Print this page

Mengapa Penguasa Lalim Takut dengan Arbain Huseini?

Rate this item
(0 votes)
Mengapa Penguasa Lalim Takut dengan Arbain Huseini?

 

Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah dalam pidatonya memperingati Arbain pada Rabu (7/10/2020) malam mengatakan, acara ini selalu ada sepanjang sejarah, namun pada zaman modern, rezim Saddam Irak melarang peringatan Arbain dan tidak mengizinkan warga Syiah untuk melakukan Pawai Arbain, bahkan pada beberapa tahun, rezim ini menarget para peziarah Imam Husein as dengan pesawat dan helikopter.

Lalu mengapa penguasa lalim dan kekuatan-kekuatan dunia takut dengan peringatan Arbain? Ada beberapa alasan terkait hal ini. Di antaranya adalah dimensi religius dari Arbain Huseini ini.

Imam Husein as bangkit di Karbala untuk melindungi kemurnian agama Islam dan membebaskan agama  ini dari tangan orang-orang munafik yang menggunakannya hanya sebagai alat untuk meraih kepentingannya. Imam Husein as bersama keluarga dan sahabatnya bangkit melawan kezaliman yang telah parah di masa itu.

Syahid Murteza Mutahhari dalam bukunya Epik Huseini  menulis, efek terbesar dari tragedi Karbala adalah lenyapnya selubung kemunafikan, dan terpisahnya secara praktis pemerintahan monarki dari agama.

Bani Umayyah berusaha menggunakan agama sebagai alat untuk memerintah masyarakat tanpa mengikuti prinsip-prinsip dasar agama. Di dunia saat ini, rezim Al Saud mengklaim sebagai pemimpin dunia Islam dan menganggap dirinya sebagai penjaga dua tempat suci Islam, namun dalam praktiknya, rezim ini memerangi negara Muslim Yaman yang telah berlangsung selama sekitar 6 tahun. Pasukan rezim tersebut juga membunuh dan melukai ratusan ribu warga Yaman dan membuat jutaan orang mengungsi. Apa yang dilakukan rezim Al Saud ini adalah sejalan dengan kepentingan musuh-musuh Islam .

Model Islam yang dipraktikkan Al Saud dan didukung oleh kekuatan-kekuatan Barat pimpinan Amerika Serikat, adalah contoh dari "Islam sekuler", istilah kontradiktif yang berusaha "menurunkan" Islam dari nilai-nilainya. Pendukung Islam sekuler bergerak menuju normalisasi hubungan dengan rezim Zionis Israel, padahal rezim ini tidak menahan diri dari kejahatan apapun terhadap negara Muslim Palestina.

Sebaliknya, Arbain Huseini adalah salah satu tanda nyata dari Islam murni dan Islam Muhammadi, yaitu Islam yang menekankan solidaritas, altruisme, perdamaian dan martabat manusia lintas batas, di mana ini hadir dalam acara Arbain Huseini.

Oleh karena itu, Arbain Huseini adalah contoh konfrontasi antara Islam murni dan Islam sekuler yang didukung oleh Barat, dan oleh karena itu, pihak yang berlawanan dengan Islam murni ini takut pada peringatan Arbain yang dihadiri oleh jutaan orang.

Dimensi lainnya adalah bahwa Arbain adalah untuk mempertahankan identitas politik Asyura Huseini. Asyura Huseini adalah peristiwa multidimensi yang memiliki dimensi politik yang kuat. "Kewilayahan" dan anti-penindasan adalah dua pesan politik utama dari Asyura Huseini.

72 sahabat Imam Husein as memahami bahwa mereka akan syahid dalam menghadapi puluhan ribu pasukan Yazid, tetapi mereka mengikuti logika Huseini untuk menghadapi para pengikut Yazid, dan ini adalah puncak dari "Kewilayahan". Logika politik Asyura adalah anti-penindasan dan perlawanan terhadap tiran.

Wakil Bi'tsah Rahbari untuk Irak Hujjatul Islam wal Muslimin Najaf Najafi Rouhani mengatakan, budaya Asyura memperkuat perlawanan. Budaya Asyura inilah yang menginspirasi perlawanan dalam Perang Pertahanan Suci (perlawanan rakyat Iran menghadapi serangan militer rezim Baath Irak selama delapan tahun). Budaya inilah yang membuat Hizbullah menang di Lebanon, dan budaya ini pula lah yang telah menimbulkan perlawanan di kawasan Asia Barat terhadap penindasan.

Saat ini, para penentang Poros Perlawanan di kawasan Asia Barat menilai bahwa penguatan poros ini dan perubahan keseimbangan kekuatan yang menguntungkan Poros Perlawanan disebabkan oleh pesan dan ajaran Asyura dan ritual Arbain. Oleh karena itu,  pelemahan Arbain diupayakan dalam bentuk perang media yang lunak dan perpecahan antarnegara, khususnya antara Republik Islam Iran dan Irak.

Read 612 times