Sejarah hak anak-anak menunjukkan bagaimana mereka diperlakukan secara zalim dan keras. Untungnya, metode ini secara bertahap direformasi dan bergerak menuju dukungan terhadap hak anak-anak. Sebelumnya, telah dijelaskan sampai periode keempat dari sejarah masa kanak-kanak yang memiliki enam periode dan sekarang akan melanjutkan diskusi ini.
Periode kelima sejarah perkembangan hak anak terkait dengan masa sosialisasi melalui pendidikan dan pelatihan. Dari awal abad kesembilan belas hingga pertengahan abad kedua puluh, banyak perubahan terjadi dalam berurusan dengan anak dan psikologi anak. Pada periode ini, gagasan bahwa seseorang dapat mengubah anak menjadi manusia melalui pendidikan dan pelatihan didukung banyak oleh psikolog, termasuk Watson dan Freud.
Transformasi abad kesembilan belas dan kedua puluh di berbagai bidang, termasuk lebih banyak perhatian pada masalah hak asasi manusia dan kemudian hak anak-anak telah menciptakan kondisi baru. Berbagai dokumen hak asasi manusia dan rekomendasi PBB menunjukkan bahwa anak harus tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh pemahaman dan kasih sayang, demi pertumbuhan yang utuh dan harmonis, sehingga siap bagi kehidupan individu dan sosialnya. Upaya-upaya ini mengarah pada identifikasi hak-hak anak dan adopsi dokumen-dokumen internasional di bidang ini.
Periode keenam adalah periode simpati dan kerjasama yang dimulai pada paruh kedua abad kedua puluh. Fitur terpenting dari periode ini dapat diringkas dalam dua topik; pertama, penggunaan unsur kasih sayang dalam menangani anak-anak dan kedua, pengakuan terhadap hak-hak anak. Pada saat ini, pendidikan dan pengajaran anak diserahkan kepada ayah dan ibu serta cara pandang mereka dan harapan mereka dari anak-anak tidak keluar dari hal-hal yang lumrah. Namun, masih banyak upaya yang diperlukan untuk mencapai situasi yang diinginkan dan revitalisasi hak-hak anak. Menurut Richard Farson, yang menulis buku hak-hak kelahiran pada tahun 1974, masih ada jalan panjang untuk sepenuhnya mengakui hak-hak anak.
Hak-hak anak
Sebagaimana disebutkan di atas, hak-hak anak-anak sepanjang sejarah telah mengalami banyak pasang surut yang akhirnya mengarah pada penyusunan dokumen internasional dalam hal ini. Selanjutnya akan dibahas tentang hak-hak anak dalam dokumen internasional. Dalam hal ini, ada dua kategori dokumen. Kelompok pertama adalah dokumen umum pengacara, dimana anak didefinisikan sebagai manusia dan haknya sebagai manusia. Kelompok kedua adalah dokumen yang secara khusus berkaitan dengan hak-hak anak. Kategori pertama mengacu pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang diadopsi pada 10 Desember 1948 di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan menunjukkan berbagai masalah hak asasi manusia, dimana anak-anak juga merupakan bagian darinya.
Deklarasi yang disebutkan di atas dalam Pasal 1 menetapkan bahwa setiap orang berhak atas hidup, kebebasan dan keamanan atau setiap orang memiliki hak untuk memiliki kepribadian hukumnya diakui sebagai manusia dihadkapan hukum dan memiliki kewarganegaraan. Dalam dokumen yang disebutkan soal hak asasi manusia ada butir yang secara langsung menangani hak-hak anak. Paragraf kedua dari Pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang diadopsi pada tahun 1948, mengangkat hak atas perawatan khusus untuk ibu dan anak-anak. Ketentuan tersebut menetapkan, "Ibu dan anak memiliki hak untuk menerima perhatian dan pengawasan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan dalam perkawinan atau tidak, berhak mendapatkan perlindungan sosial yang sama."
Majelis Umum PBB, pada tahun 1966, menyetujui Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, pada banyak poin tentang hak-hak anak, menjelaskan bahwa larangan eksekusi orang-orang di bawah 18 tahun, memisahkan anak-anak tersangka dari orang dewasa, pemisahan anak dan orang dewasa selama menjalani masa hukuman, sidang dengar pendapat dan pemutusan hukuman pidana atau perdata harus dilakukan tidak terbuka bila melihat maslahat, menjaga dan memulihkan integritas sistem peradilan anak dan remaja serta mengadopsi tindakan khusus oleh pemerintah untuk memberikan dukungan yang diperlukan untuk.
Dokumen internasional lainnya juga memuat poin-poin yang khusus bagi anak-anak. Dalam hal ini, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1979, Deklarasi Islam Hak Asasi Manusia yang diadopsi pada 1411 HQ dalam sidang menteri-menteri luar negeri Organisasi Kerjasama Islam di Kairo dan Deklarasi Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia di Wina pada tahun 1993.
Selain dokumen-dokumen umum hak asasi manusia, ada juga dokumen khusus anak. Dokumen internasional pertama tentang anak-anak dalam konteks internasional kembali pada tahun 1959. Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Anak pada 20 November 1959. Pembukaan Deklarasi menyatakan, "Mengingat fakta bahwa anak membutuhkan perhatian dan perawatan khusus, termasuk perlindungan hukum yang tepat, karena kurangnya pengembangan fisik dan mental, sebelum dan sesudah kelahiran, Majelis Umum PBB akan mengadopsi Deklarasi Hak Anak ini untuk tujuan tersebut, dimana hari-hari anak berbarengan dengan kebahagiaan dan menikmati hak dan kebebasan."
Deklarasi yang disebutkan di atas telah membuat negara-negara anggota PBB memberikan perhatian khusus terhadap hak-hak anak. Deklarasi ini sangat mempengaruhi hukum dan aturan internal negara-negara anggota PBB sehingga mereka mengambil langkah-langkah efektif untuk mengakui hak-hak anak. Begitu juga perhatian negara-negara dalam konteks ini telah membuat gagasan penyusunan konvensi khusus untuk anak-anak di tingkat internasional. Namun, pada tanggal 14 Desember 1974, Majelis Umum PBB meratifikasi Deklarasi Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Kondisi Darurat dan Konflik Bersenjata dan Perang. Akhirnya, Majelis Umum PBB setelah melakukan negosiasi dengan negara-negara anggota selama lebih dari 10 tahun, pada 20 November 1989 meratifikasi Konvensi Hak Anak dan para 2 September 1990 konvensi ini harus dilaksanakan. Sejauh ini, 189 negara dari 193 negara telah bergabung dan harus mengimplementasikan kandungannya. Republik Islam Iran juga bergabung dengannya pada 1993.
Konvensi tentang Hak Anak dan secara umum, dokumen internasional lainnya tentang hak-hak anak, menekankan pada hal-hal spesifik seperti non-diskriminasi, menghormati standar hidup anak yang tinggi, hak untuk hidup dan pertumbuhan, serta hak untuk menghormati anak-anak yang merupakan salah satu isu paling penting mengenai hak-hak anak. Konvensi Hak Anak memiliki dua protokol opsional yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 25 Mei 2000; pertama, Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang penggunaan anak-anak dalam konflik militer dan kedua, Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Atas Penjualan dan Pelacuran Anak-anak .
Dalam Konvensi Hak-hak Anak, tanggung jawab terbesar untuk mematuhi hak-hak anak telah dipercayakan kepada orang tua. Dalam Pasal 18, negara-negara yang menjadi anggota Konvensi Hak Anak berkomitmen, "Untuk berusaha sekuat tenaga memastikan prinsip ini diterima secara resmi, dimana orang tua anak memiliki tanggung jawab bersama terkait pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua atau wali hukum anak penanggung jawab asli pertumbuhan dan perkembangan anak dan masalah paling mendasar mereka adalah melindungi kepentingan anak.
Dalam ajaran Islam, tanggung jawab paling besar untuk anak berada di pundak orang tua, yang disebut sebagai "Haq al-walad ala al-Walid" (Hak anak atas orang tua). Karena anak adalah berkah bagi rumah dan nikmat yang dianugerahkan Allah Swt kepada orang tua. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui posisi dan kedudukannya dan untuk bertindak sesuai tugas kita dihadapan berkah ilahi, jika tidak kita melanggar hak-hak anak.