Imam Muhammad bin Ali at-Taqi atau yang lebih dikenal dengan Imam Jawad as, dilahirkan pada tahun 195 Hijriah di kota Madinah. Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan.
Beliau memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu.
Ayahnya Imam Ridha as dan ibunya bernama Sabikah. Ketika lahir ke dunia, Imam Ridha as memeluknya dengan penuh kasih sayang dan pada saat itu juga memberikan kabar akan peristiwa pahit dan syahadahnya. Imam Ridha as mengatakan, "Ini adalah anakku dan akan terbunuh dengan kezaliman. Penduduk langit menangisi syahadahnya dan Allah murka kepada musuhnya. Pembunuhnya setelah itu tidak akan menikmati kehidupan dan akan segera mendapat azab ilahi."
Imam Muhammad at-Taqi as merupakan Imam kesembilan Syiah dan pemimpin ilahi pertama yang menerima tanggung jawab Imamah dalam usia yang masih belia. Beliau dalam usia delapan tahun harus memikul tanggung jawab ini setelah syahadah ayahnya dan menuntun masyarakat.
Image Caption
Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu. Imam Jawad memang berumur belia saat meninggalkan dunia yang fana. Namun usia 25 tahun yang beliau lewati telah meninggalkan warisan ilmu dan khazanah hikmah yang tak terbatas. Sejarah menyebutkan nama 150 orang yang pernah berguru kepada Imam Jawad as dan mendapat bimbingan beliau. Diantara mereka, nampak nama-nama para tokoh yang dikenal figur besar di bidang keilmuan dan fiqh.
Jawad adalah salah satu nama yang paling indah dari Allah Swt yang berarti pemberian tanpa berharap sedikitpun dan memberi sebelum diminta. Kedermawanan luar biasa dan senantiasa. Dia tidak menerima apa pun sebagai balasan atas pemberian dan setelah memberi. Dia tidak meminta apa pun, sementara Dia memberikan yang sama antara mereka yang taat atau berbuat dosa. Nama Ilahi ini telah sepenuhnya memanifestasikan dirinya dalam diri Imam Muhammad Taqi as dan mengungkap pemberian serta kedermawanan Allah Swt. Karena itu, siapa pun yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan memiliki berkah dalam harta dan kehidupan, jika dia menyebut nama beliau, tidak diragukan lagi akan membawa berkah bagi hidupnya.
Imam Ridha as berkali-kali berkata kepada sahabat dan orang-orang dekatnya, "Ini adalah putraku. Tidak ada pecinta kami yang dilahirkan lebih berkah darinya. Ibnu Asbath dan Abbad bin Ismail dua orang dari sahabat Imam Ridha as menukil bahwa suatu hari kami berada bersama Imam Ridha as. Beliau menunjukkan Muhammat Taqi as yang masih bayi. Kami bertanya, "Apakah ini bayi yang dilahirkan penuh kebaikan dan berkah?" Beliau menjawab, " Iya. Inilah bayi dilahirkan dan tidak ada bayi yang dilahirkan penuh berkah selainnya dalam Islam."
Tentu saja bahwa seluruh Imam Maksum as penuh berkah bagi para pecinta Ahlul Bait as, tapi mengapa Imam Ridha as menyebutnya sebagai paling berkah? Itu kembali pada kondisi khusus periode itu. Masa itu adalah periode khusus, di mana Imam Ridha as menghadapi kesulitan untuk menentukan penggantinya sebagai imam pengganti dirinya, dan hal itu tidak dihadapi oleh para Imam as sebelumnya.
Imam Jawad as adalah sosok paling murah hati dan banyak berderma. Karena kemurahan hati beliau terhadap orang lain, Imam as pun dijuluki al-jud (dermawan).
Perihal kedermawanan beliau, terdapat kisah berikut. Saat Ahmad bin Hadid beserta rombongan menunaikan ibadah haji, tiba-tiba sekelompok penyamun datang menyerang. Harta mereka pun ludes digasak perampok.
Saat tiba di Madinah, Ahmad bergegas menemui Imam Jawad as. Ia menceritakan apa yang dialami bersama kafilahnya. Lalu Imam as menyuruhnya membawa sehelai kain seraya memberinya sejumlah dinar untuk dibagi-bagikan pada rombongannya. Jumlahnya sama dengan apa yang dirampok dari mereka.
Dengan demikian, Imam as telah menyelamatkan mereka dari cobaan. Berkat kedermawanan yang agung itu, Imam as telah mengembalikan milik mereka yang hilang.
Kedermawanan dan kebaikan hati Imam Jawad as tak hanya terhadap manusia. Melainkan juga terhadap seluruh makhluk Allah Swt, termasuk hewan. Muhammad bin Walid Kirmani meriwayatkan, “Aku makan di tempat Abu Ja’far as. Selesai makan, meja makan diangkat dan pelayan pun datang membersihkan potongan-potongan makanan. Imam as berkata kepadanya, ‘Tinggalkan apapun di sahara meski sebesar paha domba.’”
Imam as menyuruhnya meninggalkan makanan yang ada di sahara agar dapat dimakan burung dan seluruh emua hewan yang tidak mempunyai makanan.
Imam Jawad as menilai kesabaran dalam menghadapi kesulitan sebagai satu perbuatan baik dan mengatakan, "Sabar menghadapi kesulitan akan menjadi musibah bagi yang menyalahkannya." Beliau sangat sabar dalam menghadapi kesulitan. Imam Jawad tidak menunjukkan perubahan dan cemas menghadapi peristiwa sulit, bahkan dengan bertawakal kepada Allah yang Maha Mengetahui beliau mempertebal kesabarannya. Tentu saja ini mengenai masalah yang dihadapi, tapi berbeda ketika yang terjadi terkait prinsip Islam dan batasan ilahi beliau benar-benar membela dan mengambil sikap yang telah diperhitungkan matang. Menahan diri dengan istri yang tidak layak, sabar menghadapi kezaliman penguasa, sabar menghadapi kesulitan hidup seperti syahadah ayah merupakan contoh kesabaran beliau.
Telah dikatakan dalam sejarah bahwa beberapa orang dari jauh akan membawa hadiah berharga untuk Imam Jawad as. Namun dalam perjalanan, kafilah itu menemui sekelompok bandit dan barang-barang hadiah itu dicuri. Orang yang bertanggung jawab membawa hadiah kepada Imam Jawad menulis surat kepada beliau dan memberi tahu Imam tentang kejadian itu. Sebagai jawabannya, Imam Jawad menulis surat kepadanya, "Jiwa dan barang-barang kami berasal dari pemberian Allah dan amanat-Nya. Jika kita mengambil keuntungan darinya, itu sumber kebahagiaan, dan apa yang bisa mereka dapatkan, jika kita sabar, bakal ada pahalanya. Siapa pun yang gelisah dan tidak sabar akan kehilangan pahalanya."
Makmun, Khalifah Abbasiyah yang licik, setelah memaksakan putra mahkota kepada Imam Ridha dan setelah menggugursyahidkan beliau, memikirkan trik lain selama hidup Imam Jawad as dan berpura-pura baik dan ramah dengan Imam Jawad as) setahun setelah kesyahidan Imam Ridha. Makmum memaksa Imam Jawad as menikah dengan anaknya Ummu al-Fadhl dan dari pernikahan ini dia hanya mengejar tujuan politik.
Image Caption
Sekaitan dengan hal ini, salah satu sahabat Imam Kesembilan mengatakan, "Saya menemui Imam Jawad as di Baghdad dan menyaksikan kehidupannya. Terlintas dalam benak saya bahwa, sekarang setelah Imam hidup makmur, ia tidak akan pernah kembali ke tanah kelahirannya, Madinah. Sesaat Imam memalingkan kepalanya, lalu mengangkat kepalanya dan raut mukanya terlihat sedih dan mengatakan, "Wahai Husein! Saya lebih mencintai roti kering dengan garam di makam suci Rasulullah ketimbang apa yang engkau lihat sekarang." Dengan alasan ini, Imam tidak tinggal lama di Baghdad dan kembali ke Madinah bersama istrinya, Ummu al-Fadhl dan tetap di Madinah sampai tahun 220 HQ.
Ketika Mu'tashim Abbasiah menduduki tahta kekhalifahan, ia mendengar akan keutamaan dan kesempurnaan Imam Jawad as yang membuatnya sangat benci, sehingga kemudian memintanya agar pindah dari Madinah ke Baghdad. Ketika beliau tiba di Baghdad, Mu'tashim memberi racun kepada istrinya untuk diberikan kepada Imam Jawad as. Ketika Imam memakan makanan yang ada racunnya, pengaruh racun mulai tampak di badan beliau dan akibat panasnya racun tersebut, Imam Jawad as gugur syahid.