Allamah Hassan Hassanzadeh Amoli, fakih Syiah kontemporer, arif, filsuf, matematikawan Hauzah Ilmiah Qom baru saja wafat, dengan meninggalkan karya yang melimpah.
Allameh Hassan Hassanzadeh Amoli, yang dikenal sebagai Allamah Zolfanoun, lahir pada akhir pada tahun 1929 di desa Ira daerah Larijan di kota Amol. Pada usia enam tahun, ia belajar pendidikan dasar, dan di tahun 1943 menempuh pendidikan di Hauzah ilmiah hingga mencapai gelar mujtahid.
Allamah meninggalkan Amol ke Tehran pada September 1950 dan menghadiri kelas tokoh-tokoh terkemuka dan ilmuwan terkenal seperti Abolhassan Sha'rani di Hauzah Marvi.
Selain menempuh pendidikan agama, filsafat dan tasawuf di Hauzah, Allamah Hassanzadeh juga mempelajari matematika, astronomi dan kedokteran. Setelah empat belas tahun belajar di Tehran, ia melanjutkan pendidikan di Qom pada tahun 1342 Hs dan menghadiri kelas Allamah Mohammad Hossein Tabatabai di kota suci ini selama 17 tahun.
Allamah Hassanzadeh menjelaskan tentang gurunya ini, "Aku bersumpah demi hidupku! Hal terpenting yang merangsang esensi orang bijak di hadapannya yang terhormat adalah prinsip-prinsip teologis dan intelektual yang beliau tanamkan, dan masing-masing adalah pintu yang membuka pintu-pintu lain, dibuka."
Guru berpengaruh lainnya adalah Sayid Mohammad Hassan Tabatabai, saudara laki-laki Allamah Sayid Mohammad Hossein Tabatabai. Cendekiawan terkemuka ini melakukan penyucian diri terus-menerus untuk menumbuhkan jiwa murid-muridnya, termasuk Allamah Hassanzadeh hingga mencapai tingkat kesempurnaan yang tinggi berkat bimbingannya.
Ayatullah Hassanzadeh Amoli menyebut kedua gurunya dalam buku "Marifat Nafs", dan menyampaikan salah satu pesan beliau kepadanya, "Tuan, manusia laksana tambang, yang harus digali. Niat Anda seperti gunung yang memiliki tambang emas, perak, berlian, pirus, dan lain-lain. Manusia memiliki berbagai tambang kebenaran dan pengetahuan. Semua orang harus menggali gunung keberadaan mereka dan menggali tambang itu."
Allamah Hassanzadeh adalah seorang mujtahid yang mengajar di hauzah dan universitas. Menurut Alamah, semua ilmu baik asalkan digunakan dengan benar dan saling melengkapi, serta digunakan untuk kemajuan dan perkembangan manusia. Selain bahasa Persia dan bahasa daerah Tabari, Allamah Zolfanoun juga fasih berbahasa Prancis dan Arab.
Menurut pandangan beliau, “Bahasa asing harus dikuasai untuk memperoleh akses terhadap pandangan dan pendapat orang lain, dan untuk mengkritisi dan mengkajinya serta menjawab keraguan yang diajukan oleh mereka. Bagaimanapun, untuk mengkritik pendapat orang lain, seseorang harus terlebih dahulu mempelajari sumbernya dan kemudian berdebat mengenai pendapat pemikir mereka. Jika seseorang tidak fasih berbahasa mereka, tujuan ini tidak akan tercapai."
Dia berulang kali mengatakan kepada anak-anaknya, "Saya bukan Muslim iku-ikutan. Saya telah mempelajari sebagian besar materi pendidikan sekolah Barat dan menyadari bahwa mereka tidak memiliki jawaban yang komprehensif untuk pertanyaan fisika dan metafisika, jadi saya menyadari kekosongan mereka. Saya juga mempelajari agama yang berbeda, dan setelah penelitian menyeluruh, saya menerima agama Islam, dan berterima kasih kepada Allah swt, saya seorang penganut Syiah Dua Belas Imam."
Seluruh kehidupan yang tercerahkan dari para arif dihabiskan untuk pengembangan diri, dan penyucian diri serta melatih para muridnya yang sesuai Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.
Ketika dimintai petunjuk, dia berkata, “Petunjuk, hanya dan satu-satunya dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad serta Ahlul Baitnya dan selain itu hawa nafsu. Jadi langkah pertama dalam perilaku adalah pertobatan dan penyucian diri dari dosa, dan menghindari perbuatan tidak berguna maupun tercela."
Di bagian lain, Allamah Hassanzadeh mengungkapkan, "Manusia memiliki dua mulut dan satu telinga yang merupakan mulut jiwanya. Sedangkan mulut lain sebagai mulut tubuhnya. Kedua mulut ini sangat terhormat. Manusia harus sangat berhati-hati terhadap keduanya. Artinya, apa yang keluar dan masuk dari mulut ini harus dicerna secara hati-hati,".
Imam Ali berkata, "Ini seperti tanaman dan tidak ada tanaman yang membutuhkan air dan airnya berbeda. Setiap air yang suci, tanaman itu murni dan buahnya akan manis, dan setiap air yang kotor, tanaman itu juga kotor dan buahnya pahit. Jadi tindakan itu sendiri menunjukkan dari mana air itu berasal."
Allamah Hassanzadeh Amoli menganggap Al-Qur'an sebagai sumber pengetahuan ilahi. Menurutnya, Nahjul Balaghah, Sahifah Sajadiyah, Usul Kafi, Biharul Anwar dan sumber hadis lainnya. Mengenai hubungan antara agama, filsafat dan irfan, Allamah Hassanzadeh percaya bahwa Quran, filsafat dan irfan tidak terpisah satu sama lain.
Arif besar abad ini menganggap irfan sebagai ilmu yang memanusiakan dan percaya bahwa sumber tasawuf sejati dari wahyu dan Sunnah Rasulullah Saw dan Ahlul Bait. Menurutnya, irfan yang asli terkait dengan Al-Qur'an, dan para imam yang sempurna.
Allamah Hassanzadeh memandang filsafat yang menentang agama ilahi tidak dapat diterima. Sebab, apa yang disangkal oleh agama ilahi tidak dianggap sebagai filsafat. Beliau juga menolak klaim bahwa "filsafat Islam adalah filsafat Yunani" dan percaya bahwa ide-ide para filsuf pra-Islam adalah dangkal dan bahwa para filsuf Islam mempertimbangkan ide-ide ini, serta memberikan kedalamannya.
Dalam waktu kurang dari 100 tahun, Allamah Hassanzadeh telah meninggalkan lebih dari 100 karya yang telah ditulis di berbagai bidang seperti filsafat, tasawuf, matematika, astronomi, sastra Persia dan Arab. Salah satu karya filsuf dan arif Iran ini adalah buku "Seratus Kata". Karya yang luar biasa ini berisi seratus nasihat mengenai penyucian diri.
Seratus frasa atau kalimat pendek ini ditulis mengenai pengenalan diri. Risalah ini berisi seratus frase lengkap dan berbeda. Kadang-kadang sangat pendek, seperti "kata tujuh puluh sembilan," yang mengatakan, "Dia yang mempersekutukan Allah bukanlah manusia." Dan terkadang panjangnya hanya beberapa paragraf.
Allamah Hassanzadeh Amoli, setelah bertahun-tahun berjuang di bidang agama dan pendidikan, meninggal pada 3 Mehr 1400 Hs, pada usia 93 tahun, karena gagal jantung yang parah.
Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam, menulis dalam pesan belasungkawa atas wafatnya ulama terkemuka ini dengan mengatakan,"Ulama pemikir yang cerdas, termasuk tokoh yang langka dan mulia. Beliau contoh terkemuka di masa ini, yang menjadi perhatian dengan karyanya dan memberi manfaat baik pengetahuan dan kebijaksanaan. Tulisan dan karya manusia mulia ini telah dan akan menjadi sumber rahmat yang kaya bagi para pecinta ilmu. Insya Allah,".
Sangat menarik, sebelum beliau wafat menyampaikan sebuah pesan,"Tuan-tuan! Kami mengucapkan selamat tinggal. Mungkin berita telah sampai kepada Anda. Hassanzadeh pergi. Tidak perlu mengeluh. Semesta tetap ada dan kita tidak tahu di balik layar. Mengapa kita di sini? Semua terus bergerak. Kini masih di sini selama kita belum mencapai kesempurnaan!"