Islamophobia di Barat (15)

Rate this item
(0 votes)
Islamophobia di Barat (15)

 

Fenomena Islamophobia dan sentimen anti-Muslim di Barat meningkat seiring dengan aktifnya masyarakat Muslim dalam mengutuk kekerasan, radikalisme, dan terorisme.

Surat kabar The Independent Inggris dalam sebuah laporan pada 9 Oktober 2017 menulis, "Kejahatan kebencian yang menargetkan masjid-masjid di Inggris meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 2016 dan 2017. Pihak kepolisian mencatat 110 kejahatan rasial yang ditujukan ke tempat-tempat ibadah Muslim antara Maret dan Juli 2017, atau naik dari 47 kasus pada periode yang sama tahun 2016."

Pelecehan rasial, tindakan vandalisme di masjid-masjid, dan ancaman bom banyak ditemukan di antara kasus kejahatan kebencian yang dilaporkan. Di antara kejahatan tersebut adalah pelemparan kaca jendela masjid-masjid, perusakan mobil yang diparkir di luar masjid, dan grafiti pelecehan, serangan fisik terhadap jemaah saat masuk/keluar dari masjid, dua kasus pembakaran, dan dua kasus pelemparan daging babi di pintu masjid.

Menteri Bayangan Dalam Negeri Inggris, Diane Abbott menyebut angka-angka itu "sangat meresahkan." Dia mengatakan, "Serangan terhadap kelompok agama atau minoritas mana pun sangat buruk. Serangan anti-Muslim ini akan dikutuk oleh semua orang baik."

Fiyaz Mughal, Direktur Faith Matters yang bekerja untuk meningkatkan kohesi masyarakat, menuturkan kepada The Independent bahwa sangat penting untuk mengakui bahwa terorisme adalah faktor pemicu di balik meningkatnya serangan terhadap masjid.

Menurutnya, perusahaan media sosial harus meningkatkan dan menerima tanggung jawab atas ujaran kebencian yang dibiarkan menyebar secara online. "Kami telah melihat peningkatan ekstremisme anti-Muslim dan aktivitas sayap kanan secara online di Inggris," ujar Fiyaz Mughal.

Berdasarkan data polisi Inggris, menyusul setiap serangan teroris, jumlah serangan terhadap masjid di Inggris juga meningkat. Dengan kata lain, kelompok takfiri dan teroris seperti Daesh – dengan aksi terornya – telah membuka jalan yang lebih efektif bagi serangan terhadap masjid-masjid dan pusat kegiatan umat Islam.

Tentu saja, dalam beberapa tahun terakhir, kaum Muslim juga berusaha untuk menyampaikan pesan hakiki ajaran Islam, yang menyerukan perdamaian, kemanusiaan, dan keadilan kepada masyarakat Barat. Pada 29 Maret 2017, masyarakat Muslim London menggelar aksi solidaritas untuk korban teror serta mengecam radikalisme dan kekerasan.

Pada 18 Maret 2017, ribuan orang turun ke jalan-jalan di London untuk memprotes meningkatnya sentimen Islamophobia, rasisme, dan gerakan anti-imigran di Inggris. Aksi ini diselenggarakan oleh kelompok kampanye Inggris, Stand Up to Racism, sebagai bagian dari rangkaian aksi unjuk rasa yang berlangsung di seluruh Eropa untuk memperingati Hari Anti-Rasisme Internasional.

Perlu dicatat bahwa kaum Muslim tidak tinggal diam dalam menanggapi meningkatnya sentimen Islamophobia. Mereka menggunakan berbagai kesempatan untuk memperkenalkan ajaran Islam murni.

Akar pemikiran radikal para teroris takfiri seperti Daesh, bersumber dari kesalahan interpretasi tentang ajaran Islam atau memang sebuah aksi sengaja yang bertujuan merusak citra Islam.

Berbeda dengan ideologi radikal kelompok-kelompok teroris, Islam adalah agama jihad melawan pemerintahan despotik dan tirani, Islam adalah agama untuk membela orang-orang yang tertindas.

Pesan Islam adalah monoteisme, kebebasan, dan keadilan. Kebangkitan Imam Husein as melawan pemerintahan Yazid juga berlandaskan pada nilai-nilai tersebut. Dia bangkit dengan tujuan menghidupkan kembali ajaran Rasulullah Saw yang telah diselewengkan.

Saat ini Islam dan masyarakat Muslim juga sedang menghadapi fenomena radikalisme dan kekerasan. Para radikalis dan teroris telah merusak citra Islam dengan cara mendistorsi ajaran Islam sesuai dengan ambisi mereka.

Sayangnya, pemerintah dan media-media Barat memanfaatkan kejahatan yang dilakukan oleh kelompok teroris sebagai peluang untuk memperkenalkan Islam sebagai agama kekerasan.

Untuk melawan propaganda miring dan sentimen anti-Muslim, masyarakat Muslim di Barat memperkuat persatuan mereka dan menggelar berbagai kegiatan keagamaan demi memperkenalkan Islam yang hakiki kepada dunia.

Di Hari Asyura, hampir semua ibu kota dan kota-kota besar Eropa menyaksikan kehadiran masyarakat Muslim untuk memperingati hari duka untuk Imam Husein as. Kebangkitan Imam Husein tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, dan pesannya adalah untuk seluruh dunia dan untuk semua periode sejarah.

Kebangkitan Imam Husein as terus dikenang sepanjang masa, karena ia membawa pesan universal bagi semua bangsa-bangsa dunia. Kebangkitan yang dilakukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran ini, telah menjadi sumber inspirasi di sepanjang sejarah.

Seorang pakar Islam dan pemikir Kristen asal Irlandia, Chris Hewer dalam sebuah komentarnya berbicara tentang peristiwa Karbala dan keagungan pengorbanan Imam Husein.

"Jika kita ingin memahami makna Karbala, kita harus melihatnya keluar dari konteks Karbala, keluar dari konteks wilayah Irak, dan dari konteks Syiah atau Muslim, kita harus melihatnya sebagai bagian dari sejarah umat manusia. Sebagai sebuah komunitas, kita memiliki sejarah, kita bukan generasi pertama umat manusia, dan kita bisa melihat ke masa lalu dan bagaimana manusia lain menjalani kehidupannya. Kita bisa belajar dari mereka, dan cara pandang seperti ini dapat menjadi pelajaran dan peringatan bagi kita," jelasnya.

Chris Hewer menambahkan, "Pasukan lawan telah melakukan perbuatan yang mengerikan, namun dalam situasi itu, Imam Husein memberikan respon dengan cara yang indah dan mulia. Hal ini mendorong saya – sebagai seorang Kristen – juga ingin mengambil pelajaran darinya dengan mengingat peristiwa Karbala. Semua orang menerima bahwa Yazid adalah contoh dari seorang Muslim yang sangat buruk dan pemimpin yang sangat buruk. Dia secara terang-terangan melanggar perintah Allah dan secara terbuka melecehkan hukum-hukum Islam. Ini adalah krisis kepemimpinan dan di sini Anda perlu memutuskan bagaimana Anda akan merespons ketidakadilan dan tirani."

Pemikir Kristen ini lebih lanjut menuturkan, "Kita memiliki hadis Nabi (Muhammad Saw) yang memungkinkan kita untuk memahami pentingnya masalah ini. Pada satu kesempatan, beliau berkata bahwa jihad terbesar adalah mengucapkan kebenaran di hadapan seorang tiran. Ini adalah tantangan terberat bagi manusia untuk bangkit melawan seorang tiran dan tidak menyerah."

"Inilah yang terlintas dalam pikiran Husein as di Madinah, dia tahu bahwa dalam waktu singkat dia akan dihadapkan pada permintaan untuk membai'at kepada Yazid. Dia tahu bahwa Yazid sama sekali tidak layak untuk memimpin umat dan di sini sebuah peristiwa dramatis akan terjadi di tengah masyarakat Muslim. Pembunuhan cucu nabi dan sahabatnya terjadi bahkan belum 50 tahun dari wafatnya nabi," ungkapnya.

Chris Hewer mengatakan, "Malam sebelum pertempuran, Imam Husein mengumpulkan para sahabatnya dan berkata kepada mereka, 'Besok kita akan diserang, mereka hanya menginginkanku, silahkan kalian pergi dari tempat ini, tetapi para sahabat Husein menjawab, 'Kami tidak akan pergi, kami akan tetap di sini, kami akan mati bersamamu.' Di sini, kita melihat sebuah dimensi manusiawi yang besar yaitu, 'Apa yang Anda lakukan jika Anda adalah pembela orang yang jujur, mulia, dan adil yang sedang menghadapi ketidakadilan? Apakah Anda akan membelanya bahkan dengan mengorbankan hidup Anda sendiri? Atau apakah Anda lari untuk menyelamatkan diri?'" 

Read 554 times