Sejarah Panjang Blokade Jalur Gaza

Rate this item
(0 votes)
Sejarah Panjang Blokade Jalur Gaza

 

Parlemen Republik Islam Iran dalam sebuah resolusi pada Januari 2010, menetapkan tanggal 29 Dey (19 Januari) sebagai Hari Gaza untuk mengenang perlawanan gigih warga gaza dalam perang 22 hari.

Jalur Gaza, Palestina memiliki luas 365 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 2 juta jiwa. Gaza memiliki 11 km perbatasan bersama dengan Mesir, 51 km perbatasan bersama dengan Palestina pendudukan, dan 40 km dengan pantai Laut Mediterania.

Gaza berada di bawah administrasi Mesir dari tahun 1948-1967, dan kemudian diduduki oleh rezim Zionis Israel dari tahun 1968-2005. Militer Israel menarik diri dari Gaza pada 2005 dan wilayah tersebut berada di bawah kendali Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas).

Rezim Zionis melakukan berbagai jenis kejahatan terhadap warga Gaza sejak 2005 sampai sekarang. Zionis memblokade Jalur Gaza secara total sejak 2006, dan memaksakan berbagai perang terhadap wilayah itu seperti perang tahun 2008, 2012, 2014, 2018, dan 2019.

Pada akhir 2008, rezim Zionis memulai sebuah perang baru dengan tujuan menghancurkan Hamas. Agresi ini dimulai pada 27 Desember 2008 dan berakhir pada 17 Januari 2009. Perang ini dikenal di Israel dengan nama "Operation Cast Lead," dan bangsa Arab menyebutnya sebagai Pembantaian Gaza atau Perang 22 Hari. Perang yang tidak berimbang ini membuat lebih dari 1.450 warga Palestina gugur syahid dan lebih dari 5.000 lainnya terluka.

Pada 2012, rezim Zionis memaksakan sebuah perang baru terhadap Gaza dan serangan mereka menggugurkan 163 orang Palestina dan melukai lebih dari 1.300 lainnya.

Israel kembali melancarkan serangan ke Gaza pada 8 Juli 2014 dan perang ini berlangsung selama 51 hari. Agresi ini membuat 2.158 warga Palestina gugur syahid dan lebih dari 11.000 lainnya cidera, infrastruktur Gaza hancur, dan kondisi kehidupan warga bertambah sulit.

Serangan rutin dan kilat rezim Zionis ke Gaza terus berlanjut setelah tahun 2014, namun perang empat hari pada Oktober 2018 menyebabkan kabinet Benjamin Netanyahu bubar, dan perang empat hari pada Mei 2019 menjadi salah satu penyebab kekalahan Netanyahu dalam pemilu parlemen Israel. Dalam serangan Mei 2019, sekitar 30 orang Palestina termasuk dua wanita dan satu bayi 14 bulan, gugur syahid dan 170 lainnya terluka.

Forum Nasional Keluarga Syuhada Palestina menyatakan bahwa 149 orang Palestina gugur syahid selama 2019, di mana 33 dari mereka adalah anak-anak. Berdasarkan laporan Forum ini, 112 orang Palestina gugur syahid di Jalur Gaza.

Selain agresi militer, rezim Zionis juga memberlakukan blokade penuh Gaza sejak 2006 dan kejahatan yang lebih buruk dari perang ini sudah berlangsung sekitar 14 tahun.

Ekonomi Gaza mengalami kerusakan parah akibat blokade, seperti yang diungkapkan oleh Jamal al-Khudhari, ketua Komite Nasional Anti Blokade Gaza. Dia mengatakan bahwa 2019 adalah tahun terburuk bagi ekonomi Gaza yang dikepung oleh Israel. Dampak blokade rezim Zionis dapat dirasakan di seluruh lini kehidupan warga. "Sutuasi di Gaza sangat memprihatinkan, khususnya di sektor ekonomi," ungkapnya.

Blokade Israel menjadikan para pelaku usaha tidak dapat menjalankan rumah produksi akibat terbatasanya pasokan barang mentah dari luar Gaza. Dengan alasan keamanan, rezim Zionis membatasi dan mengawasi secara ketat setiap barang yang masuk.

Al-Khudhari menyampaikan bahwa saat ini terdapat 2.500 warga Gaza berstatus sebagai pengangguran. Sedangkan angka kemiskinan bahkan mencapai 85 persen. Tingkat produksi turun 20 persen, karena blokade dan pergerakan impor dan ekspor terbatas. Dia juga menyatakan bahwa pabrik dan perusahaan di Gaza saat ini bekerja dengan kapasitas kurang dari 50 persen.

Menurut al-Khudhari, kerugian bulanan secara langsung dan tidak langsung di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan konstruksi di Gaza mencapai sekitar 100 juta dolar pada 2019. "Sampai sekarang 20 persen dari pabrik-pabrik yang hancur dalam perang 51 hari pada musim panas 2914, belum diperbaiki dan para pemiliknya benar-benar kesulitan," ujarnya.

Serikat Industri Palestina mengumumkan bahwa lebih dari 520 pabrik di Gaza ditutup pada 2019 karena blokade rezim Zionis dan ribuan orang kehilangan pekerjaannya. Kondisi ini telah menambah angka kemiskinan dan pengangguran di Gaza.

Ketua Serikat Industri Palestina, Muhammed al-Mansi mengatakan blokade Israel terhadap Gaza selama lebih dari 10 tahun telah meruntuhkan sektor industri di wilayah itu. "Daya beli di Gaza sangat rendah sehingga membuat pabrik-pabrik menghentikan produksinya. Industri tekstil dan sektor menjahit paling banyak mengalami kerugian dari penutupan pabrik, di mana ribuan orang bekerja di sektor ini sebelumnya," ungkapnya.

Blokade Gaza menyebabkan kekurangan obat-obatan yang parah dan kematian banyak pasien, mengancam risiko kematian bagi ribuan pasien, serta kekurangan bahan makanan. Sejauh ini banyak lembaga internasional termasuk PBB, memperingatkan bahwa berlanjutnya blokade Gaza oleh rezim Zionis, secara praktis mengubah wilayah tersebut sebagai tempat yang tidak dapat dihuni.

Selain perang dan blokade, rezim Zionis terus meneror para komandan Palestina, termasuk pembunuhan salah satu pemimpin Jihad Islam, Baha Abu al-Ata pada 12 November 2019.

Ada dua poin penting terkait dengan perkembangan Jalur Gaza. Pertama, rezim Zionis melakukan semua kejahatannya dengan dukungan langsung Amerika Serikat. Pemerintahan Donald Trump mendukung Israel lebih dari para penguasa AS lainnya, dan dukungan ini diberikan melalui proposal Kesepakatan Abad.

Dukungan terbaru AS adalah mengakui pembangunan pemukiman Zionis di Quds pendudukan. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi mengumumkan kebijakan Washington ini pada November 2019.

Dan kedua, meskipun adanya blokade Gaza, kekuatan pertahanan dan pencegahan kelompok-kelompok perlawanan Palestina meningkat secara signifikan. Dalam membalas agresi Israel pada Mei 2019, kelompok-kelompok perlawanan Palestina menembakkan 650 rudal ke wilayah pendudukan dalam empat hari.

Warga Gaza – meskipun menghadapi banyak kesulitan – memiliki tekad serius untuk melawan rezim Zionis, seperti pelaksanaan aksi pawai yang disebut "Hak Kepulangan" di Gaza. Kegiatan pawai sejauh ini telah menggugurkan 322 orang Palestina dan melukai lebih dari 31.000 lainnya.

Tidak diragukan lagi, jika kelompok-kelompok Palestina mengesampingkan perseteruan politik dan memperkuat persatuan mereka, maka kekuatan pencegahan kubu perlawanan akan meningkat berlipat ganda, sehingga rezim penjajah Israel tidak akan berani lagi menyerang Jalur Gaza. 

Read 748 times