Print this page

Apakah Senjata Nuklir Dapat Digunakan untuk Mempertahankan Republik Islam?

Rate this item
(1 Vote)
Apakah Senjata Nuklir Dapat Digunakan untuk Mempertahankan Republik Islam?

 

Berdasarkan perkatakan Imam Khomeini ra, mempertahankan Republik Islam adalah suatu kewajiban yang paling penting dan harus didahulukan di atas semua sub hukum Islam yang lain. Kini muncul pertanyaan, jika dalam keadaan darurat dan demi mempertahankan Republik Islam, tidakkah senjata nuklir diperlukan? Dalam kondisi seperti itu, sejauh mana fatwa keharamannya memiliki kewenangan?

Mempertahankan pemerintahan Islam merupakan kewajiban agama yang paling penting dan salah satu hal yang paling mendasar dalam fiqih politik. Jika suatu ketika kita dihadapkan pada dua pilihan antara mempertahankan pemerintahan Islam dan mempertahankan sebagian hukum Islam, maka tidak diragukan lagi, menjaga pemerintahan Islam harus didahulukan. Hal itu sebagaimana perkataan Imam Khomeini ra bahwa mempertahankan pemerintahan Islam merupakan kewajiban yang paling penting (Shahifah Nur, jilid 15, halaman 250).

Imam Khomeini meyakini bahwa pemerintahan Islam adalah cabang dari “wilayah mutlak” Rasulullah Saw dan salah satu hukum mendasar dalam Islam, di mana harus didahulukan dari semua sub hukum lainnya seperti shalat, puasa dan haji.  

Baru-baru ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam berbagai pernyataannya telah menfatwakan bahwa memiliki senjata nuklir hukumnya haram. Kini pertanyaannya adalah jika kondisi internasional dan regional menyebabkan pemerintah merasa perlu untuk memproduksi senjata inkonvensional demi menjaga eksistensinya dan dalam ini juga mampu untuk membuatnya, apakah pemerintah akan melakukan hal yang bertentangan dengan hukum tersebut dan tetap pada komitmen terhadap perjanjiannya? Atau dalam situasi seperti itu, dibolehkan memproduksi senjata nuklir untuk mempertahankan pemerintahan?

Terkait hal tersebut, kita akan mewancarai Hujjatul Islam Doktor Hasan Ali Salmaniyan, anggota tim ahli lembaga riset pemikiran politik Islam dan lulusan bidang fiqih serta Ph.D. bidang Dasar-dasar Teoritis Islam.

Mempertahankan dan menjaga Republik Islam merupakan kewajiban yang paling penting, apa maknanya dan bagaimana pandangan Imam Khomeini ra terkait hal ini?

Terkait hal itu, saya harus memberikan beberapa pendahuluan, sehingga maksud dari mempertahankan pemeritahan akan menjadi jelas. Sebab, jika prinsip-prinsipnya tidak jelas, maka pedoman dan prosedur pemerintahan, dengan kata lain, pembahasan politik pemerintahan tidak akan dapat dipahami.

Jika kita ingin menjelaskan prinsip itu, terlebih dahulu kita harus membahas tema ini bahwa mengapa Allah Swt menciptakan manusia. Mungkin pertanyaan ini dianggap sangat jauh dari pembahasan, tetapi kalau kita tidak dapat menjawab masalah ini, maka kita tidak akan dapat sampai pada masalah-masalah tersebut. Dalam penjelasan Imam Khomeini ra dan berbagai tema yang beliau terangkan, menyebutkan bahwa manusia diciptakan Allah Swt supaya meraih kesempurnaan. Sebenarnya, tujuan penciptaan manusia adalah supaya mencapai kesempurnaan.

Untuk sampai kepada kesempurnaan, harus mengenal Tuhan terlebih dahulu dan untuk mengenal-Nya, dengan akal saja tidaklah cukup. Oleh karena itu, syariat harus membantu akal, sehingga dengan mengamalkannya, manusia akan mengenal Tuhan dan meraih puncak kesempurnaan. Sedangkan untuk mengamalkan syariat, tidak ada jalan lain kecuali mendirikan pemerintahan Islam. Ketika pemerintahan Islam tidak terealisasi, maka pelaksanaan hukum-hukum Allah Swt sulit dilakukan, walaupun tidak sampai pada tahap mustahil. Oleh sebab itu, penegakkan pemerintahan Islam adalah alat yang paling baik dan mungkin satu-satunya alat yang dapat membantu mengarahkan seluruh masyarakat untuk mencapai kesempurnaan.     

Tentunya, jika pemeritahan agama tidak ada, maka yang ada adalah pemerintahan non-agama dan pemerintahan seperti itu tidak memiliki komitmen untuk melaksanakan hukum-hukum Islam, bahkan mungkin justru menentang Islam. Oleh karena itu, hanya pemerintahan agama yang dapat menggerakkan roda pemerintahan demi terlaksananya hukum-hukum Islam.

Dengan mengacu bahwa kita menginginkan pemerintahan yang menjalankan perintah agama, maka muncul pembahasaan terkait sistem pemerintahan. Masalah sistem dibahas sebelum dan sesudah terbentuknya pemerintahan. Satu poin yang sering tidak diperhatikan oleh banyak pihak adalah mereka berpikir bahwa mempertahankan pemerintahan hanya berhubungan dengan pasca terbentuknya pemerintahan itu, padahal tidak demikian.

Untuk menjelaskan hal tersebut, saya akan menyinggung tentang para marji dan ulama sebelum Imam Khomeini ra yang sebenarnya menerima pemerintahan agama, namun mereka tidak mendirikannya atau terkadang pada periode tertentu (seperti pada masa Dinasti Safawi) ulama-ulama bekerjasama dengan pemerintah karena  ingin mempertahankan pemerintahan tersebut. Pada kenyataannya, masyakarat Islam harus dijaga sehingga Islam mampu melanjutkan misinya.

Sebelum dibentuknya pemerintahan, para ulama juga berupaya menjaga komunitas Islam. Sebagai contohnya, orang-orang sebelum Imam Khomeini ra tidak melakukan revolusi, karena mereka meyakini bahwa jika melakukan langkah tersebut, maka komunitas Islam yang ada di masa itu akan dihancurkan oleh pemerintah Reza Khan yang otoriter. Atas dasar itu, mereka mengatakan, mempertahankan pemerintahan adalah wajib, yaitu komunitas Islam harus dijaga. Mereka menganggap bahwa segala bentuk langkah revolusi akan menghancurkan Islam dan kaum muslimin.

Namun, Imam Khomeini ra berdasarkan kesimpulan dari apa yang dijelaskan beliau, merasa bahwa pemerintahan Mohammad Reza Pahlavi lebih buruk dibanding masa Reza Shah. Sehingga, segala bentuk kerjasama dan bahkan kebungkaman akan menyebabkan kehancuran Islam. Imam Khomeini ra meyakini bahwa pada masa itu kita harus melakukan revolusi, bahkan beliau menjelaskan bahwa jika seseorang mengerjakan shalat malam dan dahinya kapalan, tetapi tidak menerima revolusi ini, maka tempatnya di dasar neraka. Beliau meyakini bahwa revolusi harus dilakukan dan pemerintahan Islam harus dibentuk.

Oleh sebab itu, Imam Khomeini ra memulai gerakan revolusinya dan beliau komitmen dengan prinsipnya. Allah Swt menciptakan manusia untuk mencapai kesempurnaan. Atas dasar itu, jika revolusi dicetuskan, maka revolusi itu harus menyeluruh ke tingkat internasional dan tidak terbatas di Iran saja. Sebelum revolusi, Imam Khomeini ra berulangkali mengatakan bahwa tujuan kita adalah menerapkan prinsip keinginan Allah Swt, yaitu kita harus berusaha supaya dunia bergerak ke arah Islam. Beliau menambahkan, gerakan ini bertujuan supaya hukum-hukum Allah Swt dapat diterapkan di dunia, dan hal itu akan terwujud jika hukum setan dilenyapkan.

Prinsip revolusi adalah supaya keinginan Allah Swt yaitu sampainya manusia kepada kesempurnaan terealisasi. Kita memerlukan pemerintahan Islam supaya hukum Allah Swt dapat diterapkan di dunia. Oleh sebab itu, revolusi Islam mempunyai slogan Ketuhanan dan mendunia. Dunia internasional menyadari bahwa revolusi yang dicetuskan Imam Khomeini ra tidak terbatas di Iran saja. Oleh karenya, sejak kemenangan revolusi Islam di Iran, negara-negara arogan dunia memusuhi Iran.

Imam Khomeini ra mengatakan, jika kita memiliki kekuasaan, kita akan melenyapkan semua kekuatan arogan dunia. Di awal revolusi, saat bertemu dengan perwakilan Organisasi Pembebasan Sahara (Polisario), Imam Khomeini ra mengatakan, kami bersama orang-orang tertindas di dunia dan mendampingi mereka semua serta mengutuk semua arogan dunia.

Tema tersebut lebih luas dari masalah Palestina dan keinginan Tuhan harus terealisasi di dunia. Pada akhirnya, revolusi Islam telah menjadi kenyataan dan sebagaimana ucapan Imam Khomeini ra bahwa revolusi tersebut menang tanpa harus bergantung pada Timur dan Barat. Dunia internasional menyadarinya dan banyak pihak, khususnya para arogan dunia sejak kemenangan revolusi tersebut mengambil langkah anti-Iran. Kini pertanyaannya adalah apa penyebab permusuhan Barat kepada kita?

Imam Khomeini ra berulangkali menyatakan bahwa Barat khususnya Amerika Serikat mempermasalahkan pemerintahan Islam, bukan pemerintahan demokrasi. Sebenarnya, AS tidak memiliki permasalahan khusus terkait revolusi, meskipun hal-hal seperti minyak, Timur Tengah dan lain sebagainya dibahas, namun hal yang terpenting bagi mereka adalah masalah pemerintahan Islam ini.

Dalam Shahifah Nur jilid 17 halaman 48, Imam Khomeini ra mengatakan, jika kalian memperhatikan perkataan sebagian penguasa Barat, maka jelas bahwa mereka tidak berurusan dengan Iran. Iran bagi mereka tidak penting dan bukan masalah yang berat. Mereka hanya menentang dari sisi Islamnya. Sebagian cendekiawan kita juga seperti mereka, di mana tidak menginginkan sisi Islamnya. Jika hanya Republik, mereka semua menerimanya, tentunya selain yang menginginkan pemerintahan monarki. Di sisi lain, Republik Demokratik juga diterima oleh semua kalangan. Namun Republik Islam tidak demikian. Menurut mereka, apa itu Republik Islam? Republik Islam adalah sesuatu yang baru dan mengada-ada serta semua pihak tidak menerimanya.

Terkadang terjadi kesalahan dalam memahami perkataan Imam Khomeini ra bahwa “Republik Islam, tidak kurang dari satu kata dan tidak lebih satu kata.” Padahal tidak demikian. Dalam kalimat tersebut, Imam Khomeini ra menegaskan pada kata “Islam” dan sebenarnya beliau mengatakan bahwa kalimat itu jangan ditambah dan kata “Islam” jangan dikurangi. Kalimat tersebut jangan diubah menjadi “Demokratik Islam” atau “Republik” saja. Jika diubah, maka semua pihak kecuali pihak yang menginginkan pemerintahan monarki, tidak mempermasalahkannya. Dengan demikian, masalah utamanya adalah Islam. Jika Anda perhatikan, Anda akan melihat bahwa semua langkah anti-Iran dikarenakan keislaman pemerintahan ini.

Dalam Shahifah Nur jilid 7 halaman 456, Imam Khomeini ra mengatakan, pada dasarnya musuh kita tidak takut kepada Republik, tapi mereka takut terhadap Islam. Mereka melihat Republik bukan ancaman, tetapi melihat Islam sebaliknya. Sesuatu hal yang menampar mereka bukan Republik atau Republik Demokratik dan juga bukan Republik Demokratik Islam, tetapi Republik Islam. Imam Khomeini ra berulangkali menjelaskan bahwa Barat menentang Iran karena pemerintahan negara ini dijalankan berdasarkan Islam.

Imam Khomeini ra seringkali mengatakan bahwa Republik Islam sama dengan Islam. Hal itu merupakan poin lain mengapa Republik Islam didirikan. Sebagai contohnya, dalam Shahifah Nur jilid 14 halaman 329, Imam Khomeini ra mengatakan, “Kekalahan Republik Islam adalah kekalahan Islam. Artinya, jika Republik Islam hancur maka Islam pun kalah.”

Dalam buku yang sama jilid 19 halaman 173, Imam ra mengatakan, “Republik Islam yaitu Islam.” Oleh sebab itu, Republik Islam sama dengan Islam. Ketika kita mengatakan harus mempertahankan pemerintahan, maksud pemerintahan di sini adalah Islam dan kandungannya yang terwujud dalam bentuk revolusi Islam dan Republik Islam. Kita katakan, Republik Islam Iran memiliki kandungan dan kandungannya adalah Islam. Walaupun maksudnya tidak berarti bahwa 100 persen Islam telah terealisasi. Namun sebenarnya kita sedang berupaya menerapkan Islam.

Dalam Shahifah Nur jilid 15 halaman 365, Imam Khomeini ra mengatakan, mempertahankan Republik Islam Iran adalah kewajiban suci bagi semua dan lebih penting dari semua kewajiban yang diberikan Allah Swt. Mempertahankan Republik Islam lebih penting dari menjaga seseorang, meskipun orang tersebut adalah Imam Zaman as. 

Sejumlah pihak kemudian bertanya, apakah kalimat Imam ra itu berarti bahwa Republik Islam memiliki kedudukan lebih tinggi dari Imam Mahdi as? Untuk menjelaskan perkataan Imam ra itu perlu memperhatikan poin berikut bahwa untuk apa Imam Husein as pergi ke Karbala dan gugur syahid di sana? Padahal setelah beliau wafat, tidak terbentuk pemerintahan Islam. Imam Husein as tidak memiliki tujuan lain kecuali menginginkan keutuhan Islam, yaitu kesyahidan Imam Husein as demi abadinya Islam. Pada dasarnya, Imam Husein as mengorbankan dirinya supaya Islam tetap utuh dan abadi.

Dalam ucapan Imam Khomeini ra disebutkan bahwa Republik Islam yaitu Islam. Dari perkataan Imam ra kita memahami bahwa beliau selalu menginginkan suasana universitas, kantor, pasar dan tempat-tempat lain bernuansa Islam. Dari sisi lain, musuh menentang Iran karena Islamnya. Imam Khomeini ra dalam surat wasiatnya menjelaskan bahwa jika Islam yang berada di Republik Islam lenyap, maka Islam pun akan hancur.

Kepada sejumlah ulama yang tidak sejalan dengan revolusi dan tidak menginginkannya terjadi, Imam Khomeini ra mengatakan, “Dengan penuh tawadhu dan persaudaraan, saya menasehati tuan-tuan yang terhormat (ulama yang tidak sejalan dengan pemerintahan Islam) agar tidak terpengaruh dengan isu-isu ini.” Mereka menebar isu bahwa Revolusi Islam dicetuskan dan merenggut nyawa serta terjadi peristiwa-peristiwa tertentu di penjara-penjara Republik Islam. Isu-isu seperti itu disampaikan oleh sejumlah pihak termasuk Ayatullah Montazeri.

Imam Khomeini ra menasehati Ayatullah Montazeri dan semua yang sejalan dengannya supaya tidak terpengaruh dengan isu-isu tersebut dan berupaya menguatkan Republik Islam demi mengharap keridhaan Allah Swt dan menjaga Islam. Jangan hanya diam dan protes, namun harus turut andil untuk menguatkannya. Mereka harus memahami bahwa jika Republik Islam ini gagal, maka sebagai penggantinya tidak akan terwujud suatu pemerintahan Islam yang diinginkan Imam Zaman as atau yang taat kepada Anda. Namun akan muncul satu rezim yang diinginkan oleh salah satu kutub kekuatan dunia dan orang-orang tertindas di dunia yang menaruh harapan kepada Islam dan pemerintahan Islam akan putus asa dan Islam akan lenyap selama-lamanya.

Dengan demikian, menjaga dan mempertahankan Republik Islam sebenarnya mempertahankan Islam itu sendiri. Lebih lanjut, Imam Khomeini ra mengatakan, jika Republik Islam ini dari sisi bentuk dan kandungannya lenyap, maka Islam juga akan hancur. Oleh karena itu, kita memiliki argumentasi akal dan syariah bahwa mempertahankan Republik Islam itu hukumnya wajib dan kewajiban adalah wujud penciptaan yang paling tinggi, di mana Imam Mahdi as sendiri juga mempertahankannya. Penafsiran Imam Khomeini ra adalah jika diperlukan maka Imam Mahdi as pasti akan melakukannya. Sementara, kita memiliki posisi sendiri. Kita semua harus menjaga dan mempertahankan Republik Islam, namun tentunya dengan memperhatikan bahwa Republik Islam yang benar-benar menerapkan Islam, jika tidak, maka tidak ada nilainya.

Berdasarkan penjelasan Anda, apakah mempertahankan Republik Islam hukumnya wajib nafsi atau Ghairi?

Menjaga dan mempertahankan Republik Islam adalah wajib nafsi, sebab Republik Islam adalah Islam itu sendiri. Tentunya, maksud Republik Islam bukan diri saya, Anda atau yang lainnya. Namun kandungan dasar yang tercermin dalam kerangka tokoh-tokoh dan lembaga pemerintahan. Terkait hal itu, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam salah satu pidatonya mengatakan bahwa kita dapat mengubah suatu lembaga. Artinya, bentuknya dapat diubah, namun kandungan Islam harus tetap utuh. Oleh sebab itu, mempertahankan Republik Islam hukumnya wajib nafsi dan hal ini juga disebabkan keislamannya. Karena pembatasan tersebut, maka para pejabat pemerintahan harus dari orang-orang terpilih dan bertanggung jawab serta Baitul Mal harus dikelola oleh orang-orang yang benar-benar menerima Islam. Jika prinsip itu diperhatikan, saya pikir kewajiban mempertahankan pemerintahan Islam akan menjadi mudah.

Apakah untuk mempertahankan pemerintahan Islam dapat dilakukan melalui jalan yang bertentangan dengan syariat?

Pertanyaan ini sama halnya saya bertanya apakah untuk menerapkan Islam saya harus membunuh orang yang tidak berdosa dengan sengaja? Pastilah tidak demikian. Sebab Islam tidak mengizinkan kepada Anda untuk melakukan hal tersebut. Sebagaimana kita tidak dapat mengatakan dalam ilmu matematika bahwa 2x2=5 atau segitiga mempunyai empat sudut.

Jika ingin menerapkan Islam, maka harus diterapkan melalui jalur yang ditentukan oleh Allah Swt. Menjaga jiwa manusia, tidak hanya bagi umat Islam, namun bagi semua orang yang tertindas di seluruh dunia adalah wajib. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan pemerintahan Islam kita tidak dapat melakukan cara-cara di luar syariat. Terus bagaimana tentang ucapan Imam Khomeini ra bahwa kita harus mendahulukan untuk mempertahankan pemerintahan Islam ketimbang shalat dan haji untuk sementara waktu, apa maksud dari perkataan tersebut?

Jawaban dari pertanyaan itu adalah syariat sendiri yang membolehkannya, di mana ada satu maslahat yang lebih penting yang harus dilakukan terlebih dahulu. Shalat hukumnya wajib, namun dalam kondisi ini ada yang lebih penting yang harus dilakukan dan Allah Swt mengizinkan hal tersebut.

Terkait hal itu, banyak contoh yang dapat kita ambil. Misalnya, sebagian daging hukumnya haram, namun bertahan untuk tetap hidup hukumnya wajib dan harus didahulukan. Artinya, dalam kondisi tertentu untuk menyelamatkan nyawa kita, kita dapat memakan  daging haram tersebut sekedarnya guna menyelamatkan nyawa kita. Terkait hubungan dengan masyarakat Islam juga demikian. Jika dalam satu hal terdapat kontradiksi antara satu prinsip Islam dan mempertahankan Islam itu sendiri, Allah Swt berfirman bahwa dalam hal ini Anda dapat mengabaikan satu prinsip Islam tersebut demi mempertahankan Islam itu sendiri. Oleh karenanya, tidak ada artinya kita mengeluarkan hukum fiqih yang mengizinkan untuk memiliki senjata nuklir, di mana menyimpannya sangat membahayakan dan penggunaannya juga bertentangan dengan dasar Islam.

Jika demikian, apakah memiliki senjata nuklir untuk mempertahankan Republik Islam meski dalam kondisi darurat haram hukumnya?

Jika senjata nuklir seperti senjata-senjata konvensional lainnya, maka tidak ada masalah dalam penggunaannya dan tidak diharamkan, karena hal itu selaras dengan Surat al-Anfal ayat 60 yang berbunyi “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” Namun jika maksud dari senjata itu adalah senjata yang juga membahayakan diri kita sendiri dan ada kemungkinan setiap saat akan menghancurkan manusia yang berada di Republik Islam atau di seluruh penjuru dunia, maka senjata itu tidak dapat membantu kita dalam mempertahankan pemerintahan. Kepemilikan senjata tersebut tidak akan dapat membantu kita dalam mempertahankan pemerintahan Islam, karena senjata itu bukan pencegah.

Pertanyaannya adalah apakah negara-negara pemilik senjata nuklir dapat menjamin bahwa negaranya tidak akan diserang oleh negara lain dan tidak akan mengalami kehancuran? Uni Soviet memiliki senjata nuklir, apakah senjata itu dapat menjadi faktor untuk terhindar dari kehancuran? Amerika Serikat dan Israel juga demikian. Benar, mereka memiliki senjata nuklir, tetapi senjata tersebut bukan faktor pencegah supaya tidak mengalami kehancuran. Selain itu, setiap saat ada kemungkinan senjata-senjata tersebut justru akan merugikan warganya dan negara-negara lain. 

Berdasarkan pernyataan para pakar, senjata nuklir bukan senjata konvensional yang dapat digunakan. Oleh sebab itu, senjata nuklir bagi kita tidak berguna dan dapat memusnahkan masyarakat kita sendiri atau semua manusia di dunia, di mana keduanya diharamkan oleh Islam. Selain itu, senjata nuklir tidak dapat membantu mempertahankan pemerintahan. Sedangkan yang dapat membantu untuk mempertahankannya adalah faktor lain, bukan senjata nuklir.

Pembentukan diri dari sisi internal, kemandirian, iman masyakarat, persatuan rakyat, yakin kepada Allah Swt, kerja keras, penerapan hukum-hukum Islam dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah tersebut adalah faktor-faktor penyebab kemenangan revolusi kita. Sebagaimana Imam Khomeini ra mengatakan bahwa satu suara dan Iman kepada Allah Swt adalah rahasia kemenangan kita. Artinya, kita mengamalkan perintah Allah Swt dan bersatu. Hal tersebut adalah faktor kemenangan dan kelanggengan kita.

Jika kita diserang dan untuk menghadapi musuh tidak ada jalan lain kecuali menggunakan senjata nuklir, apa yang yang harus kita lakukan? Terus bagaimana Anda memahami perkataan Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei bahwa Republik Islam akan menjawab setiap serangan para arogan dunia sesuai dengan tingkat serangan tersebut?

Maksudnya adalah dalam tingkat konvensional. Yakinlah Anda bahwa AS tidak akan dapat menggunakan senjata nuklirnya. Apakah karena bom nuklir kemudian Jepang menyerah atau rakyat negara itu kehilangan kemampuan pertahanannya? Yang perlu kita perhatikan adalah sebenarnya senjata nuklir itu untuk memusnahkan apa? Senjata ini pada akhirnya hanya menghancurkan sebagian bumi dan manusia. Sementara tidak akan mampu melenyapkan prinsip Islam.

Dengan demikian, hal itu tidak akan terjadi. Rezim Zionis Israel sama sekali tidak komitmen dengan perjanjian internasional. Oleh karena itu, rezim ini jika mampu, pasti dalam perang dengan Hizbullah Lebanon akan menggunakan senjata nuklirnya, namun hal itu tidak terjadi. Selain kita harus memperhatikan dasar-dasar Islam, kita juga harus tahu untuk apa kita mempertahankannya. Apakah mempertahankan Islam hanya untuk mengabdi kepada manusia dan orang-orang tertindas di dunia? Secara global dapat dikatakan bahwa senjata nuklir bukan pencegah. Jika dapat menjadi pencegah, maka akan termasuk dalam ayat “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka…”

Jika ada poin khusus sebagai kesimpulan, silahkah Anda jelaskan.

Kesimpulannya, kita harus memperhatikan bahwa semua itu hanyalah dalih. Tidak seharusnya kita bermain di medan musuh. Kita memahami bahwa dari pandangan fiqih dan pondasi agama, sikap kita amat jelas dan Barat memahaminya. Kita tidak hanya menolak penggunaan senjata pemusnah massal, namun kita juga menolak segala sesuatu yang serupa dengan senjata tersebut.

Imam Khomeini ra mengatakan, kita tidak menerima kebijakan yang bermakna ganda. Ucapan Imam ra tersebut terkait masalah yang telah dijelaskan, yaitu jika mempertahankan pemerintahan bergantung pada keharusan untuk berbohong dalam kebijakan dan membohongi rakyat kita sendiri dan bahkan dunia, maka hal itu tidak diperbolehkan. Tujuan itu sama sekali tidak dapat menjustifikasi sarana tersebut. Segala bentuk langkah yang serupa dengan hal ini, maka jawabannya dari pandangan fiqih amat jelas, di mana fiqih dan prinsip kita tidak mengizinkannya.

Saya akan menyinggung poin kunci yang perlu kita ketahui. Kita harus memahami bahwa musuh selalu berupaya meniupkan isu terhadap negara-negara lawannya khususnya terhadap Republik Islam. Mungkin musuh suatu hari menyulut isu Hak Asasi Manusia dan di hari lain tentang demokrasi. Jika hari ini tentang energi nuklir mungkin besok akan melontarkan isu-isu lain. Kita tidak seharusnya selalu menyibukkan diri sendiri dengan menjawab isu-isu yang mereka lontarkan. Meskipun kita harus menjelaskan jawaban kita, tetapi bukan berarti kita harus berhenti di situ.

Langkah-langkah musuh tersebut bertujuan mengganggu dan menyibukkan kita. Kita harus melewatkan masalah ini dan kembali melihat ke Barat serta menjelaskan titik lemah mereka dan menunjukkan sisi kuat kita. Kita tidak seharusnya hanya menjadi pihak yang selalu menjawab isu.

Berdasarkan interpretasi Ayatullah Khamenei, kita terkadang dan bahkan sering, harus menjadi pihak yang aktif dan menuntut. Saat ini Barat mempunyai berbagai macam masalah terkait kebebasan, Hak Asasi Manusia, hak-hak minoritas, hak-hak perempuan, problem keluarga dan lain sebagainya. Selain harus menjawab masalah-masalah tersebut, kita juga harus menjadi pemimpin. Hal ini adalah titik kuat Imam Khomeini ra dan Ayatullah Khamenei yang harus diperhatikan oleh lapisan elit masyarakat.

Read 710 times