Surat an-Nisaa memiliki 176 ayat dan diturunkan di Madinah. Dikarenakan sebagian besar ayat dari surat ini berkaitan dengan persoalan-persoalan keluarga, hak wanita dalam keluarga, surat ini dinamakan Surat an-Nisaa yang artinya wanita.
Ayat ke 1
Artinya:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (4:1)
Nama surat yang berkaitan dengan persoalan keluarga ini dimulai dengan anjuran takwa dan dalam ayat pertama anjuran ini, dinyatakan dua kali. Karena kelahiran dan pendidikan setiap individu terjadi di dalam keluarga. Bila pondasi urusan ini bukan perintah Tuhan, maka tidak ada jaminan untuk kesehatan ruhani dan mental individu dan sosial. Untuk menafikan segala bentuk keinginan untuk unggul sendiri, Allah Swt mengingatkan bahwa semua kalian diciptakan dari satu jenis, maka bertakwalah dan jangan berfikir bahwa keturunan, warna kulit dan bahasa dapat menjadi faktor keunggulan.
Bahkan wanita dan lelaki dengan semua perbedaan-perbedaan yang dimiliki baik dari segi jasmani dan ruhani, tetapi tidak satupun yang lebih unggul dari lainnya. Karena keduanya dari satu jenis dan akar semuanya adalah seorang ayah dan ibu. Pada ayat al-Quran yang lain, Allah Swt menempatkan berbuat kebajikan kepada orang tua dari sisi ketaatan kepada-Nya dan dengan demikian, memandang posisi mereka begitu tinggi dan mulia. Namun dalam ayat ini, bukan hanya orang tua, melainkan setelah nama-Nya Allah Swt menyebut perlu pemeliharaan hak semua keluarga (famili) dan kerabat serta memperingatkan masyarakat agar menjauhi perilaku zalim terhadap mereka.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam adalah agama sosial. Oleh karenanya ia menaruh perhatian tentang hubungan manusia antara satu dengan lainnya dalam keluarga dan masyarakat. Kelaziman takwa dan tauhid adalah menjaga hak orang lain.
2. Manusia harus bersatu. Karena segala bentuk diskriminasi antara mereka berdasarkan warna, etnis, bahasa dan kawasan adalah dilarang Allah Swt. Allah menciptakan semua manusia dari satu jenis.
3. Semuan anak Adam adalah satu keluarga. Karena semua dari satu ayah dan satu ibu. Untuk itu semuanya harus saling menghormati seperti keluarga sendiri.
4. Tuhan mengetahui niat kita. Kita tidak patut mempraktikkan diskriminasi terhadap sesama manusia mekipun dalam hati.
Ayat ke 2
Artinya:
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (4: 2)
Ayat ini menyinggung salah satu topik yang menimpa semua masyarakat manusia yaitu anak-anak yatim. Anak-anak yang tak punya pengasuh dan tak mampu menjaga harta warisan. Oleh karenanya mereka diasuh oleh seorang pengasuh yang berpeluang menyalahgunakan harta anak yatim itu.
Pesan penting ayat ini adalah anak-anak kecil yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya seringkali hak-hak mereka terabaikan. Harta waris yang semestinya milik mereka diambil oleh orang lain, atau diberi sesuka hati sang pengasuh, tidak seperti yang ditentukan oleh Allah dalam hukum warisan. Ayat ini melarang segala bentuk penyalahgunaan harta anak-anak yatim. Barang siapa melakukannya berarti ia telah jatuh ke dalam dosa besar. Karena tugas mengasuh anak yatim, adalah memegang amanah dan menyerahkannya kepada anak-anak itu ketika mereka sudah besar kelak, bukannya harta itu dibelanjakan untuk kepenntingan sendiri.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Harta anak-anak yatim harus diserahkan kepada mereka, meskipun mereka tidak tahu ataupun lupa.
2. Anak-anak juga pemilik harta, namun selagi mereka belum mencapai usia dewasa, mereka tidak berhak memegangnya.
3. Islam menaruh perhatian kepada orang-orang tertindas dan anak-anak yang tidak memiliki pengasuh dalam masyarakat dan membela mereka.
Ayat ke 3
Artinya:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (4: 3)
Ayat ini berkaitan dengan anak-anak gadis yatim yang selalu menjadi obyek kesewenang-wenangan. Oleh karenanya, Allah Swt berbicara mengenai mereka secara tersendiri dan terpisah serta melarang keras tindakan zalim terhadap mereka ini.
Betapa banyak orang yang meminang anak-anak yatim dengan tujuan menguasasi harta gadis-gadis yatim tersebut. Untuk tujuan ini mereka menggunakan segala cara. Namun al-Quran menyatakan, bila kalian ingin mengawini gadis-gadis yatim dan berniat menzalimi mereka, maka urungkanlan niat tersebut.
Dalam riwayat disebutkan, sebagian orang yang mengangkat anak dari gadis-gadis yatim, namun tidak berapa lama mereka mengawininya dengan niat menguasai hartanya. Bahkan yang lebih buruk lagi, mas kawinnya diberikan di bawah standar. Ayat ini dan ayat 127 turun dan melarang segala bentuk ketidakadilan terhadap mereka. Dikarenakan anak-anak gadis yatim tersebut pada umumnya dijadikan isteri kedua, ketiga atau keempat. Untuk memelihara kehormatana mereka, al-Quran menyatakan, jika kalian berniat kawin lagi, mengapa kalian memilih anak-anak gadis yatim? Carilah wanita lain atau paling tidak kalian mencukupkan diri dengan budak-budak wanita yang kalian miliki.
Meskipun ayat ini mengizinkan kepada lelaki untuk menikah dengan empat wanita, namun perlu diketahui bahwa perkara ini bukan inisiatif Islam. Tapi ini sebuah solusi dari masalah sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Karena Islam selalu berusaha untuk memelihara kehormatan keluarga, menetapkan syarat yang berat baginya. Dengan kata lain, Islam tidak memerintahkan poligami, keduali setelah melihat kondisi realistis dari masyarakat. Untuk itu Islam mengontrolnya dan meletakkan undang-undang yang khas.
Pada kenyataannya, kaum lelaki tidak lebih terjamin keselamatan nyawanya ketimbang kaum wanita. Dalam peperangan, kaum lelaki yang mati, sementara isteri mereka menjadi janda. Dalam kegiatan sehari-hari, kaum lelaki senantiasa menjadi obyek ancaman dan jumlah korban jauh yang jatuh lebih besar dari wanita. Oleh karena itulah, dalam semua masyarakat, usia pertengahan di kalangan wanita lebih banyak dari kaum lelaki. Pertanyaannya, apakah para janda dan wanita itu harus tetap dalam kondisnya hingga akhir usianya?
Di sisi lain, apakah mudah memerintah para pemuda untuk mengawini para janda yang memiliki anak? Lebih buruk adalah kondisi yang berlaku di Barat, dimana tidak ada batasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Islam tidak ingin mengingkari kebutuhan timbal balik ini. Untuk itu Islam menetapkan hukum yang khusus dan membatasi jumlah isteri. Tapi yang terpenting dalam hubungan ini adalah menjaga keadilan antara isteri.
Apakah ini bertentangan dengan hak wanita? Sementara di masyarakat yang tidak memberikan batasan bagi hubungan laki-laki dan wanita telah mengizinkan segala bentuk hubungan bahkan dengan isteri orang lain. Semua ini disosialisasikan dengan isu-isu kebebasan yang menipu. Apakah hal yang seperti ini menghormati hak perempuan? Al-Quran dalam ayat ini dengan jelas mengatakan, jika kalian tidak dapat membagi keadilan terhadap isteri, maka kalian tidak berhak berpoligami!
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk memelihara kehormatan dan kemuliaan anak-anak gadis yatim dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan harta dan kehormatan mereka, Islam menjadikan keadilan sebagai tolak ukur bagaimana bersikap dengan mereka.
2. Salah satu dari syarat memilih isteri adalah cinta. Tidak boleh seseorang dikawinkan secara paksa.
3. Bila muslimin menyalahgunakan poligami, bukan berarti poligami itu sendiri yang buruk. Sebaliknya, masyarakat yang memerlukan poligami, tapi harus diatur undang-undang yang jelas.