Perjalanan Spiritual Haji Ibrahimi (1)

Rate this item
(0 votes)
Perjalanan Spiritual Haji Ibrahimi (1)

Sebagian kaum Muslim melakukan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji setelah penantian panjang, bertahun-tahun dan bahkan ada yang belasan tahun.

Selama musim haji, Tanah Suci Makkah dibanjiri oleh umat manusia untuk menggelar sebuah kongres yang agung. Haji – dibandingkan dengan ibadah lain seperti shalat dan puasa – memiliki penekanan pada dua hal yaitu waktu dan tempat. Dengan kata lain, ibadah haji tidak bisa ditunaikan di sembarang tempat dan waktu dan bahkan di luar zona khusus yang sudah ditetapkan.

Di sini ada ikatan antara waktu dan tempat. Ia hanya dilakukan dalam beberapa hari dan pada waktu khusus. Haji berbeda dengan shalat dan puasa, dilaksanakan di lokasi khusus, bumi tauhid, dan tanah haram.

Haji secara bahasa berarti menyengaja atau menuju suatu tempat dan tujuan (qashd). Menurut istilah agama, haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan ibadah tertentu pula pada bulan Dzulhijjah.

Untuk mencapai tujuan ini, Allah Swt memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk membersihkan Ka'bah dari hal apapun yang menghalangi perjalanan menuju kedekatan dengan Tuhan. Dari perintah ini dapat dipahami bahwa para jemaah hanya diminta fokus ke Baitullah, berthawaf di sekitarnya, melepaskan diri dari kegelapan, dan bersiap bertemu dengan Sang Kekasih.

Pada masa itu, Nabi Ibrahim dengan bantuan putranya, Ismail as, meletakkan pondasi-pondasi Ka'bah dan kemudian ia berseru:

" Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (Q.S. Ibrahim: 37)

Menurut riwayat, setelah Ibrahim menyelesaikan pembangunan Ka'bah, turunlah perintah yang memintanya untuk mengajak manusia menziarahi Baitullah. Ibrahim berkata, "Ya Tuhan, suaraku dari (lembah ini) tidak akan terdengar oleh manusia?" Tuhan berfirman, "Umumkanlah! Dan Aku akan menyampaikannya (seruan ini)."

Setelah dialog ini, Nabi Ibrahim as – atas perintah Tuhan – naik ke atas sebuah batu dan berteriak, "Wahai manusia! Sesungguhnya Rabb kalian telah membuat suatu rumah, maka berhajilah."


Disebutkan bahwa gunung-gunung merendah sehingga suaranya sampai ke seluruh penduduk bumi dan didengar oleh semua yang ada di dalam rahim dan tulang sulbi (tulang rusuk), dan semuanya menjawab panggilannya, baik bebatuan, tanah-tanah, pepohonan, dan siapa saja yang Allah telah catat dia akan berhaji sampai hari kiamat dan mereka berkata, "Labbaikallahumma labbaik."

Doa Nabi Ibrahim dijawab dengan cara terbaik dan jutaan manusia berbondong-bondong datang ke Tanah Suci dengan hati yang penuh dengan cinta dan ketulusan. Ka'bah menjadi rumah untuk menampilkan bentuk penghambaan yang paling murni.

Pelaksanaan haji penuh dengan pelajaran, kenangan, dan perasaan yang tak terlukiskan. Para peziarah Tanah Suci Makkah dan Madinah berada di suatu tempat yang sarat nuansa spiritual. Di setiap sudut tempat itu, mereka bisa menyaksikan jejak puluhan peristiwa dan sejarah besar Islam serta perjuangan Rasulullah Saw dalam menyebarkan Islam.

Haji dapat disebut sebagai bentuk memperbaiki janji dengan para Nabi seperti Adam, Ibrahim as, dan Nabi Muhammad Saw.

Ketika menggambarkan rasa antusias masyarakat datang ke Baitullah, Imam Ali as berkata, "Mereka seperti orang-orang haus yang pergi ke arah mata air dan mereka seperti merpati yang terpesona dengan tempat itu. Mereka berdiri di tempat para Nabi dan berthawaf mengelilingi Ka'bah seperti malaikat yang mengitari Arsy. Mereka memperoleh keuntungan di pasar ibadah dan bergegas menuju ke tempat pengampunan. Tuhan menjadikan Ka'bah sebagai tanda Islam dan membangun rumah yang aman dan tentram bagi orang-orang yang mencari perlindungan."

Nabi Ibrahim as memiliki kedudukan istimewa di antara para nabi dan rasul sehingga namanya disebut sebanyak 69 kali dalam 25 surat al-Quran. Sifat-sifat luhurnya dijelaskan dalam al-Quran dan ia ditetapkan sebagai teladan orang-orang Mukmin.

Mengingat posisinya sebagai pemimpin (imam) masyarakat dan suri tauladan kaum Mukmin, maka seluruh perbuatan Nabi Ibrahim as dalam manasik haji ditetapkan sebagai amalan wajib atau sunnah, dan haji ini dikenal sebagai haji Ibrahimi di sepanjang masa.

Untuk menghidupkan kenangan akan perjuangan Nabi Ibrahim, Allah Swt berfirman, "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat…" (Q.S. Al-Baqarah: 125)

Maksud dari haji Ibrahimi adalah ibadah haji yang diwajibkan Allah pada hamba-hamba-Nya. Dia memerintahkan Ibrahim untuk mengumumkan haji dan Rasulullah Saw pun menghidupkan kembali manasik ini pada masanya.


Pada dasarnya, haji Ibrahimi adalah ibadah haji yang hakiki dan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah, menunjukkan penghambaan yang tulus, dan menafikan syirik. Haji hakiki ini berarti berjuang melawan manifestasi syirik dan penindasan, berjuang untuk kedigdayaan dan kemuliaan Islam dan kaum Muslim.

Haji model ini tidak hanya melakukan manasik dan amalan lahiriyah, tetapi juga fokus pada aspek maknawi ibadah dan pelakunya dituntut khusyu' di semua tahapan manasik haji.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Haji ibrahimi adalah sama dengan haji Muhammadi, di mana roh ibadah ini adalah bergerak menuju tauhid dan persatuan. Ibadah haji ini adalah sumber berkah dan hidayah, ia adalah pilar utama kehidupan dan kebangkitan umat yang satu, ia adalah haji yang sarat dengan zikir kepada Tuhan, dan sebuah haji di mana bangsa-bangsa Muslim merasakan adanya umat yang satu Nabi Muhammad. Selama pelaksanaan ibadah haji, umat Islam beralih dari perselisihan ke persatuan."

"Selama pelaksanaan haji Ibrahimi, umat Islam bergerak bersama di sekitar Ka'bah, yang merupakan simbol monoteisme dan kebencian terhadap syirik dan penyembahan berhala, mereka melakukan thawaf dengan makrifat dan bergerak dari aspek lahiriyah haji menuju ke batinnya dan menggunakan ini sebagai bekal untuk kehidupannya dan kehidupan umat Islam," jelasnya.

Haji hanya diwajibkan kepada orang-orang yang mampu secara finansial dan fisik. Orang-orang yang telah memenuhi syarat, wajib meninggalkan keluarga dan tanah airnya untuk mengikuti kongres haji di Tanah Suci.

"Haji bukanlah perjalanan untuk bersenang-senang, ia adalah sebuah perjalanan spiritual. Ini adalah perjalanan menuju Tuhan di mana para jemaah harus menghadirkan raga dan jiwanya," kata Ayatullah Khamenei.

Read 989 times