Semua orang dalam hidup ini ingin mencari kesenangan dan kebahagiaan. Kesenangan dan keceriaan dalam hidup termasuk di antara faktor-faktor yang menghadirkan kepuasan dan kebahagiaan bagi manusia.
Cara-cara untuk meraih kesenangan dalam hidup merupakan sebuah tema yang menarik dan diminati banyak orang. Salah satu cara untuk hidup senang adalah tertawa yang merupakan cerminan lahiriyah dari kepuasan. Penelitian menunjukkan bahwa tertawa tidak hanya menghadirkan keceriaan orang-orang, tapi juga menjamin kesehatan mereka.
Tertawa akan memperkuat sistem kekebalan tubuh serta membantu mengurangi hormon pemicu stres dan mencegah dampak-dampak destruktifnya terhadap sistem kekebalan tubuh. Wajah yang dihiasi senyum merekah dan tawa berpengaruh pada kesehatan mental masyarakat. Agama Islam menganjurkan umatnya untuk selalu ramah dan tersenyum dalam berinteraksi dengan masyarakat meskipun kita sedang berduka. Kehangatan senyuman dan tawa akan menghilangkan rasa dengki dan memperbaiki hubungan kemanusiaan. Tertawa akan memberi energi positif kepada tubuh dan jiwa kita.
Tertawa juga harus dilakukan pada waktunya jika ingin menikmati dampak-dampak positifnya dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Islam selain menganjurkan untuk tertawa, juga melarang orang mukmin untuk tertawa terbahak-bahak dan Islam sama sekali tidak mengizinkan umatnya untuk saling mengejek demi meraih kesenangan dan mengundang tawa. Wajah yang ramah, akhlak mulia, dan tutur kata yang santun termasuk sifat-sifat yang diterima oleh semua orang dan kita juga mengharapkan orang lain berinteraksi seperti itu dengan kita. Bagi manusia, sifat tersebut ibarat cahaya matahari yang menyegarkan tumbuhan, mereka akan merasa senang dan bahagia.
Allah Swt dalam al-Quran memuji Rasulnya karena sangat penyayang dan berakhlak mulia. Imam Ali as menganggap sikap tempramen dan kasar sebagai bagian dari penyakit jiwa dan menyeru para pengikutnya untuk bersikap santun dan berbicara sopan dalam pergaulan mereka. Ia sendiri merupakan orang yang senang bertutur indah dan bercanda dengan para sahabatnya. Bagi Imam Ali as, itu merupakan cara terbaik untuk merangkul orang-orang. Imam Jakfar Shadiq as juga menganggap senyum seorang muslim kepada saudaranya sebagai kebaikan dan berkata, “Bersikaplah tawadhu, bertuturlah dengan sopan, dan berinteraksilah dengan ramah dengan saudara-saudaramu.” (Ushul al-Kafi, juz 2, hal 188)
Memperindah tampilan dan memakai wewangian serta pakaian bersih dan rapi memiliki pengaruh untuk kelembutan jiwa dan mengundang kesegaran dan ketenangan. Oleh sebab itu ajaran Islam menekankan masalah tersebut. Rasulullah Saw sendiri merupakan teladan dalam memperindah tampilan, menggunakan wewangian, dan memperhatikan kebersihan pakaian. Beliau bersabda, “Pakailah pakaian yang bersih, bersiwak (menyikat gigi), dan berhias.” (Wasail al-Syiah, juz 1, hal 43) Jelas bahwa berhias dan memakai wewangian dan pakaian yang sesuai akan mempengaruhi interaksi manusia dan menghadirkan kesegaran jiwa dan keceriaan.
Cara lain untuk menciptakan kesenangan hidup adalah membangun silaturahim dan tali persaudaraan. Menurut sejumlah riwayat, silaturahim akan memperpanjang usia seseorang. Mungkin salah satu alasannya adalah karena kegiatan tersebut bisa mengurangi beban psikologi manusia setelah terlibat obrolan dengan sesama dan berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental. Bentuk silaturahim yang paling utama juga harus dimulai di tengah anggota keluarga kita sendiri. Ketika sepasang suami-istri duduk bersama dengan damai dan bercengkrama santai dalam menata kehidupan rumah tangga, jelas kegiatan ini akan membawa kesenangan dan kehangatan di keluarga mereka.
Mereka melewati semua kesulitan bersama-sama dan Allah Swt juga akan menciptakan kelapangan dalam hidup mereka, di mana kesedihan dan kegelisahan menjadi sirna dan berganti dengan kesenangan dan keceriaan. Tidak diragukan lagi bahwa dalam silaturahim, diskusi dan duduk bersama berpengaruh terhadap keceriaan dan kesenangan jiwa. Berkumpul bersama orang-orang baik dan alim akan membuat manusia larut dalam kesenangan batin dan menghilangkan pikiran-pikiran kotor dari benak mereka.
Rekreasi dan berwisata merupakan salah satu cara lain untuk mewujudkan kesenangan bagi manusia. Kehadiran rutin di sebuah ruang terbatas dan aktivitas yang bersifat pengulangan jelas akan membuat tubuh lelah dan kehilangan semangat. Terkadang tekanan problema harian telah merampas semangat seseorang dan menjadikan kehidupan ini tampak pahit dan berat. Melakukan rekreasi dan menjauhkan diri dari rutinitas harian akan membangkitkan semangat baru dan menyegarkan jiwa manusia, meskipun kegiatan itu hanya berlangsung singkat. Rasul Saw bersabda, “Lakukanlah perjalanan agar kalian sehat.” (Bihar al-Anwar, juz 25, hal 156)
Imam Ali as juga berbicara tentang pengaruh bepergian dalam menciptakan kesenangan dan kesegaran jiwa. Beliau berkata, “Untuk memperoleh kesempurnaan dan keluhuran, maka kalian harus meninggalkan tanah air kalian dan menempuh perjalanan, di mana dalam perjalanan ada lima keuntungan yang didapat yaitu; kesenangan dan kesegaran jiwa, memperoleh pendapatan hidup, menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman, mempelajari tata cara hidup, dan berkenalan dengan orang-orang besar dan pemilik keutamaan.”
Kesehatan juga merupakan sebuah anugerah Tuhan yang sangat bernilai, di mana memainkan peran besar dalam kesenangan dan keceriaan manusia. Kesehatan adalah sebuah nikmat yang tidak tampak dan manusia baru menyadarinya ketika ia jatuh sakit. Nikmat sehat sangat besar perannya dalam kehidupan, di mana ia ikut andil dalam mengaktualisasikan potensi-potensi material dan spiritual manusia serta memberi kesempatan kepada mereka untuk memanfaatkan nikmat-nikmat Tuhan yang lain. Oleh karena itu, Rasul Saw bersabda, “Kenikmatan dalam hidup tidak bisa dirasakan kecuali dengan kesehatan.” (Bihar al-Anwar, juz 25, hal 456)
Salah satu anjuran penting untuk menjaga kesehatan adalah melakukan olahraga, yang membawa manfaat besar bagi kebugaran jasmani dan rohani manusia. Mengingat jiwa dan raga memiliki hubungan timbal balik dan langsung, maka setiap kali kebugaran fisik tercipta, depresi dan kelesuan jiwa juga akan teratasi. Oleh karena itu, sebuah pepatah mengatakan bahwa “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.” Rasul Saw bersabda, “Pergilah bermain dan berolahraga serta bertamasya, sesungguhnya aku tidak senang jika terlihat dalam agama kalian sebuah kelelahan dan kelesuan.” (Bihar al-Anwar, juz 3, hal 360)
Bercanda dan menciptakan momen-momen ceria untuk orang lain juga termasuk salah satu cara untuk menghadirkan kesenangan hidup. Hal itu tentu saja tidak sampai melecehkan kepribadian orang lain dan tidak merendahkan mereka. Rasul Saw menilai salah satu kriteria orang mukmin adalah memiliki selera humor. Oleh sebab itu, bersenda gurau dan selera humor memiliki tempat istimewa dalam gaya hidup orang mukmin. Rasulullah Saw bersabda, “Orang mukmin itu suka bersenda gurau dan orang munafik bermuka masam dan mudah marah.” Rasul Saw kadang bercanda dengan kaum muslim untuk menghapus kesedihan di wajah mereka dan membuat mereka kembali tertawa. Berkenaan dengan hal ini, Imam Ali as berkata, “Sirah Rasulullah adalah bahwa ketika beliau melihat salah seorang sahabatnya bersedih, beliau menghiburnya dengan canda dan bersabda, ‘Tuhan membenci manusia yang bermuka masam saat berinteraksi dengan saudaranya.’”
Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Bukan seorang mukmin kecuali memiliki rasa humor.” Lalu beliau ditanya, “Apakah humor itu?” Imam menjawab, “Bersenda gurau.” Dikisahkan bahwa seorang sahabat Imam Shadiq as yang bemama Yunus Syaibani berkata, “Suatu hari, Abu Abdillah (Imam Shadiq as) bertanya kepadaku, “Bagaimana gurau sesama kalian?” “Sedikit,” jawabku. Imam berkata, “Kalian janganlah berbuat begitu, karena sesungguhnya bersenda gurau itu termasuk akhlak yang baik dan sesungguhnya dengan perilaku tersebut kalian telah menyenangkan hati saudaramu. Rasul bergurau dengan orang lain karena beliau ingin membuatnya bahagia.” (Ushul al-Kafi, juz 2, hal 663)
Tentu saja, bercanda, tertawa dan membuat orang lain tertawa dengan humor diperbolehkan selama tidak berlebihan dan tidak keluar dari batas kesopanan dalam ucapan dan batas ketakwaan. Selain itu, ia tidak sampai membuat orang tersinggung atau terhina karenanya. Dalam batasan tersebut, lahirlah suasana yang lebih akrab dan menyenangkan di antara mereka yang saudara seiman serta muncullah gairah hidup di tengah masyarakat yang Islami. Rasul Saw bersabda, “Sesungguhnya aku tidak bercanda dan aku tidak bicara melainkan bicara benar.”