Ahmad ibn Muhammad Ardabili dikenal sebagai Muqaddas Ardabili dan Muhaqiq Ardabili adalah salah satu ulama besar Syiah di abad kesepuluh Hijriah dan berasal dari kota Ardabil, Iran.
Muqaddas Ardabili hijrah ke kota Najaf untuk mendalami ilmu-ilmu agama dan ia mencapai derajat keilmuan yang tinggi sehingga didapuk menjadi marja’ dan pemimpin Syiah di Najaf setelah Syahid Tsani.
Faqih besar ini telah menulis banyak buku di bidang teologi (ilmu kalam), fikih, yurisprudensi, dan sejarah kehidupan Ahlul Bait, dan sayangnya, beberapa di antara karyanya tidak diketahui nasibnya. Karyanya yang paling penting adalah sebuah buku berjudul “Majma' al-Faidah wa al-Burhan fi Syarh al-Adzhan.”
Kitab tersebut adalah sebuah ensiklopedia fikih argumentatif yang paling terkenal dan menjadi salah satu sumber utama fikih Jakfari yang selalu mendapat perhatian dari para mujtahid. Meskipun kitab ini ditulis sebagai penjelas atas kitab al-Irsyad, karya Allamah Hilli, namun ia sangat detail dan mendalam yang menganalisa dan mempelajari kajian-kajian fikih dengan cermat dan argumentatif.
Salah satu kontribusi penting yang disumbangkan Muqaddas Ardabili di bidang fikih adalah memperkuat bangunan fikih dan ijtihad atas pondasi riwayat. Dalam bukunya, “Majma' al-Faidah wa al-Burhan fi Syarh al-Adzhan” ia menjelaskan secara lengkap tentang riwayat yang berkaitan dengan cabang-cabang agama, di sela-sela pembahasan fikih dan yurisprudensi.
Sebelum periode Muqaddas Ardabili, para fukaha (ahli fikih) tetap menaruh perhatian pada riwayat dan mengeluarkan fatwa atas dasar riwayat, tetapi metode khusus Muqaddas Ardabili yang memperkuat landasan fikih atas riwayat dan memberikan porsi besar riwayat dalam perkara ijtihad, benar-benar sebuah hal baru dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Setelah adanya buku “Majma' al-Faidah wa al-Burhan fi Syarh al-Adzhan,” metode fikih (Fiqih al-Riwa'i) yang diperkenalkan oleh Muqaddas Ardabili mulai dikenal luas dan para fukaha lainnya juga mengikuti dia. Inovasi ini sangat penting dan berpengaruh dalam fikih sehingga para ulama menganggap Muqaddas Ardabili sebagai peletak metode baru di bidang fikih.
Muqaddas Ardabili memandang fikih sebagai ilmu bagi kehidupan. Dalam fatwa dan penjelasan hukum fikih, ia mengadopsi sikap yang seimbang dan ‘urf (adat kebiasaan) yang sesuai dengan kebutuhan saat itu dan sesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.
Ulama besar ini memberikan perhatian khusus pada prinsip mempermudah pelaksanaan perintah-perintah agama. Ia percaya bahwa dalam menjalankan hukum syar’i mulai dari ibadah, jual-beli, hingga persoalan fikih lainnya, orang tidak boleh mendapatkan masalah dan kesulitan tanpa sebab.
Dalam surat al-Baqarah ayat 185 disebutkan, “… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” Demikian juga dalam surat al-Hajj ayat 78, “…Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…”
Ada banyak ayat dan riwayat lain dengan kandungan yang sama yang menunjukkan bahwa hukum dan perintah agama itu mudah dan tidak sulit untuk dijalankan. Tentu saja, kita membutuhkan petunjuk ulama yang menguasai ayat dan riwayat untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut dan menentukan batas-batas penyederhanaan ini (prinsip kemudahan ini).
Tidak diragukan lagi, Muqaddas Ardabili adalah salah satu ulama yang paling ahli dalam menentukan batasan-batasan ini. Dengan penguasaannya pada al-Quran dan hadis, ia menjelaskan hukum-hukum agama kepada masyarakat sesuai dengan prinsip kemudahan.
Salah satu sifat dominan Muqaddas Ardabili adalah menghormati orang-orang yang menentangnya. Dalam banyak kasus, ia menolak pendapat umum yang berlaku di antara para ulama dan memberikan pendapat dan fatwa baru yang berbeda dengan pandangan orang lain, tentunya berdasarkan penelitian dan kajian yang cermat.
Namun, Muqaddas Ardabili tidak pernah bersikap kasar dengan para ulama senior lain yang tidak sependapat dengannya. Ia mengutarakan pendapatnya dengan cara yang tidak menimbulkan kontroversi dan emosi pihak lain. Misalnya, setelah menolak pandangan umum di kalangan ulama dengan argumentasi ilmiah dan membuktikan pendapatnya, ia menulis, “Apa yang dikatakan oleh para ulama senior (pandangan yang kemudian dikenal sebagai pendapat jumhur ulama), mungkin saya tidak mengerti bahwa (pendapat) itu sesuai dengan pemahaman dan ijtihad saya.”
Atau menulis demikian, “Mungkin para jumhur ulama punya argumen atau memahami sesuatu dari argumen yang ada yang belum saya pahami.” Model pendekatan Muqaddas Ardabili ini telah memelihara iklim sejuk di kancah intelektual dan mencegah masuknya perdebatan yang tidak perlu dan sikap yang tidak rasional dalam masalah fikih.
Ia juga mengadopsi sikap yang rasional dan terpuji dalam bergaul dengan para ulama Sunni. Perbedaan akidah tidak membuatnya meninggalkan sikap adil dan ia tidak pernah membuka lisannya untuk mengucapkan kata-kata kasar. Pada masanya, segelintir orang percaya bahwa menyimpan kitab-kitab Sunni itu pun perbuatan yang salah, tetapi Muqaddas Ardabili yakin bahwa hal yang benar dan salah terdapat dalam kitab-kitab Sunni dan tidak semuanya dapat dianggap sebagai kitab yang menyesatkan.
Sebaliknya, kandungannya yang benar harus dimanfaatkan dan hadis-hadis palsu harus dibuang. Ia percaya bahwa hal yang sahih dapat dipisahkan dari yang batil dengan menunjukkan dalil-dalil.
Dengan pandangan yang terbuka ini, Muqaddas Ardabili mempelajari banyak kitab-kitab Sunni dan dalam beberapa topik, ia menelaah dan mengkritik pandangan para ulama mereka. Ulama Syiah ini juga menekankan perlunya hubungan sosial dengan Sunni, sementara riwayat yang mencela berhubungan dengan para penentang, hanya ditujukan kepada mereka yang membenci dan memusuhi Ahlul Bait, bukan semua penentang.
Semua ini menunjukkan kebijaksanaan dan keterbukaan Muqaddas Ardabili. Meskipun waktu itu sebagian berpikiran ekstrem, ia telah menunjukkan jalan yang benar kapada para siswa di hauzah ilmiah dan mendorong mereka untuk bersikap toleran dan memegang prinsip moral dalam menghadapi lawan serta menutup jalan bagi para oportunis.
Meskipun Muqaddas Ardabili menunjukkan rasa hormat dan ketertarikan yang besar kepada para ulama senior pada masanya, namun ketertarikan ini tidak membuatnya menerima pendapat mereka tanpa argumen yang kuat. Prinsipnya adalah mendalami kembali dan meninjau ulang semua persoalan fikih yang kecil dan besar, bahkan perkara yang sudah diterima dan disepakati. Sehingga ada yang berkata bahwa dia tetap mengkaji perkara yang sudah jelas dan tidak menerimanya tanpa argumentasi.
Sebelum masanya, perdebatan dalam masalah fikih tidak begitu umum. Tetapi karena pemikiran dinamis dan kritis serta pemahaman luas yang dimiliki Muqaddas Ardabili, membuatnya tidak mudah menerima persoalan ilmiah begitu saja dan tidak puas dengan pendapat orang lain. Ia akan membuka penelitian yang serius dan dengan berani mengumumkan pendapatnya kepada publik meskipun bertentangan dengan pandangan jumhur ulama.
Keberanian ulama besar ini dalam mengkritisi pandangan para pendahulunya telah membuka jalan baru dalam fikih serta melahirkan inovasi dan kemajuan di fikih Syiah. Karena itulah, Muqaddas Ardabili – sebagai fakih yang berpikiran terbuka – telah membuka jalan bagi diskusi ilmiah dan adu argumen di bidang fikih.