2012 Nabi Muhammad bin Abdillah bin Abdul-Muththalib saw

Rate this item
(0 votes)

Muhammad bin Abdillah bin Abdul-Muththalib saw, sang penutup para nabi dan penghulu para rasul, dilahirkan pada tanggal tujuh belas bulan Rabiul-Awwal, Tahun Gajah. Setelah kehilangan ayahnya, Muhammad kecil disusukan di Bani Sa‘d dan dikembalikan lagi pada ibunya saat ia berusia sekitar empat atau lima tahun. Ibunya meninggal dunia saat ia masih berusia enam tahun. Lalu sang kakek mengasuhnya dan ia tinggal bersamanya selama dua tahun. Kemudian setelah menyerahkan urusan pengasuhan dan penjagaan Muhammad pada paman tersayangnya, Abu Thalib, sang kakek pun meninggal dunia. Putra Abdullah ini tinggal bersama pamannya sampai masa pernikahannya.

Muhammad melakukan perjalanan ke Syam bersama pamannya saat berusia dua belas tahun, dan bertemu dengan pendeta Buhaira di suatu jalan. Buhaira pun mengenalnya dan mengingatkan Abu Thalib agar jangan sampai lengah saat menjaganya serta menerangkan kepadanya soal konspirasi kaum Yahudi terhadapnya.

Nabi saw menghadiri Sumpah Kesetiaan (Hilful-Fudhul) saat berusia dua puluh tahun yang di kemudian hari menjadi kebanggaan beliau. Beliau bepergian ke Syam dengan membawa barang dagangan Khadijah dan menikahinya saat beliau berusia dua puluh lima tahun; di mana beliau berada pada puncak masa mudanya. Sebelumnya, beliau dikenal sebagai seorang yang terpercaya dan jujur (al-Amin). Bahkan pelbagai suku yang terlibat konflik dalam memasang Hajar Aswad, semua puas dengan solusi jitu yang disodorkannya.

Beliau diutus saat berusia empat puluh tahun, dan mulai menyeru umat manusia kepada Allah Swt dalam keadaan yakin akan misinya. Beliau mengumpulkan para pengikutnya dan para penolongnya dari orang-orang yang beriman terdahulu.

Setelah berakhirnya tiga atau lima tahun dari permulaan dakwah, Allah Swt memerintahkannya untuk mengingatkan kerabat dekatnya, kemudian menyuruhnya untuk secara terbuka menyampaikan risalah (agama Ilahi) dan mengajak manusia kepada Islam secara terang-terangan sehingga orang yang mencintai Islam masuk dalam golongan kaum Muslim dan Mukmin.

Sejak saat itu, kaum Quraisy mulai menebarkan berbagai ranjau (halangan) di hadapan gerakan Rasulullah saw. Mereka berusaha membendung tersebarnya agama dengan membuntu jalan dakwah menuju Allah. Dan Nabi saw bereaksi dengan membuka jendela dakwah baru di luar Mekkah. Beliau mengirim beberapa kelompok kaum Muslim ke Habasyah setelah sebelumnya mereka mendapatkan sambutan hangat dari Raja di sana (Najasyi). Lalu mereka tinggal di sana di bawah kepemimpinan Ja‘far bin Abi Thalib dan Ja‘far tidak meninggalkan kawasan itu kecuali pada tahun ketujuh setelah Hijrah.

Kaum Quraisy tidak berhasil menghasut Najasyi (Negus) untuk memusuhi kaum Muslim. Sehingga mereka menggunakan metode baru yang berupa pemberlakuan embargo ekonomi, sosial dan politik yang berjalan selama tiga tahun. Tatkala kaum Quraisy putus asa dari usaha menundukkan Nabi saw dan Abu Thalib serta seluruh Bani Hasyim untuk kepentingan-kepentingan mereka, maka tali embargo pun terputus. Namun setelah keluar dari embargo sebagai pemenang, Nabi saw dan keluarganya diuji dengan meninggalnya Abu Thalib dan Khadijah—semoga salam Allah tercurahkan kepada mereka berdua—pada tahun kesepuluh bi‘tsah (masa pengutusan Nabi saw). Dua kejadian tersebut sangat memukul Nabi saw, karena beliau kehilangan dua pendukung terkuat dalam satu tahun.

Di sini, sebagian sejarawan menguatkan terjadinya Isra dan Mikraj. Saat itu, Nabi saw berada dalam puncak kesedihan dan beliau mengalami tekanan batin yang berat. Beliau melihat resistensi dan penentangan keras kaum Quraisy terhadap risalahnya. Lalu Allah Swt membukakan cakrawala masa depan baginya dengan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya yang agung kepadanya. Maka, keberkahan Mikraj begitu agung (luar biasa) bagi Nabi dan semua kaum Mukmin.

Kemudian Rasulullah saw hijrah ke Thaif untuk mencari basis baru tetapi beliau tidak memperoleh keberhasilan yang baru dari negeri yang bertetanggaan dengan Mekkah ini dan yang terkontaminasi dengan udaranya.

Kemudian beliau kembali ke Mekkah dan memilih tinggal di sebelah Muth‘im bin Adi. Beliau memulai aktivitas baru untuk menyebarkan agama di musim haji. Beliau memperkenalkan dirinya di hadapan pelbagai suku yang bertujuan ke Baitul-Haram untuk menunaikan manasik haji dan berdagang di pasar Ukadz. Maka, setelah berjumpa dengan penduduk Yatsrib, Allah Swt membukakan pintu kemenangan baginya. Dakwah beliau di jalan Allah berjalan terus dan Islam pun tersebar di Yatsrib hingga beliau memutuskan untuk hijrah ke sana sendirian setelah Allah memberitahukan padanya tentang makar kaum Quraisy ketika mereka sepakat untuk menghabisinya.

Akhirnya, beliau selamat dari makar buruk itu. Beliau memerintahkan Ali as untuk tidur di ranjangnya. Saat itu beliau hijrah ke Yatsrib dengan penuh kehati-hatian. Beliau memasuki kota Yatsrib saat penduduknya benar-benar siap untuk menyambutnya. Beliau sampai di Quba di permulaan Rabiul-Awwal. Dan atas perintah beliau sendiri, hijrahnya yang penuh berkah menjadi acuan permulaan sejarah Islam.

Nabi yang terakhir saw mendirikan negara Islam pertama. Beliau mengukuhkan pondasi-pondasinya sepanjang tahun pertama pasca hijrah yang dimulai dengan penghancuran berhala-berhala dan pembangunan Mesjid Nabi saw. Beliau mempersiapkan mesjid ini sebagai sentral aktivitas, dakwah dan pemerintahannya. Pondasi lain yang dibangunnya adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, sehingga hal itu menjadi pondasi publik yang kokoh yang di atasnya negara baru berdiri. Di samping itu, beliau menulis buku rujukan yang mengatur hubungan antara satu kabilah dengan kabilah yang lain. Beliau juga menandatangani perjanjian dengan para pemuka kaum Yahudi yang mencakup garis-garis umum dari sistem birokrasi dan pemerintahan Islam pertama.

Negara Islam yang masih belia dan begitu juga dakwah Islam harus menghadapi kaum Quraisy yang bertekad untuk menghancurkan dakwah dan negara Islam. Mereka menyalakan peperangan demi peperangan terhadap kaum Muslim sehingga memaksa Nabi dan kaum Muslim untuk bertahan (membela diri).

Pembelaan terhadap negara yang baru saja berdiri ini telah dimulai dengan pengiriman brigade perang (Sariyah, yakni peperangan yang tidak menyertakan Nabi saw—peny) di bawah kepemimpinan pamannya, Hamzah, pada bulan ketujuh setelah Hijrah. Nabi saw juga mempersiapkan tiga Sariyah sampai penghujung tahun pertama dari Hijrah. Pada tahun ini banyak ayat dari surah al-Baqarah yang turun guna menjelaskan hukum-hukum yang abadi kepada Nabi saw dan negaranya serta umatnya, dan membongkar rencana-rencana kaum munafik, juga menyingkap konspirasi kaum Yahudi terhadap Sang Penutup para nabi dan negara universalnya yang baru.

Kaum Quraisy merongrong Nabi saw dan negaranya dari luar Madinah, sedangkan kaum Yahudi “membidik” negara ini dari dalam Madinah. Namun, Nabi saw memonitor semua gerakan mereka. Sebagai konsekuensinya, terjadilah delapan peperangan dan dua Sariyah (brigade perang) sepanjang tahun kedua, termasuk peperangan Badar Kubra di bulan Ramadan yang berkah. Dalam peperangan Badar itu, perintah puasa telah diwajibkan, juga terjadi perubahan arah Kiblat. Hal ini memberikan dimensi baru dalam kebebasan umat Islam dan negara Islam.

Tahun kedua dipenuhi dengan pelbagai kemenangan gemilang militer Islam. Di samping itu, telah turun undang-undang politik dan sosial. Sedangkan kaum Quraisy dan kaum Yahudi menelan kekalahan pertama yang memalukan. Dan Bani Qainuqa—setelah mereka terbukti melanggar perjanjian bersama Rasulullah saw pasca kemenangan kaum Muslim di Badar Kubra—diiusir dari Madinah. Mereka adalah kelompok Yahudi pertama yang menjadikan Madinah sebagai tempat tinggal.

Kaum Quraisy terus berusaha melakukan manuver militer untuk menentang Islam dan kaum Muslim dari luar Madinah. Dan berbagai kabilah Yahudi melanggar perjanjiannya bersama Nabi saw beberapa kali selama tiga tahun berturut-turut. Adalah lima peperangan, yaitu: Uhud, Bani Nadhir, Ahzab, Bani Quraizhah, dan Bani Musthaliq yang cukup menguras tenaga Nabi saw dan seluruh kaum Muslim selama tiga tahun ini.

Allah Swt telah menggagalkan tipu daya kaum Ahzab dan kaum Yahudi sekaligus pada tahun kelima setelah kaum Muslim menjalani ujian yang penuh berkah. Dengan hal itu Allah membentangkan jalan bagi penaklukan yang nyata, setelah kaum Quraisy berputus asa dari usaha menghancurkan kekuatan kaum Muslim. Pasca perjanjian Hudaibiyah, Nabi saw berkoalisi dengan pelbagai kabilah yang berada di sekitarnya dan mengajak mereka untuk menjadi satu kekuatan dalam menghadapi kekuatan-kekuatan syirik. Sehingga Allah Swt menaklukkan Mekkah baginya pada tahun kedelapan dan menjadikannya mampu membersihkan semenanjung Arab dari basis-basis syirik setelah beliau menundukkan para pembangkang Quraisy terhadap negaranya dan politiknya yang berkah.

Kemudian tahun kesembilan Hijrah dipenuhi dengan kedatangan pelbagai kabilah yang masuk Islam secara berbondong-bondong.

Sedangkan tahun kesepuluh adalah tahun haji Perpisahan (hijjatul-wada) dan merupakan tahun terakhir yang dilalui Nabi saw bersama umatnya. Beliau membentangkan jalan bagi negara universalnya dan bagi umatnya yang menjadi saksi atas seluruh umat.

Nabi saw, sang pemimpin, meninggal dunia pada tanggal 28 Safar tahun ke-11 Hijriah, setelah beliau mengukuhkan pilar-pilar negara Islamnya dan menentukan seorang pemimpin yang berjiwa suci baginya yang akan menggantikannya. Kepemimpinan yang berjiwa suci pasca beliau terwujud pada sosok agung, Ali bin Abi Thalib as. Ali as adalah manusia sempurna yang dididik oleh Rasul yang mulia saw dengan tangannya yang berkah, semenjak ia lahir.

Beliau mengasuhnya dengan sebaik-baik pengasuhan sepanjang hidupnya. Imam Ali bin Abi Thalib as memanifestasikan semua nilai Islam dalam pikiran, perilaku dan akhlaknya. Ali bin Abi Thalib as merupakan sosok yang paling patuh terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan Nabi saw. Karena itu, ia layak menyandang kekuasaan yang besar (al-wilayah al-kubra), wasiat Nabi saw dan kepemimpinan (khilafah) Ilahiah. Beliau telah mengabdikan seluruh hidupnya demi tegaknya risalah Islamiah dan revolusi Ilahiah serta negara Nabawiah, hingga—sesuai dengan perintah Allah Swt—ia layak menjadi pengganti pertama Nabi saw pasca kepergiannya dari gelanggang kehidupan.

Rasul yang agung saw telah memenuhi panggilan Tuhannya setelah beliau menyempurnakan penyampaian risalah; yaitu dengan mengangkat Imam Ali bin Abi Thalib as sebagai pemberi petunjuk dan imam bagi kaum Muslim meskipun kondisi saat itu begitu sulit. Demikianlah Rasulullah saw merupakan contoh terbaik dalam ketaatan kepada Allah Swt dan kepatuhan terhadap perintah-perintah-Nya. Beliau telah menyampaikan perintah Allah secara baik dan menyempurnakan hujah (bukti) secara indah.

Read 5818 times