Mulla Muhammad Taqi Majlisi dalam syarah "Man La Yahdhuruhu al-Faqih" mengutip dari sejumlah sahabat:
"Suatu hari Shah Khodabande marah besar kepada istrinya dan di satu tempat ia berkata, "Anti Thaliqun Tsalatsan, saya menceraikanmu dengan talak tiga."
Bila seseorang telah mentalak tiga istrinya, maka ia tidak bisa lagi menikah dengannya, kecuali ada orang lain yang menyela dengan menikahi istrinya terlebih dahulu lalu berhubungan badan dengannya dan mentalaknya dengan keinginan sendiri baru suami sebelumnya bisa menikahi kembali istrinya setelah usai waktu iddahnya.
Dalam kasus ini, Shah Khodabande ternyata menyesal dengan apa yang telah dilakukannya. Ia kemudian meminta ulama untuk kumpul dan menceritakan kisahnya kepada mereka dan meminta mereka untuk mencarikan solusinya.
Semua ulama mengatakan, "Tidak ada jalan lain, kecuali istri Anda yang telah diceraikan itu dinikahi orang lain dan setelah berhubungan badan dengannya lalu menceraikannya."[1]
Shah Khodabande berkata, "Dalam setiap masalah biasanya ada perbedaan pendapat, apakah di antara kalian tidak ada perbedaan pendapat terkait masalah ini?"
Semua serempak mengatakan, "Tidak."
Seorang dari menteri Shah berkata, "Saya mengenal seorang ulama yang tinggal di kota Hilla dan fatwanya terkait talak seperti ini adalah batil."
Shah Khodabande kemudian menulis surat kepada Allamah Hilli dan memintanya agar datang ke istana.
Ulama Ahli Sunnah berkata, "Mazhab Allamah Hilli batil. Ia Rafidhi dan tidak berakal! Tidak maslahat bagi Shah untuk mengundang orang seperti ini."
Tapi Shah berkata, "Ia harus datang dan mengkaji masalah ini."
Ketika surat Shah Khodabande sampai ke Allamah Hilli, beliau merasa ada kewajiban yang harus dilakukannya dan mulai melakukan perjalan yang sulit dari Hilla ke Soltaniyeh yang berada empat farsakh di kota Zanjan, Iran.
Sesuai dengan perintah Shah, disiapkan ruang pertemuan besar, dimana ulama besar empat mazhab Ahli Sunnah juga hadir. Setelah itu Allamah Hilli memasuki tempat pertemuan, tapi ketika ia hendak masuk, ia membawa sepatunya lalu mengucapkan salam kepada mereka yang hadir dan duduk di dekat Shah.
Ulama yang hadir di pertemuan itu berkata kepada Shah, "Bukankah kami sudah mengagatakan kepadamu bahwa ulama Rafhidi terkebelakang mental?"
Shah berkata, "Coba tanyakan mengenai apa yang dilakukannya ketika hendak masuk tempat pertemuan?
Ulama kemudian bertanya kepada Allamah Hilli:
1. Mengapa engkau tidak tunduk dan bersujud kepada Shah ketika engkau memasuki tempat pertemuan?
Allamah Hilli menjawab, "Rasulullah Saw memiliki posisi paling tinggi dalam pemerintahan, tapi rakyat hanya mengucapkan salam kepadanya, bukan sujud. Allah Swt berfirman, "... Maka apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam kepada kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik..."[2] Dengan demikian, ketika engkau sudah memasuki rumah, maka ucapkan salam kepada dirimu sendiri, salam dari sisi Allah dan salam penuh berkah. Semua ulama sepakat bahwa tidak dibenarkan sujud kepada selain Allah.
2. Mengapa engkau tidak menjaga kesopanan dan duduk di dekat Shah?
Allamah Hilli menjawab, "Tidak ada tempat kosong selain di dekat Shah."
Apa yang disampaikan Allamah Hilli diterjemahkan oleh penerjemah Shah.
3. Mengapa engkau membawa sepatumu? Tidak ada orang berakal yang melakukan ini.
Allamah Hilli menjawab, "Saya khawatir pengikut mazhab Hanafi mencurinya, sebagaimana Abu Hanifah mencuri sepatu Rasulullah Saw."
Ulama Hanafi berkata, "Jangan menyampaikan tuduhan ini. Karena di masa Rasulullah Saw, Abu Hanifa belum lahir."
Allamah Hilli berkata, "Saya lupa berarti waktu itu yang mencuri adalah Syafi'i."
Ulama Syafi'i berteriak, "Jangan menuduh, Syafi'i lahir di saat Abu Hanifa wafat."
Allamah Hilli berkata, "Saya lupa, berarti yang mencurinya adalah Malik."
Ulama Maliki berteriak, "Diamlah! Antara Malik dan Nabi Saw ada rentang waktu lebih dari 100 tahun."
Allamah Hilli menjawab, "Kalau begitu Ahmad bin Hanbal yang mencurinya."
Ulama Hanbali mengingkari ucapan Allamah sama seperti yang lainnya.
Ketika itu Allamah Hilli memandang Shah Khodabandeh dan berkata, "Sekarang engkau mengetahui dengan pengakuan ulama Ahli Sunnah bahwa tidak satupun dari pemimpin mazhab Ahli Sunnah yang hidup di masa Nabi Muhammad Saw. Lalu bidah macam apa yang mereka lakukan di antara para mujtahidnya, sehingga hanya empat orang yang dipilih. Bila ada mujtahid yang lebih alim dan bertakwa dari mereka, tapi fatwanya bertentangan dengan mereka, maka tidak ada yang mengamalkan ucapannya!"
Shah Khodabandeh memandang ulama Ahli Sunnah dan berkata, "Apakah benar tidak ada satupun dari pemimpin mazhab empat Ahli Sunnah yang hidup di masa Rasulullah?"
Mereka berkata, "Benar, tidak ada."
Pada waktu itu Allamah Hilli mengatakan, "Masyarakat Syiah mengambil mazhabnya dari Amirul Mukminin Ali as dan beliau adalah jiwa Nabi Saw, anak paman, saudara dan washinya."
Shah Khodabandeh berkata, "Biarkan dulu pembicaraa ini, saya mengundangmu ke sini untuk mencari solusi apakah talak tiga di satu majlis hukumnya sah atau tidak?"
Dengan segera Allamah Hilli menjawab, "Talak yang dilakukan itu batal. Karena tidak terjadi syarat talak. Salah satu syaratnya adalah adanya dua saksi adil. Apakah ada dua orang adil yang mendengar talak itu?"
Shah menjawab, "Tidak."
Allamah berkata, "Dengan demikian, talak tidak terjadi dan istri Anda masih tetap sebagai istri seperti sedia kala. Selain itu tiga talak dalam sebuah majlis memiliki hukum satu talak."
Setelah itu beliau melakukan pembahasan dengan ulama yang ada di sana dan menjawab semua pertanyaan mereka. Pada waktu itu juga Shah Khodabande menerima Syiah sebagai mazhabnya. Bila Allamah Hilli tidak punya keutamaan apapun dalam Syiah selain mensyiahkan Shah Khodabande, maka itu sudah cukup.
Setelah itu Allamah Hilli mendapat perhatian khusus Soltan Mohammad Khodabandeh dan beliau memanfaatkan segala fasilitas yang diberikan kepadanya demi Islam. Hal yang menari perhatian, Allah Hilli dan Shah Khodabande meninggal dalam tahun yang sama, yakni 726 HQ.[3] (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Ghadeer