Berhasilkah Upaya AS Perpanjang Sanksi Senjata Iran?

Rate this item
(0 votes)
Berhasilkah Upaya AS Perpanjang Sanksi Senjata Iran?

 

Meski ada kesepakatan JCPOA dan resolusi 2231 Dewan Keamanan, Amerika dengan dalih palsu mencitrakan pembatalan sanksi senjata Iran sebagai ancaman, mulai berpikir untuk mencegah pencabutan embargo ini.

Berdasarkan isi resolusi 2231 Dewan Keamanan, larangan yang berkaitan dengan penjualan sejata kepada Iran akan dicabut 18 Oktober 2020.

Menteri Pertahanan Republik Islam Iran Amir Hatami, Selasa (14/7/2020) saat merespon langkah pemerintah Amerika yang berusaha memperpanjang sanksi senjata terhadap Iran menekankan, upaya Washington untuk memperpanjang sanksi tidak akan membuahkan hasil.

Republik Islam Iran sejak awal kemenangan Revolusi Islam menghadapi embargo senjata yang ditujukan untuk merusak sistem pertahanan negara ini. Di langkah pertama, pemerintah Carter pasca penggerebekan sarang spionase oleh mahasiswa pengikut jalan Imam Khomeini, meratifikasi sanksi pertama larangan ekspor senjata ke Iran.

Kemudian pemerintah Reagen, selama perang delapan tahun Iran-Irak, menekan pemerintah lain untuk menolak menjual senjata kepada Iran. Sementara pemerintahan Bush, meratifikasi undang-undang pelarangan penjualan senjata canggih konvensional seperti rudal cruise dan pesawat anti radar kepada Iran.

Seiring dengan dimulainya sanksi nuklir, Uni Eropa pada tahun 2007 juga melarang penjualan senjata kepada Iran. Meski resolusi 2231 Dewan Keamanan diratifikasi di tahun 2015, DPR AS di tahun 2017 seraya meratifikasi undang-undang, melarang ekspor atau relokasi peralatan militer ke Iran. Namun selama 41 tahun lalu, Iran senantiasa bersandar pada kemampuan internalnya.

Dewan Atlantik, lembaga pemikir Amerika di bidang hubungan internasional di analisanya seraya mengisyaratkan potensi pencabutan sanksi senjata Iran menulis, Iran sebelumnya telah menunjukkan kemampuan di bidang pengembangan berbagai sistem di mana masalah ini sama halnya dengan berkurangnya kebutuhan impor barang mahal.

Kemampuan Iran telah terbukti dalam menjamin kebutuhan pertahanan dan defensifnya dengan memproduksi rudal balistik dan cruise serta drone selama beberap atahun terakhir.

Serangan rudal Iran ke pangkalan militer AS di Irak sebagai balasan atas teror terhadap Letjen Syahid Qasem Soleimani, komandan pasukan Quds IRGC termasuk kasus yang menunjukkan kemampuan militer Iran.

Seperti yang dinyatakan menhan Iran, balasan rudal IRGC telah menghancurkan hegemoni AS dan militer arogan serta membuktikan pertahanan dan kekuatan Iran kepada dunia.

Iran kini terlibat di konstelasi strategis keamanan dan militer di kawasan dengan menjalin kontrak kerja sama militer. Kontrak terbaru kerja sama Iran dan Suriah menunjukkan gerakan AS untuk memperpanjang sanksi senjata kepada Tehran tidak merusak strategi makro militer dan pertahanan Iran. Republik Islam mengingat pertimbangan keamanan dan strategis semakin sadar untuk memanfaatkan kemampuan defensifnya dalam koridor kepentingan nasional.

Sayid Amir Mousavi, pengamat isu Timur Tengah dan dirjen riset strategis serta hubungan internasional di Tehran seraya menjelaskan bahwa AS, Israel dan sejumlah negara Arab sangat kecewa dan tidak puas atas kontrak seperti ini antara Tehran dan Damaskus mengatakan, Iran dengan kontrak ini secara resmi mengalahkan undang-undang Cesar anti Suriah yang diratifikasi DPR AS.

Sejatinya harus dikatakan bahwa pemerintah Amerika saat ini melalui strateginya membatasi kemampuan pertahanan Iran, berusaha menunjukkan dirinya unggul dihadapan Iran dan memanfaatkan arus ini sebagai sebuah titik kesuksesan di kebijakan luar negeri kepada rival pemilu mendatang.

Statemen menhan Iran sebuah jawaban tegas atas halusinasi Amerika ini. Amir Hatami menegaskan, perpanjangan sanksi senjata kepada Iran sebuah ketamakan dan sikap bias serta negara-negara dunia tidak akan mengamini permintaan seperti ini dan juga tidak akan mengekor Washington.

Read 594 times