Kisah di Balik Hijrah Imam Khomeini ra dari Irak ke Paris

Rate this item
(0 votes)
Kisah di Balik Hijrah Imam Khomeini ra dari Irak ke Paris

Apa Sebabnya Imam Khomeini Hijrah dari Irak? Mohon Jelaskan Juga Bagaimana Kejadian Hijrah Ini?

Sebab hijrahnya Imam Khomeini ke Paris kembali pada sejumlah kejadian yang terjadi beberapa bulan sebelum diambilnya keputusan ini. Ketika perjuangan masyarakat Iran mencapai puncaknya, pemerintah Iran dan Irak melakukan pertemuan berkali-kali di Bagdad dan mencapai kesimpulan bahwa aktivitas Imam Khomeini tidak saja membahayakan Iran tapi juga membahayakan Irak. Perhatian masyarakat Irak terhadap Imam Khomeini dan semangat dan simpati para peziarah Iran merupakan sesuatu yang tidak bisa diabaikan begitu saja oleh pemerintah Irak.

Oleh karena itulah Agha Doai dipanggil oleh pemerintah Irak untuk menyampaikan pandangan Dewan Revolusi Irak secara gamblang kepada Imam Khomeini. Agha Doai kemudian menjelaskan pandangan pemerintah Irak kepada Imam Khomeini yang kesimpulannya sebagai berikut:

1. Yang Mulia bisa melanjutkan untuk tetap tinggal di Irak sebagaimana sebelumnya, tapi jangan melakukan aktivitas politik yang menyebabkan tegangnya hubungan kami dengan Iran.

2. Bila aktivitas politik tetap berlanjut, maka Anda harus meninggalkan Irak.

Keputusan Imam Khomeini sudah jelas. Beliau memandang saya dan berkata:

ÔÇ£Ambil paspormu dan paspor saya dan berikan kepada Agha Doai, agar dibawa dan diserahkan kepada mereka untuk memberikan visa keluar buat saya. Saya tidak akan tinggal di sini lagi.ÔÇØ

Saya melakukan perintah Imam dan Agha Doai pun pergi ke Bagdad. Tapi tidak ada kabar tentang paspor. Setelah satu minggu mereka memanggil Agha Doai. Agha Doai pergi dan kembali lagi seraya berkata, ÔÇ£SaÔÇÖdun Syakir, Kepala Badan Keamanan Irak minta waktu untuk bertemu.ÔÇØ

Hal ini disampaikan kepada Imam Khomeini dan beliau mengizinkan. SaÔÇÖdun Syakir, Kepala Badan Keamanan Irak pun mengambil waktu untuk bertemu dan datang ke rumah Imam Khomeini. Sayangnya pertemuan itu tidak direkam. Imam mengisyaratkan pada karpet yang beliau duduki di kamar dan berkata:

ÔÇ£Kemana saja pergi, bila sudah saya hamparkan karpet ini, maka di situlah rumah saya. Saya bukan ulama yang mau melepaskan aktivitas perjuangan karena suka ziarah dan saya satu menitpun tidak akan tinggal di sini bila saya harus berpisah dengan masyarakat Iran.ÔÇØ

Agha Doai dipanggil ke Bagdad dan membawa paspor ketika kembali dari sana. Masalah ini diundur-undur sekitar sepuluh sampai dua puluh hari. Di hari-hari itu para pasukan Irak mengepung rumah Imam Khomeini karena semangat dan simpati para peziarah Iran dan masyarakat Irak menguntungkan Imam Khomeini. Mereka tidak menginzinkan siapa pun keluar masuk ke rumah Imam Khomeini. Berita ini meledak bak bom di Iran, negara-negara Eropa, Amerika dan di kalangan para mahasiswa muslim pendukung Imam Khomeini. Hal ini membuat Irak tidak bisa bertahan. Akhirnya, pengepungan rumah Imam dihentikan. Beberapa hari kemudian rumah Imam Khomeini dikepung kembali. Saya masih ingat, pertama kali saya menelpon almarhum Syahid Ayatullah Sadoughi dan saya sampaikan kepada beliau tentang kejadian Najaf dan rumah Imam Khomeini.

Diselenggarakanlah sebuah pertemuan di rumah kami dan diputuskan agar kami menelpon ke Kuwait. Karena Kuwait adalah sebuah negara yang dipilih oleh Imam Khomeini setelah Irak. Kami sepakat untuk menelpon ke rumah Ayatullah Mouhri salah seorang ulama pejuang Kuwait. Ayatullah Mouhri mengutus putranya bersama seseorang untuk datang ke Najaf dengan membawa surat undangan.

Malam itu rumah kami begitu ramai, ketika esok harinya kami harus pergi. Semuanya dalam kondisi luar biasa. Saya senantiasa memperhatikan Imam Khomeini. Sebagaimana malam-malam sebelumnya, Imam Khomeini tidur pada waktunya dan seperti biasanya beliau bangun satu setengah jam sebelum subuh untuk melakukan salat tahajud. Beliau mengumpulkan anggota keluarga dan berkata:

ÔÇ£Kalian jangan sedih karena tidak akan terjadi apa-apa. Tidak mungkin diam begitu saja. Apa yang harus kami pertanggungjawabkan di hadapan Allah dan masyarakat nanti? Ini adalah kewajiban. Tidak mungkin melepaskan kewajiban ini. Ini bukan apa-apa, bila dikatakan diamlah satu hari saja dan hiduplah di sini, sementara saya tahu diam selama sehari akan merugikan, maka mustahil saya harus menerimanya.ÔÇØ

Agha Rezvani penanggung jawab urusan administrasi dan keuangan kantor Imam Khomeini di Najaf. Imam memanggilnya dan memberikan sejumlah tanda terima kepadanya dan berkata:

ÔÇ£Besok bila orang-orang datang membawa uang dan menyerahkan khumus, Anda tulis total uang yang diserahkan di tanda terima ini. Anda masuk dulu ke ruangan dalam agar masyarakat tidak paham bahwa kami sudah pergi dari sini. Tinggallah di ruangan dalam sejenak dan kembalilah dan berikan tanda terima tersebut kepada orang yang bersangkutan. Dengan cara ini, orang tersebut tidak akan memahami kalau saya tidak di sini.ÔÇØ

Cara ini berhasil dilakukan. Namun ketika waktu Zuhur semua orang datang untuk melaksanakan salat, mereka melihat bahwa Imam Khomeini tidak ada di masjid. Mereka baru memahami bahwa ada sebuah peristiwa yang telah terjadi. Karena ketika waktu syahadahnya saudaraku (Sayid Mostafa Khomeini), Imam Khomeini tidak pernah meninggalkan salat jamaah meski seharipun. Masyarakat juga tahu bahwa Imam Khomeini tidak akan meninggalkan salat jamaah.

Ada  tiga mobil yang sudah disiapkan. Keesokan harinya setelah salat Subuh kami berangkat. Saya bersama Imam Khomeini dalam satu mobil. Para kerabat dekat lainnya ada dalam dua mobil yang lain. Ketika kami mau naik mobil, dalam kegelapan, ada seseorang yang tidak pakai sorban menarik perhatian saya. Saya perhatikan ternyata dia adalah Agha Doktor Yazdi. Dia datang untuk mengambil pidato Imam Khomeini untuk organisasi-organisai Islam Iran di Kanada dan Amerika, tapi dia menyaksikan kondisi ini. Sampai detik itu dia tidak tahu tentang peristiwa hijrahnya Imam. Dia juga naik salah satu dari dua mobil tersebut. Kami baru tahu kalau ada satu mobil berisi para petugas Irak yang membarengi kita. Kami sarapan roti, keju dan teh di sebuah warung kopi. Kami salat berjamaah Zuhur dengan diimami Imam Khomeini di perbatasan Irak. Semua urusan di perbatasan terselesaikan dengan cepat.

Para petugas Irak telah pergi. Para kerabat menuju ke Najaf. Yang tinggal hanya almarhum Emlai, Agha Ferdowsi dan Agha Yazdi.┬á Kami menuju perbatasan Kuwait. Urusan Agha Yazdi, Ferdowsi dan Emlai telah selesai. Tinggal saya dan Imam Khomeini. Ternyata Kuwait sudah mengetahui. Datang seseorang dari pusat dan kesimpulan pembicaraannya adalah, ÔÇ£Dilarang masukÔÇØ. Kami kembali. Kami dibiarkan dari jam dua setelah Zuhur sampai jam sebelas malam. Dengan cerdik Agha Emlai berhasil menuju ke Basra. Dia memberitahukan apa yang telah terjadi kepada orang-orang yang ada di Najaf dan kembali lagi dengan membawa sejumlah roti, keju dan sosis besar dan sebagainya. Imam Khomeini benar-benar lelah. Melalui wajah saya Imam Khomeini tahu bahwa saya kesal karena beliau dibiarkan berjam-jam dan berkata:

ÔÇ£Kamu kesal dengan kejadian-kejadian ini?ÔÇØ

Saya berkata, ÔÇ£Saya benar-benar kesal karena perlakuan mereka terhadap Anda.ÔÇØ

Imam Khomeini menjawab:

ÔÇ£Kita juga harus menanggung musibah di perbatasan seperti yang lainnya. Sehingga bisa merasakan salah satu dari ribuan kesulitan yang menimpa saudara-saudara kita. Bertahanlah.ÔÇØ

Ketika kami duduk mengelilingi Imam Khomeini di dalam sebuah ruangan yang kotor, saya melakukan istikharah dengan al-Quran. Muncul ayat, ÔÇ£Izhab Ila Firauna Innahu Thagha, Qala Rabbi Isyrahli Shadri Wa Yassir Li Amri.ÔÇØ Saya benar-benar mendapatkan kekuatan baru.

Imam Khomeini mengancam mereka. Setiap kali saya berkata kepada mereka, ÔÇ£Mengapa kalian membiarkan kami? Mereka menjawab, ÔÇ£Kami harus menunggu kabar terlebih dahulu dari Bagdad.ÔÇØ Setelah Imam Khomeini marah, mereka langsung menelpon ke Bagdad dan menyampaikan reaksi Imam Khomeini kepada mereka. Kepada mereka Imam Khomeini berkata:

ÔÇ£Akan saya umumkan kepada dunia, apa yang terjadi terhadap saya di sini.ÔÇØ

Mereka juga menyampaikan hal ini kepada mereka yang ada di Bagdad. Tidak lama kemudian mereka berkata, ÔÇ£Maaf, kami belum berhasil untuk menyampaikan ke pusat. Karena tentunya mereka juga tidak senang menyaksikan kondisi ini.ÔÇØ

Mereka mengatakan, ÔÇ£Demi Allah, jangan Anda sampaikan ke pusat apa yang terjadi terhadap Anda.ÔÇØ┬á Mereka menyiapkan mobil untuk kami dan kami naik. Tapi Doktor Yazdi ditahan. Doktor Yazdi berkata kepada saya, ÔÇ£Jangan khawatir, mereka tidak akan bisa menahan saya.ÔÇØ Kami berempat menuju ke Basra. Kami menginap di sebuah hotel yang lumayan bagus. Saya bersama Imam Khomeini dalam satu kamar dan Agha Ferdowsi dan Emlai dalam kamar lainnya. Dengan segala kelelahan, Imam Khomeini bangun melakukan salat tahajud setelah beristirahat selama tiga jam. Saya salat berjamaah dengan Imam Khoemini dan setelah salat saya bertanya tentang keputusan beliau. Imam Khomeini berkata:

ÔÇ£Saya memilih Suriah dan akan pergi ke Suriah.ÔÇØ

Saya berkata, ÔÇ£Bila Suriah tidak mau memberi visa, apa yang harus kita lakukan? Sebaiknya kita pergi ke sebuah negara yang tidak memerlukan visa dan kita bisa pergi ke Suriah dari sana. Karena bila di perbatasan Suriah kita dikembalikan, kita tidak punya lagi tempat untuk pergi.ÔÇØ Saya mengusulkan negara Perancis. Imam menerima. Pukul delapan pagi kami menyampaikan kepada para petugas Irak, ÔÇ£Kami ingin pergi ke Bagdad.ÔÇØ

Mereka berkata, ÔÇ£Anda bisa kembali ke Najaf.ÔÇØ Saya berkata, ÔÇ£Kami tidak akan pergi.ÔÇØ Satu jam kemudian mereka datang dan bertanya, ÔÇ£Ditanyakan dari pusat, apa keputusan Anda?ÔÇØ Saya berkata, ÔÇ£Paris.ÔÇØ Mereka ingin membawa kami ke Bagdad dengan mobil. Kondisi Imam Khomeini tidak baik. Dengan paksa akhirnya kami pergi dengan pesawat. Setelah turun, saya langsung menelpon ke Paris. Doktor Habibi berkata, ÔÇ£Apa yang harus saya lakukan?ÔÇØ Saya berkata, ÔÇ£Jangan terpisah dari telepon sampai kedatangan kami di sana!ÔÇØ

Kami bermalam di Bagdad dan kembali bertemu para sahabat. Malam itu juga Imam Khomeini pergi ke Kazhimain untuk berziarah. Pagi-pagi kami menuju bandara. Pesawat dibiarkan terlambat. Terlambat dua jam. Pesawat jenis jumbo jet. Kami berlima berada di tingkat kedua pesawat. Ditambah tiga orang yang tidak kita kenal. Dua sampai tiga jam setelah pesawat take off kami baru tahu kalau kami di atas pesawat, dipenjara. Untuk meyakinkan, bahwa kami benar-benar dipenjara, almarhum Emlai bangun dari duduk dan ingin jalan-jalan ke tingkat pertama pesawat, tapi tidak diizinkan dan kembali lagi duduk. Setelah pembicaraan yang panjang, kami memutuskan Agha Yazdi dan Emlai sebaiknya turun di Jenewa, sementara saya dan Agha Ferdowsi tetap mendampingi Imam Khomeini. Bila mereka tidak diizinkan turun, kami akan berteriak-teriak supaya penumpang lainnya tahu.

Doktor Yazdi berkata kepada tiga orang tersebut, ÔÇ£Kami ingin turun di Jenewa karena ada urusan.ÔÇØ Sesaat kemudian diumumkan dari speaker pesawat, ÔÇ£Ketika pesawat landing di Jenewa, selain penumpang Jenewa tidak boleh ada yang turun!ÔÇØ Kami melaksanakan keputusan yang sudah kami ambil. Emlai menarik salah satu dari mereka yang ingin mencegah mereka berdua turun. Yazdi lompat ke tangga. Tidak seorangpun berbicara apa-apa. Hanya saja dua orang dari mereka meletakkan senjatanya di rak pesawat yang sebelumnya tidak kelihatan dan mengejar mereka berdua. Sebagaimana sebelumnya, Agha Habibi harus tetap menunggu di samping telepon.

Dikatakan kepadanya, ÔÇ£Kumpulkan semua teman-temanmu di bandara, bila para penumpang datang dan kami tidak ada, dengan segala cara jangan biarkan pesawat terbang lagi.ÔÇØ Kami sampai di Paris. Agar tidak menarik perhatian karena sorban, Imam Khomeini pergi sendiri, kemudian saya. Setelah saya dan Imam, Agha Emlai dan Ferdowsi pergi. Malam itu juga ada seorang datang dari istana Elysee menemui saya dan minta waktu. Imam berkata, ÔÇ£Silahkan datang,ÔÇØ mereka datang dan berkata, ÔÇ£Anda tidak berhak melakukan aktivitas sekecil apapun.ÔÇØ

Imam Khomeini berkata:

ÔÇ£Kami berpikir di sini tidak seperti di Irak. Saya akan berbicara ke mana saja saya pergi. Saya akan pergi dari satu bandara ke bandara lainnya, dari satu kota ke kota lainnya untuk mengumumkan kepada dunia bahwa seluruh para pezalim dunia saling bekerjasama supaya penduduk dunia tidak mendengarkan suara kami para mazlum. Tapi saya akan menyampaikan suara rakyat pemberani Iran ke dunia. Saya akan menyampaikan kepada dunia apa yang sedang terjadi di Iran.ÔÇØ

Sebagian para penulis tidak menjaga amanat dalam menukil sejarah dan berusaha menunjukkan seakan-akan ada seseorang atau lembaga khusus yang ikut campur dalam pengambilan keputusan hijrahnya Imam Khomeini ke Perancis. Padahal masalah ini bertentangan dengan kenyataan. Kejadiannya adalah sebagaimana yang sudah disebutkan. Sebagaimana yang sudah ditegaskan oleh Imam Khomeini dalam wasiatnya sebagai berikut:

ÔÇ£Sebagaimana yang terdengar, sebagian mengklaim bahwa kepergian saya ke Paris karena perantara mereka. Ini adalah bohong... Setelah saya dikembalikan dari Kuwait, saya memilih Paris setelah bermusyawarah dengan Ahmad. Karena di negara-negara Islam ada kemungkinan tidak diberi jalan. Mereka berada di bawah pengaruh Shah Pahlevi, tapi di Paris kemungkinan ini tidak ada.ÔÇØ (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

Dikutip dari penuturan almarhum Hujjatul Islam Sayid Ahmad Khomeini, anak Imam Khomeini ra.

 

Sumber: Pa be Pa-ye Aftab; Gofteh-ha va Nagofteh-ha az Zendegi Imam Khomeini ra, 1387, cetakan 6, Moasseseh Nashr-e Panjereh.

Read 3010 times