Motivasi Barat Memerangi Hijab Islami

Rate this item
(0 votes)
Motivasi Barat Memerangi Hijab Islami

 

Hijab adalah kata sakral dalam kamus agama Ilahi khususnya Islam sebagai agama langit terakhir. Hijab adalah sesuatu yang bersifat fitrah dan oleh karena itu, wanita di sepanjang sejarah umat manusia selalu menunjukkan kecenderungan untuk menggunakan hijab dan penutup aurat.

Di antara dampak pemakaian hijab adalah dapat menstabilkan kehidupan suami-istri, memberi kenyamanan dan keamanan kepada wanita, mencegah penyimpangan perilaku, dan menjaga keselamatan sosial serta ruang publik masyarakat. Selain itu, hijab merupakan faktor efektif untuk kenyamanan partisipasi kaum wanita di tengah masyarakat dan keaktifan mereka di berbagai ranah sosial.

Hijab telah menjadi isu penting budaya dalam satu dekade terakhir, di mana mempengaruhi sebagian besar interaksi sosial. Ketertarikan wanita di Barat untuk menggunakan hijab telah menjadi sebuah ancaman besar bagi kepentingan para politisi dan bahkan kaum kapitalis. Kebijakan melarang penggunaan hijab yang sedang marak di beberapa negara Barat, merupakan bukti nyata dari pengaruh besar penutup kepala tersebut.

Kaum imperialis dan kekuatan-kekuatan dunia menempuh berbagai cara untuk mengkampanyekan budaya Barat dan kehidupan telanjang. Mereka mengangkat slogan-slogan manis – seperti kebebasan, emansipasi wanita, dan hak asasi manusia – untuk mencapai tujuan jahatnya demi menyebarluaskan budaya vulgar. Sebagai contoh, imperialis Perancis berkesimpulan bahwa mereka harus menanggalkan penutup kepala kaum wanita untuk menguasai Aljazair. Inggris pada abad ke-18 juga menganggap penanggalan hijab wanita sebagai salah satu cara untuk menguasai negara-negara Islam.

Dalam satu abad terakhir di Iran, kaum imperialis juga melakukan banyak upaya untuk menanggalkan hijab wanita. Dalam hal ini, Reza Shah Pahlevi – setelah kunjungan ke Turki dan mempelajari metode untuk memerangi hijab di negara itu – menggunakan berbagai cara untuk memudarkan nilai-nilai agama, khususnya melawan hijab wanita. Ia ingin meniru kebijakan Kemal Ataturk di Turki. Oleh karena itu, Reza Shah pada tanggal 7 Januari 1936, secara resmi mengumumkan penanggalan hijab wanita di Iran. Dengan melaksanakan undang-undang larangan hijab, kebanyakan kaum Muslimah tidak bisa melangkahkan kaki mereka ke luar rumah dan mereka juga dilarang untuk terlibat dalam kegiatan sosial selama tidak menanggalkan penutup aurat. Rezim menempatkan petugas khusus di seluruh penjuru Iran untuk merazia wanita yang memakai hijab. Meski demikian, wanita Iran melakukan perlawanan dan akhirnya pada tahun 1941, Reza Shah meninggalkan Iran dan pelaksanaan undang-undang larangan hijab terhenti dengan sendirinya.  

Identitas dan kepribadian setiap individu secara umum dapat dibaca dari metode dan gaya hidupnya. Hijab dan busana menampilkan gaya hidup seorang wanita Muslimah dan model yang pantas untuk kehidupannya. Namun, mengapa kaum imperialis dan antek-antek mereka begitu takut dengan hijab Muslimah dan berupaya mati-matian untuk melawan hijab?

Dampak utama hijab adalah menghindari budaya telanjang dan memperkuat pondasi-pondasi keluarga di tengah masyarakat. Maraknya budaya telanjang di negara-negara Islam merupakan salah satu instrumen penting pihak asing untuk menjajah dan menguasai negara tersebut. Kaum imperialis terlebih dahulu akan menyerang nilai-nilai budaya sebuah bangsa sebelum mengeksploitasi kekayaan alam dan sumber daya manusia mereka. Barat menggerogotinegara-negara lain dari dalam untuk memuluskan program mereka menguasai sektor ekonomi dan politik negara tersebut.

Di negara-negara Islam, langkah jitu Barat adalah merampas identitas agama masyarakat, khususnya melunturkan atau menghapus hijab di tengah wanita. Dengan mempelajari sejarah Andalusia di Spanyol, Barat berhasil menguasai komunitas Muslim setelah memperlemah keyakinan dan mengkampanyekan budaya telanjang serta kerusakan moral di tengah mereka. Sejak dulu hingga sekarang, perang melawan hijab dengan tujuan menghapus identitas wanita Muslim senantiasa diadopsi oleh negara-negara tertentu. Kaum imperialis ingin memanfaatkan wanita untuk mendukung tujuan-tujuan mereka di dunia. Popularisasi budaya telanjang dan perusakan masyarakat Islam, termasuk di antara tujuan-tujuan kaum imperialis. Mereka menggunakan antek-anteknya di negara-negara Islam sebagai alat untuk meracuni budaya nasional dan nilai-nilai agama sebuah bangsa.

Mengenai hal itu, agen veteran Inggris, Mr.Humphrey mengatakan, “Dalam masalah penghapusan hijab wanita, kita harus melakukan usaha luar biasa sehingga wanita Muslim terdorong untuk melepas hijab dan jilbab mereka… setelah kita melucuti mereka, kita harus mendorong para pemuda untuk mengikuti langkah wanita sehingga tersebar kerusakan di tengah umat Islam.”

Di antara alasan lain pelarangan hijab di negara-negara Barat karena wanita dianggap sebagai komoditas seksual dan barang yang diperjual-belikan untuk melayani lelaki hidung belang. Barat dengan alasan kebebasan wanita, menyeret mereka ke lembah hitam dan mengkampanyekan pakaian-pakaian seksi, yang menampilkan aurat dan lekuk tubuh. Pada dasarnya, orang-orang Barat terjerumus ke dalam sikap yang tidak proporsional (ifrat dan tafrit) berkenaan dengan karakter wanita dan sikap masyarakat terhadap kaum hawa. Mereka sebenarnya tidak mengakui adanya kesetaraan atau keseimbangan dalam memandang kaum wanita. Slogan-slogan mereka absurd dan nonsen belaka.

Langkah lain yang diambil Barat untuk menghapus hijab adalah mendistorsi nilai-nilai. Musuh memahami bahwa perang dengan negara-negara Islam penentang Barat tidak akan efektif, karena mereka akan melawannya dengan kekuatan iman. Pada akhirnya, Barat memilih perang lunak yaitu memperlemah dan merusak jiwa, keimanan, dan keyakinan masyarakat. Jelas bahwa salah satu strategi penting perang lunak adalah mengkampanyekan budaya telanjang dan dekadensi moral di tengah para pemuda. Penulis kontroversial Perancis, Michel Houellebecq mengatakan, “Perang terhadap Islamisasi akan sia-sia dengan membunuh Muslim, kita akan mencapai kemenangan itu hanya dengan merusak moral mereka. Oleh sebab itu, kita harus mengkampanyekan rok pendek ketimbang menjatuhkan bom di kepala mereka.”

Hijab telah menjadi target serangan kaum imperialis sejak mereka menjajah negara-negara Islam, sebab hijab wanita Muslim adalah salah satu faktor untuk melestarikan independensi identitas Islam dan mempertehankan ciri khas agama tersebut. Pemerintah-pemerintah Barat memahami bahwa hijab merupakan perisai dan pelindung bagi kaum wanita dan untuk itu, hijab harus dilucuti untuk memudahkan langkah-langkah berikutnya.

Dalam dua bukunya,‘Hijab' dan ‘Nezam-e Hoquq-e Zan dar Islam' (Sistem Hukum Perempuan dalam Islam), Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari menjelaskan pandangan Islam yang sebenarnya dalam masalah wanita dan partisipasi mereka di tengah masyarakat. Beliau menyoal teori dan pandangan Barat yang cenderung melecehkan wanita dan menistakan hak-hak kaum Hawa. Muthahhari menegaskan bahwa partisipasi terbaik wanita di tengah masyarakat mesti dilakukan dengan menjaga kesopanan berpakaian dan jilbab. Sebab, jilbab menjaga batas-batas kehormatan kaum wanita dan melindungi masyarakat dari penyimpangan moral.

Pada dasarnya, hijab adalah ketentuan wanita muslimah yang paling dibenci Barat karena bertolak belakang dengan budaya mereka. Orang-orang Eropa merasa bahwa segala hasil pemikiran mereka harus diterima oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Mereka terobsesi membumikan trend wanita Eropa yang identik dengan modisme, hedonisme, kosmetisme dan keterpurukan wanita sebagai obyek seksualisme. Mereka ingin semua itu dimainkan oleh kaum wanita sendiri. Mereka berteriak kencang ketika obsesi itu mendapat perlawanan. Barat pantang bersikap toleran terhadap segala sesuatu yang menyalahi prinsip-prinsip mereka.

Hingga sekarang, Barat menebar segudang klaim kemanusiaan untuk memerangi tradisi hijab, menerapkan pergaulan bebas dengan anggapan bahwa ini adalah satu penghormatan bagi kaum wanita. Dalam beberapa tahun terakhir ini, upaya memerangi hijab terlihat gencar di Eropa, terutama Perancis dan Jerman. Barat selalu berusaha menekan habis-habisan setiap budaya non-Barat yang hendak menunjukkan eksistensinya.

Read 557 times