hussein as tidak khusus untuk Syiah atau Muslim saja, tetapi milik seluruh dunia karena menurutnya beliau adalah “hati nurani agama”. Bara juga tidak pernah menyebut nama Imam Husein tanpa alaihissalam (peace be upon him).

Bara mengklaim diri sebagai Syiah dan menilai menjadi Syiah adalah “tingkat cinta tertinggi kepada Allah Swt.” Menurutnya semua orang dapat menjadi Syiah meskipun agamanya berbeda, tergantung pada interpretasinya.

Saat menulis bukunya tersebut, Bara mengatakan, "Saya juga mencoba menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan revolusi dan sosok Imam Husein as: mengapa pertempuran ini terjadi dan apakah itu untuk tujuan duniawi? Mengapa Imam Husein as mencari kesyahidan Apa rahasia di balik ucapan dan seruan beliau? Mengapa dia membawa serta perempuan adan anak-anak bersamanya? Ini memperpajang masa penulisan sampai lebih dari lima tahun, dua tahun di antaranya sepenuhnya untuk proses penulisan. Meski kala itu saya belum menikah, penulisan buku tersebut memakan waktu sedemikian lama. Buat saya ini sangat lama karena tidak ada karya lain saya yang memakan waktu lebih dari dua tahun untuk merampungkannya."

Berbicara reaksi dan tanggapan setelah pencetakan bukunya itu, Bara mengatakan, “Tentu ini menuai berbagai reaksi; lebih dari yang Anda dapat bayangkan. Benar bahwa Syiah khususnya dan umat Muslim secara umum menerima buku itu dan saya tahu banyak orang yang mempertimbangkannya sebagai buku terbaik yang pernah ditulis tentang Imam Husein as, akan tetapi sebagian Muslim dan Kristen menolaknya.”

Sepuluh tahun setelah publikasi buku tersebut, saya terkejut dipanggil ke Kuwait, tempat saya biasa bekerja, untuk melalui investigasi. Saya dituding telah menentang Khalifah Muslim! Ketika hadir ke pengadilan, saya mengetahui bahwa gugatan itu diajukan oleh pemerintah Kuwait. Mereka keberatan pada bagian dalam buku itu yang menilai pemerintahan Khalifah Utsman bin Afan korup dan bahwa politik tersebut yang memberi kesempatan kepada Bani Umayyah berkuasa. Saya membela diri dengan menjelaskan bahwa saya mengutipnya dari buku-buku Muslim. Saya juga menyebutkan nama buku-buku tersebut yang banyak beredar dan dapat dijangkau di perpustakaan publik.

Kepada hakim saya berkata, “Anda meninggalkan 499 halaman yang memuji tokoh Islam mulai dari Nabi Muhammad Saw, Ali as, Fatimah sa, Hasan dan Husein as, serta hanya mengandalkan satu halaman yang Anda mengklaimnya menentang Utsman!” Singkat kata, hakim mewajibkan saya membayar denda 50 dinar Kuwait serta menyita dan melarang buku yang telah dicetak lebih dari tiga kali dalam katalog elektronik pada pameran buku, dan seperti yang Anda tahu, buku tersebut telah dibaca luas sebelum pelarangannya.

Ketika Antoine Bara ditanya apakah penulisan buku tersebut merupakan sebuah interpretasi keinginan khusus yang dimilikinya atau murni riset, dia mengatakan, “Kedua-duanya. Pada awalnya, menulis buku bertujuan ilmiah akan tetapi ketika sa semakin menyelami lebih dalam dan lebih luas tentang topik sejarah ini, tumbuh sebuah perasaan kebesaran Imam Husein as pada diri saya. Manusia ini telah mengorbankan dirinya untuk agama, prinsip-prinsip, dan menyelamatkan Muslim dari penyimpangan dari Islam guna memastikan berlanjutnya pesan dan penyampaiannya dari satu generasi ke generasi lain.”

“Jika dia tidak mengorbankan dirinya pada dimensi emosional tingkat tinggi itu, maka pengaruh dari pemeliharaan agama Islam, tidak sebesar yang dirasakan masyarakat ini. Buktinya adalah apa yang terjadi ketika para tahanan perang kembali ke Damasku; orang-orang Sunni, Syiah, dan Kristen melempari serdadu [Yazid] dengan batu karena mereka semua merasa terpengaruh. Peristiwa yang sama juga terjadi di Homs ketika masyarakat memukuli para serdadu dan tidak memberi mereka air, karena mereka telah mengharamkan air untuk keluarga Nabi Muhammad Saw.”

Buku Imam Husein di Ideologi Kristen
“Pada hakikatnya, prinsip-prinsip kemanusiaan dibangkitkan dalam revolusi Asyura. Ini yang mendorong saya terus untuk menulis buku yang telah melelahkan dan menimbulkan masalah buat saya, tanpa ada keuntungan pribadi lain bagi saya kecuali berkah dari Imam Husein as. Berkah yang saya maksud di sini adalah fakta bahwa buku tersebut telah diceak lebih dari 20 kali, tiga di antaranya oleh saya. Banyak pihak yang telah mencetak buku tersebut tanpa ijin akan tetapi saya tidak mempermasalahkannya, karena saya tidak menilai buku itu sebagai milik pribadi, sebaliknya buku itu adalah milik seluruh umat manusia sama seperti Imam Husein as adalah milik seluruh umat manusia.

Read 391 times