Islamophobia di Barat (24)

Rate this item
(0 votes)
Islamophobia di Barat (24)

 

Salah satu titik kampanye Islamophobia dan penyebaran sentimen anti-Muslim di benua Eropa dan negara-negara Barat adalah Inggris. Negara ini memiliki sejarah panjang propaganda anti-Muslim dan penyebaran Islamophobia.

Salman Rushdie, warga Inggris keturunan India adalah salah satu pelopor gerakan Islamophobia di Eropa. Dengan menulis buku "The Satanic Verse" yang menghina Islam dan Nabi Muhammad Saw, ia telah meluncurkan gelombang baru Islamophobia di dunia.

Penerbitan buku ini memicu kemarahan 1,5 miliar Muslim di dunia dan mengundang protes di seluruh dunia terhadap Salman Rushdie. Dengan dalih kebebasan berekspresi, negara-negara Barat juga mendukung penghinaan terhadap al-Quran dan Nabi Muhammad Saw.

Kampanye Islamophobia terus digemakan oleh pemerintah dan media-media Barat selama tiga dekade terakhir. Sekretaris Jenderal Dewan Muslim Inggris, Harun Khan dalam wawancara dengan televisi Jepang, NHK pada Desember 2017 lalu, menyinggung tentang gelombang Islamophobia di Inggris.

"Banyak konten tentang masyarakat Muslim yang diterbitkan media-media Inggris telah menyebabkan menguatnya Islamophobia," ujarnya.

Dalam wawancara itu, Harun Khan berbicara tentang upaya Muslim Inggris untuk memperkenalkan wajah Islam yang sebenarnya dan ia dengan keras mengutuk tindakan teroris atas nama Islam.

Aktivis Muslim Inggris ini menyerukan diakhirinya diskriminasi terhadap warga Muslim dan mengatakan, "Kami adalah kelompok minoritas kecil di Inggris, dan sangat penting bagi kami untuk menunjukkan bahwa kami sama seperti orang lain sebagai warga negara, seperti orang yang menjalani kehidupan sehari-hari, dan satu-satunya perbedaan adalah keyakinan kami."

Seiring meningkatnya aksi dan ancaman teroris di Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, kasus serangan rasis dan kebencian terhadap Muslim juga mencatat kenaikan. Salah satu tempat yang menjadi sasaran serangan kebencian di Eropa adalah masjid.

Dalam menanggapi serangan ini, masyarakat Muslim Eropa melaksanakan kegiatan Hari Pintu Masjid Terbuka untuk memperkenalkan agama Islam kepada non-Muslim dan orang-orang yang ingin mengenal Islam sejati.


Harun Khan menuturkan, "Yang kami inginkan adalah memberikan identitas nasional kepada masjid di Inggris. Kami telah membuat sebuah situs web dalam hal ini. Berdasarkan statistik yang kami terima, 450.000 orang mencari informasi tentang masjid di situs web ini. Mereka ingin berkunjung ke masjid.

Pandangan banyak orang di Inggris tentang masjid sepenuhnya negatif, dan ini disebabkan oleh informasi yang diterbitkan di media-media. Pembuatan situs web khusus masjid memberikan sebuah kesempatan bagi masyarakat untuk melihat realitas. Mereka dapat melihat bahwa tidak ada aksi teroris atau ekstremis di dalam masjid. Kami menyambut semua orang di masjid-masjid."

Mengenai serangan teroris di Inggris, Harun Khan menegaskan, "Dewan Muslim Inggris secara terbuka mengutuk terorisme apakah itu menyerang Muslim atau non-Muslim. Sebenarnya, para teroris tidak membedakan antara siapa yang mereka serang, jadi itu adalah serampangan."

"Mengulangi kalimat-kalimat 'Teroris Muslim' atau 'Teroris Islam' di media akan menciptakan masalah. Peran saya adalah berkata bahwa tindakan ini salah. Mereka (para teroris) tidak mewakili agama saya, jadi sangat penting bagi kami untuk berbicara di waktu yang tepat dan mengatakan hal-hal yang benar," jelasnya.

Harun Khan lebih lanjut menuturkan, "Islamophobia selalu tumbuh dan menyebar di Inggris selama bertahun-tahun. Orang-orang bodoh akan terpengaruh dengan konten yang tersebar di media sosial dan kemudian menyerang masjid-masjid. Kami melihat kaca jendela masjid yang pecah, kami menyaksikan jilbab wanita yang ditarik, kami bahkan menyaksikan pembunuhan orang-orang. Tindakan ini dipicu oleh informasi keliru media tentang Muslim."

Meskipun warga Muslim Inggris dan negara Eropa lainnya telah melakukan upaya untuk memperkenalkan Islam hakiki, namun kampanye Islamophobia juga kian gencar dilakukan.

Salman Rushdie.
Politisi anti-Islam asal Belanda, Geert Wilders meminta negara-negara Eropa untuk mengadopsi larangan perjalanan gaya Donald Trump untuk melawan gelombang Islamisasi yang melanda benua itu.

Dia juga mendesak Eropa untuk meniru taktik Australia dalam mengembalikan kapal yang membawa imigran dan membangun tembok perbatasan baru, sebagaimana Trump telah berjanji akan melakukan hal itu di sepanjang perbatasan AS dengan Meksiko.

"Kita harus mengadopsi strategi yang sama sekali baru. Kita harus memiliki keberanian untuk membatasi imigrasi legal alih-alih melonggarkannya, bahkan jika kita terkadang harus membangun tembok,” tegas Wilders dalam pertemuan dengan partai-partai ekstrem kanan dan anti-Islam Eropa pada Desember 2017 lalu di Praha, Republik Ceko.

Kubu ekstrem kanan di Eropa telah berubah menjadi kekuatan politik yang tangguh. Setelah pamor partai-partai kiri dan kanan-tengah Eropa mulai redup, sayap ekstrem kanan mendapat momentum untuk menunjukkan kekuatan mereka di negara-negara Eropa.

Setelah Perang Dunia II, tongkat kekuasaan di negara-negara Eropa digilir di antara kelompok kanan dan kiri-tengah. Di Jerman misalnya, lebih dari 80 persen suara dibagi antara partai-partai kanan dan kiri-tengah. Fenomena serupa juga terlihat di Prancis dan negara-negara Eropa lainnya.

Namun, pemilu yang digelar di Eropa dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah konstelasi politik secara drastis. Dalam pemilu Jerman pada September 2017, dua partai besar kiri dan kanan-tengah, Partai Kristen Demokrat (CDU) dan Partai Kristen Sosialis (CSU) memenangkan total hanya 54 persen suara.

Pada pemilu presiden Prancis, kandidat presiden dari sayap kanan dan kiri-tengah untuk pertama kalinya di Republik Prancis, tidak bisa maju ke putaran kedua karena tingkat dukungan yang rendah. Francois Hollande dari Partai Sosialis (PS) menjadi presiden petahana pertama Republik Kelima Prancis yang tidak maju untuk periode kedua.

Pada pemilu parlemen Austria, kubu ekstrem kanan, Partai Kebebasan Austria memperoleh posisi kedua di parlemen dan membentuk pemerintahan koalisi dengan partai kanan-tengah. Demikian pula di Republik Ceko, partai-partai ekstrem kanan telah mengambil alih kekuasaan.

Partai-partai tersebut mengadopsi sentimen anti-Muslim dan serangan terhadap Islam. Mereka menganggap imigran Muslim sebagai ancaman bagi komunitasnya dan menuntut pengusiran imigran dan larangan masuk bagi mereka ke Eropa.

Berkuasanya kubu ekstrem kanan di negara-negara Eropa telah mengundang kekhawatiran warga Muslim di benua itu, karena kehadiran mereka di lingkaran kekuasaan akan memperkuat sentimen anti-Muslim di Eropa. (

Read 622 times