Dalam sumber-sumber Islam, istilah "hamil" dan "janin" telah digunakan untuk menjelaskan sebelum akhir periode kehidupan janin dan kelahiran seorang bayi. Janin dan hamil merupakan ungkapan periode masa setelah pembuahan di dalam rahim wanita, hingga sebelum kelahirannya.
Pada bagian artikel ini, kami akan membahas hak-hak anak sebelum kelahiran atau dalam konteks kehidupan janin dalam ajaran Islam dan dokumen internasional. Penjelasan hukum-hukum ini akan menunjukkan universalitas sistem hak anak dalam Islam, dimana dimulai sejak terbentuknya janin, ada hukum dan perintah untuk melindungi kehidupan, kesehatan dan perkembangan janin.
Hak untuk hidup adalah hak asasi manusia paling dasar, tetapi tidak secara eksplisit dibahas dalam dokumen hak-hak anak. Pada bagian sebelumnya, kami mencatat bahwa Pasal 1 Konvensi Hak Anak diatur sedemikian rupa sehingga tidak disebutkan dari mana awal masa kanak-kanak. Buku panduan tentang implementasi Konvensi Hak Anak menyatakan, "Mereka yang telah menyusun rancangan Pasal 1 belum bersedia mengambil posisi soal aborsi dan hal-hal lain terkait tahapan sebelum kelahiran, dimana mungkin dapat menghalangi penerimaan universal dari Konvensi. Dengan menghindari penentuan tepat dimulainya masa kanak-kanak (kelahiran atau dari saat kehamilan dan pembuahan di dalam rahim), konvensi ini mendukung solusi fleksibel dan membebaskan hukum domestik dan nasional yang secara pribadi memilih waktu untuk memulai masa kanak-kanak."
Sebagai contoh, pemerintah Argentina secara tegas menyatakan bahwa Pasal 1 Konvensi secara eksplisit menyatakan bahwa pasal tersebut harus ditafsirkan sebagai makna bahwa yang dimaksud dengan anak adalah setiap manusia sejak dilahirkan hingga berusia 18 tahun. Sikap ini mencerminkan hukum perdata Argentina yang menyatakan, "Eksistensi dan kehidupan manusia dimulai pada saat pembuahan di rahim wanita dan setiap orang dapat menikmati hak-hak tertentu sebelum lahir seolah lahir."
Tentu saja, Konvensi Hak Anak, dalam Ayat 1 Pasal 6 menyatakan, "Negara-negara anggota mengakui hak dasar semua anak-anak." Pasal satu dari Konvensi yang membicarakan awal masa kanak-kanak bersifat fleksibel dan dapat dikatakan sebagai sistem hukum yang memulai masa kanak-kanak sebelum kelahiran, dimana harus diakui hak dasar hidup bagi anak sebelum lahir dan mendukung hak mendasar ini dengan berbagai aturan. Selain itu, pengantar Deklarasi Universal Hak Anak menekankan perlindungan anak sebelum kelahiran, "... karena anak, disebabkan perkembangan fisik dan mentalnya belum sempurna baik sebelum dan sesudah kelahiran, perlu ada perhatian khusus dengan dukungan hukum yang tepat..."
Perlu disebutkan bahwa dokumen-dokumen lain tentang perlindungan anak sebelum kelahiran dan pencegahan kematian anak-anak telah didiskusikan. Pasal 10 dan 12 dari Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menunjuk pada masalah ini, tetapi tidak menjelaskan hak untuk hidup anak sebelum kelahiran.
Berikut ini pembahasan hak hidup "hamil" atau "janin" dalam pandangan Islam.
Allah Swt secara khusus membicarakan periode janin dalam surat al-Mu'minun ayat 13 dan 14 dengan firman-Nya, "Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik."
Dua ayat ini menyebutkan 5 periode perkembangan janji; "nutfah", "alaqah", "mudhghah", "'izham" dan "lahm" yang berarti air dan cairan, darah bergumpal, menyerupai daging, pembentukan tulang dan tumbuhnya daging pada tulang janin. Sekalipun 5 periode ini setiap periodenya sangat penting dan penuh dengan hal-hal luar biasa, tapi periode terpenting adalah yang ke-6. Yakni, terbentuknya ciptaan yang baru, dimana Allah Swt memuji periode penciptaan ini. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Inilah perode dimana janjin memiliki kehidupan manusia.
Sayangnya, hari ini kita melihat bahwa ayah dan ibu membunuh anak-anak mereka dan menggugurkannya dengan pelbagai cara pada hari dan bulan-bulan awal pembentukan janin. Salah satu faktor yang menyebabkan orang tua melakukan aborsi adalah ketakutan akan masalah ekonomi keluarga, ketakutan akan masalah ekonomi anak dan rasa takut akan ketidakmampuan anak meraih masa depan yang baik.
Allah Swt dalam surat al-An'am ayat 137 berfirman, "Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agama-Nya. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggallah mereka dan apa yang mereka ada-adakan."
Sementara pembunuhan jiwa disengaja tidak memiliki pembenaran dan merupakan salah satu dosa terbesar dalam semua agama ilahi. Sebagaimana Allah Swt dalam ayat 12 surat al-Mumtahanah berfirman, "Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dalam ayat ini, Allah Swt secara langsung memerintahkan agar wanita mukmin dan mereka yang beriman tidak seharusnya membunuh anak-anak mereka. Sayangnya belakangan ini ada banyak ibu yang melakukan aborsi dan membunuh anak-anak mereka tanpa menghiraukan kemauan dan kehendak ilahi.
Dalam ajaran agama, hamil (janin) memiliki kehidupan sejak masa pembuahan dan tidak ada yang berhak melanggar haknya. Dalam pandangan fiqih, tidak ada keraguan bahwa aborsi itu terlarang dan merupakan dosa besar. Para ahli fiqih telah menyebutkan dua kategori alasan untuk keharaman aborsi. Kategori pertama adalah kemutlakan dalil larangan membunuh mencakup periode kehidupan janin. Kedua, sejumlah riwayat yang menjelaskan soal larangan aborsi.
Sebagian besar ahli fiqh Syiah saat berbicara tentang Diyah janin mencakup periode pembuahan. Salah satu ahli fiqih kontemporer dalam menjelaskan hal-hal yang diharamkan dan paling penting dalam syariat Islam mengatakan, "Pembunuhan setiap Muslim, bahkan mereka yang harus dilindungi darahnya, begitu juga memukul dan melukai mereka dilarang. Aborsi terhadap janin sebelum ditiupkan ruh dan bahkan semasa dalam periode "'alaqah" dan "mudhghah" sama dengan membunuhnya.
Mengenai seorang ibu yang menggugurkan janin, oleh Imam Maksum as menyebutnya telah membunuh dan mengatakan bahwa dalil ibu tidak mendapat warisan dari diyah janin adalah pembunuhan janin olehnya. Tentu saja ada banyak riwayat tentang aborsi, dimana akan dijelaskan satu darinya.
Ishaq bin Ammar mengatakan, "Saya bertanya kepada Imam Ridha as, 'Tentang seorang wanita yang menggunakan obat karena takut hamil dan menggugurkan apa yang ada di rahimnya. Apa hukumnya?' Imam Ridha as menjawab, 'Tidak boleh.' Saya mengatakan, 'Itu hanya nutfah.' Imam berkata, 'Yang pertama kali diciptakan adalah nutfah." (Sebuah isyarat bahwa awal penciptaan dan kehidupan manusia adalah masa pembuahan)
Begitu pula ketika Imam berbicara tentang seseorang yang tidak yakin dirinya hamil, "Tidak boleh menggunakan obat." Dengan demikian, bila yakin akan kehamilannya, sudah pasti perbuatannya adalah haram. Dengan demikian, melakukan aborsi dalam kondisi normal adalah haram dan terlarang. Dalam hukum ini tidak membedakan periode kehidupan janin sebelum ditiupkan ruh atau sesudahnya.
Hak hidup merupakan hak paling mendasar dari setiap manusia, dimana telah disebutkan juga oleh dokumen-dokumen HAM. Sekalipun dalam Islam, kata hak hidup tidak disebutkan, tapi berkali-kali menekankan larangan membunuh, mengenali hak hidup dan mendukung serius hak hidup manusia. Al-Quran dalam banyak kasus melarang pembunuhan anak dengan alasan apapun. Penekankan pada larangan membunuh anak dan pengharaman serius atas masalah ini bersumber dari puncak keburukan perbuatan tersebut.