Print this page

HAM AS dan Kejahatan Washington terhadap Irak

Rate this item
(0 votes)
HAM AS dan Kejahatan Washington terhadap Irak

 

Amerika Serikat menginvasi Irak pada tahun 2003 dan selama 18 tahun bercokol di negara ini. Selama 18 tahun tersebut, Amerika banyak melakukan pelanggaran HAM di Irak.

Alasan invasi Amerika ke Irak adalah keberadaan senjata pemusnah massal yang diklaim Washington berada di Irak dan perang melawan terorisme. Namun kemudian terbukti bukan saja keberadaan senjata pemusnah massal berhasil ditemukan di Irak, dan juga perang melawan terorisme dilakukan AS, bahkan Irak berubah menjadi tempat perlindungan berbagai kelompok terorisme. Salah satu dimensi kejahatan Amerika di Irak selama hampir dua dekade adalah meletusnya beragam tragedi kemanusiaan.

Tidak ada data yang pasti mengenai korban perang Amerika di Irak. Sejumlah data menunjukkan jumlah korban tewas mencapai sekitar satu juta orang, namun sejumlah data lainnya menunjukkan korban mencapai puluhan ribu orang. George W. Bush, presiden AS di tahun 2005 menyebutkan jumlah korban tewas di Irak mencapai lebih dari 30 ribu orang, namun lembaga IRAQ Body Count menyebutkan jumlah korban tewas antara tahun 2003 hingga 2006 mencapai lebih dari 150 ribu orang.

Laporan lain dari Eropa dan AS termasuk data Body Count menyebutkan jumlah korban warga Irak hingga tahun 2008 mencapai lebih dari 87.665 hingga 95.687 orang. Meski demikian, data tersebut sekedar berkaitan dengan lima tahun pertama invasi. Selain itu, akibat perang ini, ratusan ribu warga Irak juga terluka. Sementara berdasarkan data Komisaris tinggi untuk Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR), tercatat 4,4 juta warga Irak hingga akhir 2015 menjadi pengungsi.

Bersamaan dengan dimulainya perang AS terhadap Irak di tahun 2003, dan tumbangnya rezim Saddam Hussein, lebih dari 173 ribu pasukan asing menduduki Irak di mana 150 ribunya adalah tentara AS. Ameka selama 18 tahun lalu membangun 14 pangkalan militer di Irak. Margaret Kimberley, pengamat AS di laporannya yang menyelidiki refleksi agresi AS terhadap opini publik warga Amerika menulis, “Kehadiran pasukan Amerika di Irak sebuah tragedi kemanusiaan yang kekal di sejarah umat manusia. Faktanya warisan kematian satu-satunya hadiah Amerika bagi warga Irak. Kejahatan negara ini adalah pembantaian terhadap warga Irak dan penghapusan hak kemanusiaan sebuah pelanggaran nyata HAM. Angka penyebaran kanker, kanker darah, kematian bayi di Fallujah lebih tinggi dari data di Herosima dan Nagasaki setelah pemboman nuklir tahun 1945.”

Salah satu peristiwa pahit di Irak dan hasil dari perang AS terhadap negara ini adalah eksodus sumber daya manusia mumpuni dan efektif termasuk di sektor kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan berbagai laporan, akibat perang ini lebih dari separuh dokter Irak antara tahun 2003 hingga 2006 meninggalkan negara ini.

Sementara dampak perang bagi anak-anak Irak juga menorehkan sejarah kelam bagi negara ini, bahkan juga akan berpengaruh pada generasi mendatang. Disebutkan bahwa penggunaan uranium yang diperlemah dan fosfor putih di senjata Amerika telah mengakibatkan insufisiensi neonatus pada bayi dan kanker di Irak, khususnya di Fallujah, Provinsi al-Anbar.

Ahmad Mukhalaf Hamad, direktur humas rumah sakit Fallujah November 2020 mengatakan, “Setelah 16 tahun berlalu dari perang, setiap tahun lebih dari seribu anak Irak di kota Fallujah terlahir cacat akibat penggunaan senjata terlarang oleh Amerika di perang ini. Anak-anak Fallujah dilahirkan dengan satu mata atau tanpa mata, dan juga organ di luar tubuh atau tanpa kepala dan dua kepala.”

Penjara Abu Ghraib pada awalnya terkenal di dunia karena kejahatan Saddam Hussein dan rezim Baath dalam menyiksa atau mengeksekusi kubu oposisi terutama warga Syiah, tapi tahun 2004 dan setelah invasi Irak oleh Amerika, terbukti bahwa militer AS memanfaatkan penjara ini untuk menyiksa tahanan Irak. Hal ini terkuak setelah Televisi CBS di progam 60 menitnya merilis gambar dan video penjara Abu Ghraib. Peristiwa di penjara ini juga bagian lain dari kejahatan Amerika terhadap rakyat Irak dan menunjukkan militer AS bahkan terlibat beragam kejahatan terhadap tahanan Irak.

Salah satu kejahatan akibat invasi Amerika dan bahkan dilakukan tentara negara ini adalah perusakan dan pencurian warisan budaya berharga Irak. Misalnya selama aksi perampokan setelah tumbangnya Baghdad, pencurian warisan bersejarah berharga dan manuskrip dari museum nasional Baghdad menarik perhatian berbagai media.

Museum ini termasul salah satu dari lima pusat penting penyimpanan warisan bersejarah dunia. Awalnya diperkirakan sekitar 170 ribu potongan barang antik dicuri dari museum ini, tapi kemudian terbukti bahwa banyak perbendaharaan utama museum sejak sebelumnya telah dikemas dengan rapi dan diangkut ke tempat yang tidak jelas.

Paul Zimansky, dosen arkeologi Timur Dekat di Universitas Boston terkait perampokan Museum Baghdad mengatakan, “Kami sangat liar. Kami merusak sistem dan hukum. Para kriminal merampok dan kami hanya menyaksikan.”

Iyad Hassan Abdu Hamza, direktur Lembaga Pelestarian Warisan Bersejarah Irak, November 2020 mengatakan, “Banyak warisan budaya di seluruh Irak yang selama beberapa tahun lalu rusak. Ketika tentara AS masuk ke Irak pada tahun 2003 dan menduduki negara ini, warisan budaya Irak mengalami kerugian besar dan bahkan tentara AS menggunakan sejumlah pusat warisan budaya dan bersejarah sebagai pangkalan militernya.”

Ia juga mengkonfirmasi kerusakan 80 persen warisan bersejarah dan pusat bersejarah Irak di tangan militer Amerika Serikat dan kelompok teroris Daesh (ISIS).

Salah satu dampak penting perang AS di Irak adalah terbentuknya berbagai kelompok Takfiri di negara ini. Berbagai riset terkait fenomena buruk ini telah dilakukan, tapi dokumen paling jelas adalah statemen Mantan presiden AS Donald Trump yang mengatakan bahwa terorisme di Irak bentukan Amerika.

Irak setelah invasi AS di tahun 2003 menjadi salah satu negara kelahiran kelompok teroris. Amerika dengan dalih melawan penggunaan senjata pemusnah massal, yang kemudian tidak pernah terbukti kebenarannya, menyerang Irak, tapi invasi ini mengubah kelompok Takfiri sebagai salah satu pemain penting di bidang keamanan serta menimbulkan korban jiwa dan materi yang besar kepada Irak. Kejahatan kelompok Takfiri di Irak hasil dari teladan perilaku AS di negara ini. Menurut pandangan mayoritas pejabat Irak, klaim AS saat ini mengenai perang kontra terorisme sekedar kedok untuk melemahkan kekuatan muqawama di Irak.

Tak diragukan lagi, salah satu kejahatan nyata dan penting AS di Irak adalah teror terhadap para komandan muqawama termasuk Syahid Qasem Soleimani, komandan pasukan Quds IRGC, Abu Mahdi al-Muhandis, wakil komandan Hashd al-Shaabi pada Januari 2020. Amerika melakukan kejahatan ini di dekat bandara udara Baghdad dengan melanggar kedaulatan Irak. Setelah kejahatan ini, isu pengusiran militer AS dari Irak menjadi tuntutan publik negara ini, namun sampai saat ini Amerika menolak melakukannya.

Tentunya membahas kejahatan Amerika di Irak tak akan habis hanya dengan beberapa lembar tulisan. Apa yang telah dijelaskan di atas hanya sekelumit dari kejahatan AS di Irak.

Read 539 times