Print this page

Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa ayat 7-10

Rate this item
(1 Vote)

Ayat ke 7

Artinya:

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (4:7)

Sebelumnya, telah disebutkan  ayat-ayat pertama surat Nisaa  menjelaskan banyak persoalan keluarga.  Salah satu problem keluarga adalah anak-anak yang tidak memiliki pengasuh dan anak yatim.  Dalam  sebuah  riwayat telah disebutkan, salah seorang dari sahabat Rasul  Saw meninggal dunia. Sahabat tadi memiliki isteri dan anak,  tapi keponakan yang meninggal justru membagi-bagi harta si mayit di antara mereka sendiri dan tidak menyisakan sedikitpun untuk isteri dan anak-anaknya.  Karena  di masa Jahiliah, hanya lelaki yang memiliki hak waris, bukan anak-anak si mayit atau isterinya.

Ayat ke-7 surat Nisaa diturunkan untuk membela hak-hak kaum perempuan, terutama masalah warisan. Disebutkan, "Sebagaimana kaum pria memiliki hak waris, kaum perempuan juga punya hak yang sama, sekalipun berbeda dalam jumlah. Karena jatah masing-masing telah ditentukan oleh Allah."

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Islam  tidak hanya memerintah shalat dan puasa, tapi memberikan perhatian ke seluruh aspek kehidupan manusia.  Islam melihat upaya melindungi hak perempuan dan anak yatim sebagai kelaziman iman seseorang.

2.  Pembagian warisan harus berlandaskan perintah Tuhan, bukan  mengikuti tradisi sosial atau keinginan orang yang meninggal.

3.  Poin penting dalam pembagian warisan bukan jumlah, tapi perlindungan hak para ahli waris. Bukan karena jumlahnya sedikit, lalu hak waris seseorang diabaikan.

 

Ayat ke 8

Artinya:

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (4:8)

Demi mengokohkan dan memelihara hubungan keluarga, diperlukan perilaku dan etika yang sesuai. Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya, ayat ini membahas hukum warisan dan akhlak.

Disebutkan dalam ayat bila ada kerabat miskin atau anak yatim yang ikut dalam proses pembagian harta warisan, maka bila disepakati oleh ahli waris hendaknya mereka juga diberi bagian walaupun sedikit. Hal ini penting untuk mempererat jalinan keluarga dan mengokohkan hubungan yang ada, sekaligus tentu saja menghilangkan rasa dengki yang mungkin lahir dari kemiskinan mereka. Bila pihak ahli waris sepakat untuk memberikan sedikit bagian kepada kerabat miskin yang hadir, diupayakan agar tetap bersikap sopan dan santun ketika berbicara dengan mereka. Hal ini harus dilakukan agar menghapus kesan bahwa mereka tidak dipedulikan oleh kerabatnya lantaran miskin.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Hendaknya kita memperhatikan harapan orang miskin sebatas kewajaran dan  membantu mereka di luar dari kewajiban yang ditetapkan agama.

2.  Memberi hadiah dan perhatian dapat mengokohkan hubungan keluarga. Memberikan bantuan berupa materi dan bersikap sopan dapat mencegah munculnya dengki dan dendam di tengah keluarga.

 

Ayat ke 9

Artinya:

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (4: 9)

Al-Quran memberikan gambaran dalam ayat ini untuk menumbuhkan empati masyarakat akan kondisi anak-anak yatim. Al-Quran mengajak umat Islam membayangkan bagaimana bila anak mereka sendiri hidup di bawah pengawasan orang-orang yang kejam dan sewenang-wenang dalam membelanjakan harta mereka.  Allah mengingatkan mereka bila mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya sepeninggal mereka, maka hal pertama yang dilakukan adalah takut kepada Allah, tidak menzalimi, berperilaku terpuji, mengasihi dan memenuhi kebutuhan material dan spiritual mereka.

Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Kita harus bersikap yang sama terhadap anak-anak yatim seperti yang kita lakukan terhadap anak kita.

2.  Perilaku baik memiliki dampak di dunia, bukan hanya di akhirat. Perilaku baik atau buruk kita akan sampai kepada anak dan keturunan kita.

3.  Kebutuhan anak yatim tidak terbatas pada hal-hal materi, tapi yang lebih penting adalah kebutuhan spiritual.

 

Ayat ke 10

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (4: 10)

Ayat ini  menyinggung wajah batin  di balik  perbuatan kejam terhadap anak-anak yatim. Memakan harta anak yatim sama dengan menelan api  dan hal ini akan terbukti dan menjelma pada Hari Kiamat.

Perbuatan manusia di dunia memiliki wajah lahiriah yang kita lihat  sehari-hari, tapi juga memilih wajah batin yang tersembunyi. Wajah batin perbuatan manusia akan muncul di Hari Kiamat. Pada hari itu perbuatan yang kita lakukan akan menjelma wajah aslinya. Bila memakan harta anak yatim terlihat betapa pelakunya gembira di dunia, tapi bila melihat dengan mata batin, maka apa yang dimakannya itu sejatinya berupa api. Pada Hari Kiamat yang dimakan itu bukan harta, tapi api yang akan membakar wajah dan tubuhnya.

Dengan demikian, bila ayat sebelumnya menyinggung dampak lahiran dari berbuat zalim terhadap anak-anak yatim, maka dalam ayat ini dijelaskan mengenai dampak batin dari menyelewengkan harta anak yatim.

Dari ayat tadi terdapat  dua  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Memakan harta haram,  khususnya  milik  anak yatim,  sekalipun terlihat nikmat, tapi pada hakikatnya mengganggu jiwa manusia.

2.  Api neraka sejatinya perbuatan buruk yang menjelma di Hari Kiamat. Karena Allah tidak suka menyiksa hamba-Nya, tapi kitalah yang menjebloskan diri ke api neraka.

Read 10604 times