Sayidina Ali bin Abi Thalib, Imam pertama Syiah, seorang sahabat, perawi, sepupu dan menantu Nabi Muhammad Saw, juru tulis wahyu, dan khalifah keempat.
Ali bin Abi Thalib, yang dijuluki Amirul Mukminin adalah penerus, sepupu, dan menantu Nabi Muhammad Saw, suami Fatimah Zahra, dan ayah dari Imam Hassan, Imam Hussein, dan Zainab al-Kubra.
Menurut sumber sejarah Sunni dan Syiah, Sayidina Ali orang pertama yang beriman kepada Nabi muhammad saw dan secara khusus diberi gelar Amirul Mukmiminin oleh Nabi. Dia adalah salah seorang keluarga Nabi yang kepadanya ayat penting tentang penyucian diturunkan dalam surat al-Ahzab ayat 33.
Nabi Muhammad Saw, atas perintah Allah swt, menunjuk Sayidina Ali sebagai penerusnya dalam hal politik dan agama di Ghadir Khum dan menerima baiat dari masyarakat yang hadir waktu itu. Tapi, setelah wafatnya Nabi pada tahun 11 H, ada faktor-faktor yang menghalangi terjadinya suksesi ini dan beliau tetap menjauh dari kekhalifahan Muslim selama bertahun-tahun setelah wafatnya Nabi. Beliau baru benar-benar mencapai kekhalifahan 25 tahun kemudian, setelah wafatnya Utsman.
Masalah kekhalifahan Imam Ali merupakan masalah yang menyebabkan umat Islam terbagi menjadi dua kelompok: Syiah dan Sunni. Kaum Syiah memandang Sayidina Ali adalah khalifah langsung yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad saw, dan mereka menganggap pengelolaan politik negara Islam dan pemilihan pemimpin negara Muslim adalah aturan ilahi yang berdasarkan prinsip-prinsip Syariah dan perintah-perintah-Nya dari Al-Quran dan Sunnah. Sebaliknya, kaum Sunni menganggap Imam Ali sebagai khalifah keempat dan mendefinisikan siapa pun Muslim yang dapat mencapai posisi penguasa melalui pemilihan selektif, pemilihan kelompok, warisan, atau melalui perang dan kekuasaan sebagai wali kaum Muslim.
Dalam artikel dari Parstoday ini, kita akan menelisik tentang kehidupan Imam Ali berdasarkan sumber sejarah Islam yang dapat dipercaya:
Kelahiran, keluarga, dan menantu Nabi
Ali bin Abi Thalib dilahirkan di Kabah pada hari Jumat tanggal 13 Rajab tahun ketiga puluh Tahun Gajah (10 tahun sebelum kenabian). Ayahnya bernama Abu Thalib, paman Rasulullah Saw, dan ibunya bernama Fatimah binti Asad, keduanya berasal dari klan Bani Hasyim, suku Quraisy di Mekkah.
Imam Ali menikahi Sayidah Fatima Zahra, putri Nabi Muhammad saw, pada bulan Dzulhijjah, tahun kedua Hijriah, pada usia 24 tahun. Anak-anaknya dari Sayidah Fatimah adalah: Imam Hassan, Imam Hussein, Sayidah Zainab dan Umi Kulsum.
Sayidah Zahra meninggal dunia di usia muda, 6 bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, dan Sayidina Ali menikah dengan wanita lain setelahnya dan memiliki anak-anak.
Sayidina Ali dalam perang-perang awal Islam
Setelah umat Islam berhijrah ke Madinah, dimulailah perjuangan Nabi Muhammad Saw melawan kaum musyrik, dan munafik, dan Ahli Kitab. Sayidna Ali ikut serta dalam semua perang, kecuali pada Perang Tabuk, di mana ia tetap berada di Madinah atas perintah Nabi untuk mencegah konspirasi kaum musyrik dan kemungkinan pemberontakan kaum munafik ketika itu.
Para penulis biografi telah banyak menulis mengenai keberanian dan pengorbanan Ali dalam berbagai perang tersebut. Pada saat Perang Uhud, ketika sebagian kaum muslimin melarikan diri, Ali bin Abi Thalib tetap tinggal untuk menjaga Nabi Muhammad saw dan keluarganya, hingga Nabi Muhammad bersabda tentang Imam Ali, “Dia dariku dan aku darinya.”.
Keutamaan Imam Ali dalam Al-Quran dan Hadis
Ayat Lailatul Mabit
Pada tahun ketiga belas kenabian, seiring dengan meningkatnya tekanan kaum musyrik Mekkah terhadap kaum muslimin dan semakin banyaknya ajakan penduduk Yatsrib (Madinah) kepada Rasulullah Saw, maka mulai dipersiapkanlah lahan untuk hijrah umat Islam ke Yatsrib. Dalam situasi ini, kaum musyrik Quraisy memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad Saw. Pada malam yang kemudian dikenal dengan sebutan "Lailatul Mabit", Ali tanpa pamrih tidur di ranjang Nabi dengan tujuan menipu para pembunuh, dan Nabi pun berhijrah ke Madinah sementara kaum musyrik tidak menyadarinya.
Ayat 207 Surat Al-Baqarah diturunkan terkait peristiwa ini dalam kasus tersebut yang memuji pengorbanan Sayidina Ali.
Selain itu, ada juga ayat Mubahala pada ayat 61 Surat Al-Imran mengenai keutamaan Sayidina Ali. Berdasarkan sumber dari kalangan Sunni dan Syiah, Nabi menyebut Imam Hassan dan Imam Hussein sebagai “putra-putra kami” dan Fatimah sebagai “putri-putri kami”, serta beliau menyebut Ali sebagai "diri kami sendiri".
Hadits tentang martabat
Hadits Manzilat adalah hadits shahih dari Nabi Muhammad saw di kalangan Sunni dan Syiah, di mana beliau berkata kepada Ali saw, “Engkau bagiku seperti Harun bagi Musa, hanya saja ada perbedaan antara engkau dan aku tidak akan ada Nabi sesudah aku." Ya, benar. Menurut ayat-ayat Al-Quran, Harun memiliki empat kedudukan selain kenabian sebagai wazir (Qs, Furqan:35), saudara (Qs, Thaha:30), keluarga (Qs, Thaha:29) dan khalifah (Qs, Al-Araf:142)
Ayat Wilayah
Menurut semua mufasir dari Syiah dan sebgaian besar mufasir Sunni, ayat 55 Surat Al-Ma'idah, yang dikenal sebagai "Ayat Wilayah," diturunkan mengenai Sayidina Ali ketika ada orang yang membutuhkan datang ke masjid dan meminta pertolongan. Maka Ali memberinya cincinnya sambil rukuk.
Ayat Amirul Mukminin
Ayat ke-59 Surat An-Nisa yang juga dikenal dengan sebutan ayat ketaatan atau ayat para penguasa, memerintahkan orang-orang beriman untuk menaati Allah, Rasulullah beserta Ahlul Baitnya. Dalam banyak riwayat, terutama riwayat yang berasal dari keluarga Nabi, disebutkan bahwa pemimpin yang berwenang adalah Ali bin Abi Thalib dan para imam dari garis keturunannya.
Aktivitas Imam Ali pada era tiga khalifah pertama setelah Nabi
Menyelesaikan permasalahan kaum lemah: Bekerja dan berjuang untuk menafkahi kehidupan banyak orang miskin dan membutuhkan. Bahkan beliau membangun kebun-kebun dengan tangannya sendiri, menggali sumur dan saluran air, lalu mendedikasikannya untuk jalan Allah.
Menyelesaikan persoalan intelektual lintas agama: Menjawab pertanyaan para ulama dari berbagai bangsa dan budaya, khususnya kaum Yahudi dan Nasrani, yang datang ke Madinah untuk meneliti Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad saw.
Penjelasan tentang masalah-masalah fiqih dan agama: Menjelaskan hukum-hukum berbagai peristiwa yang baru muncul dan belum ada presedennya dalam Islam dan tidak ada nash-nashnya dalam Al-Qur’an dan hadits dari Nabi Muhammad saw.
Membantu pertumbuhan spiritual: Membesarkan dan memelihara sekelompok sahabat dan anak-anak mereka yang memiliki hati nurani yang murni dan jiwa yang siap untuk kemajuan spiritual dan sosial.
Nasihat politik-sosial kepada para khalifah: Jika suatu bahaya mengancam Islam dan kaum Muslimin, atau suatu keputusan yang keliru akan menyebabkan penyimpangan lebih jauh dalam agama, maka beliau menasihati para khalifah sebagai penasehat agar Islam tidak semakin dirugikan.
Janji setia rakyat kepada Ali bin Abi Thalib
Setelah Khalifah ketiga, Utsman bin Affan, dibunuh oleh para pengunjuk rasa, para penentangnya, termasuk kaum Ansar dan Muhajir yang menentang kaum Quraisy, kaum Mesir, dan kaum Kuffah, semuanya sepakat mengenai kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Dia mengemban jabatan khalifah di tengah situasi sulit dan terpecah yang muncul di kalangan umat Islam.
Kebijakan pemerintah
Memilih pejabat di dunia Islam berdasarkan logika keadilan dan tanpa memperhatikan hubungan keluarga
Membuat hukum dengan memperhatikan keadilan Al-Quran dan Sunnah Nabi
Menunjuk pengawas dan pengawas untuk memantau kinerja pejabat
Kebijakan dan reformasi ekonomi
Memulai pembangunan perkotaan
Pengembangan pertanian dan dukungan bagi petani
Memperkuat perdagangan dan pedagang
Inspeksi pasar langsung
Distribusi kekayaan publik secara merata dan tidak menunda pendistribusiannya.
Mendukung kelas bawah masyarakat
Kebijakan dan reformasi budaya
Mengembangkan pendidikan dan pelatihan tenaga pengajar rakyat
Mencegah terganggunya tradisi yang baik dan menentang tradisi yang buruk
Memperkuat semangat kritisisme agen dan melestarikan tradisi perintah dan larangan agen oleh masyarakat
Perang pada masa kekhalifahan Amir al-Mu'minin
Sayina Ali berperang melawan musuh-musuhnya tiga kali selama masa kekhalifahannya yang berlangsung selama empat tahun sembilan bulan. Pertempuran ini meliputi:
Pertempuran Jamal pada tahun 36 H dengan para pembelot, yang bersatu atas dorongan Muawiyah dan memerangi Imam Ali, tetapi dikalahkan.
Perang Siffin tahun 37 H. Perang melawan Muawiyah dan pasukannya yang tidak menaati perintah Imam Ali sebagai khalifah umat Islam, melainkan memutuskan untuk mendirikan pemerintahan dinasti sendiri di negeri kaum muslimin dan dengan tradisi yang bertentangan dengan dengan tradisi Nabi Muhammad Saw.
Pertempuran Nahrawan pada tahun 38 H dengan kaum Marqin, yakni kaum yang meninggalkan sunah Nabi Islam dan menyerang kehidupan dan masyarakat Muslim dengan penafsiran Al-Quran yang dangkal.
Kesyahidan Imam Ali
Ibnu Muljam, salah seorang Khawarij, menyerang Imam Ali dengan pedang beracun ketika beliau sedang shalat di mihrab masjid Kufah pada fajar hari Rabu, tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H, dan Imam syahid pada malam tanggal 21 Ramadhan.
Pepatah terkenal
Diriwayatkan bahwa Imam Ali as sering berkata: "Barangsiapa yang memperbaiki hubungan antara dirinya dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungan antara dirinya dengan manusia. Dan barangsiapa yang memperbaiki hubungannya di akhirat, maka Allah akan memperbaiki hubungannya di dunia."
Beliau juga berkata, "Di antara penebus dosa besar adalah menolong orang yang menangis minta tolong dan menghibur orang yang sedang bersedih."
Sayidina Ali berkata, "Lebih baik mati daripada dipermalukan! Berbuat sedikit lebih baik daripada mengulurkan tanganmu ke sana kemari, dan hidup itu dua hari, satu hari untuk keuntunganmu, dan satu hari untuk kerugianmu! Janganlah kamu bersukacita ketika engkau mendapat kebaikan, dan janganlah kamu bersedih ketika engkau mendapat keburukan, karena nanti kamu akan diuji oleh keduanya".
Ia juga berkata, "Tidak ada kekayaan seperti akal, tidak ada kemiskinan seperti kebodohan, tidak ada warisan sepertiadab, dan tidak ada dukungan seperti nasihat."