Saadi, Penyair Cinta Universal Iran

Rate this item
(0 votes)
Saadi, Penyair Cinta Universal Iran

 

Tanggal 1 Ordibehesht (kalender Persia) atau bertepatan dengan tanggal 21 April, di Iran diperingati sebagai Hari Saadi, penyair besar Iran abad ketujuh Masehi. Penyair yang gema seruannya telah mendunia dan bahkan setelah tujuh abad berlalu, pengaruhnya tetap signifikan dalam khazanah literatur Persia. Saadi adalah penyair ternama di berbagai belahan dunia.

Banyak dari karya-karya besar literatur Persia yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. Akan tetapi belum ada yang mampu melampaui Golestan dan Bustan karya Saadi. Menurut Doktor Jalal Sattari, peneliti dan penerjemah kontemporer Iran, "Farsi, adalah bahasa yang sangat terkait metaforis dan literatur visual. Bahasa-bahasa Eropa tidak seperti ini dan lebih sederhana, para pembacanya juga lebih terbiasa pada tulisan sederhana dibanding para pembaca Iran. Saadi yang telah melakukan banyak perjalanan dan petualangan serta mengenal berbagai budaya dan bangsa-bangsa, menggunakan bahasa yang sederhana dan ringan, berbeda dengan para rekan semasanya. Oleh karena itu, menelaah terjemahan karyanya dalam bahasa lain tidak terlalu sulit dan melelahkan bagi para pembaca berbahasa lain,"

"Akan tetapi kesederhanaan dan kemudahan ucapannya itu bukan merupakan satu-satunya dalil ketenarannya. Rahasia penting universalitas karya Saadi adalah kandungan penuh hikmah, bernilai dan mendidik yang berasaskan pada cinta. Pada hakikatnya faktor yang lebih kuat menarik hati para pembacanya adalah pesan-pesan akhlak dalam puisi-puisi Saadi yang membangkitkan semangat cinta, pemuliaan dan penghormatan terhadap sesama. Kemiripan persepektif Saadi dengan pandangan para tokoh di dunia Timur sedemikian rupa sehingga pesan-pesannya juga telah menyebar di sana. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila Saadi kita sebut sebagai penyair dunia dan milik seluruh umat manusia."

Di Barat, Saadi adalah penyair pertama yang karyanya diterjemahkan ke bahasa Eropa pada tahun 1634. Pada awalnya Andre du Ryer menerjemahkan Golestan Saadi ke dalam bahasa Perancis. Meski terjemahannya tidak lengkap dan memiliki banyak kekurangan, namun menjadi pembuka dalam hal ini. Setahun kemudian, berdasarkan dari terjemahan bahasa Perancis itu, karya Saadi diterjemahkan ke bahasa Jerman dan kemudian disusul penerjemahan ke bahasa Latin dan Inggris. Pada akhir abad ke-17, ketika di Perancis tidak ada kritikan langsung terhadap pemerintah, nasehat dan pesan-pesan kemanusiaan Saadi telah sampai ke tangan penguasa. La Fontain, penyair dan penulis Perancis, merilis kompilasi kedua dongengnya pada tahun 1694 dan di dalamnya dia menyerap pesan dalam kisah yang ditulis Saadi.

Forte yang hidup pada tahun 1747, dikenal sebagai pendiri kisah-kisah filosofis, karena sebelum dia belum muncul pakar bahasa dan filosof yang menjelaskan kisah-kisah filosofis. Kisah-kisah Forte juga diambil dari kisah-kisah Saadi. Pada intinya, Saadi adalah menjadi pelopor munculnya genre baru ini di Eropa. Tidak hanya itu, dua penyair dan penulis tersohor Eropa yang merintis penulisan novel yaitu Victor Hugo dan Johann Wolfgang von Goethe, juga terinspirasi dari kisah-kisah Saadi.

Victor Hugo dalam bukunya menulis, "Apa yang harus aku lakukan untuk menulis sebuah buku dengan nama Golestan, yang angin musim gugur tidak mampu menghamburkan lembaran halamannya dan masa tidak akan pernah mampu mengubah musim semi lembut dan indahnya menjadi musim dingin yang tanpa buah."

Maurice Barres, seorang penyair ternama Perancis, termasuk di antara para tokoh yang menulis buku dengan mengambil ilham dari Golestan Saadi. Maurice menyebutkan "Aku masih mencintai mawar merah karena ia datang dari Shiraz,"

Andre Gide, juga termasuk di antara penyair Perancis yang terpengaruh karya Saadi. Dalam sebuah bukunya dia memulai sebuah syair dengan petikan bait syair Hafez dan mengakhirinya dengan puisi Saadi. Dia bahkan meniru Saadi dengan menyusun bukunya dalam delapan bab.

Friedrich Rosen, pada tahun 1921 menulis sebuah buku berjudul Bimbingan Bersikap dengan Manusia yang mencakup bab kedelapan Golestan dan beberapa karya lain Saadi. Pada tahun 1967, Rudolf Gelpke, penerjemah dan peneliti asal Swiss merilis buku kompilasi kisah pilihan dari Golestan Saadi dengan judul 101 Kisah Golestan. Gelpke menyebut buku itu sebagai buku doa seni kehidupan di dunia Timur. Gelpke tidak menerjemahkan Golestan Saadi ke dalam bahasa Jerman, melainkan mengekstraksi konsep dan kandungan Golestan dan menuangkannya dalam bahasa Jerman.

Goethe pertama kali berkenalan dengan Golestan Saadi pada tahun 1972 setelah menelaah terjemahan Golestan Saadi dalam bahasa Jerman. Kemudian Goethe mendalami literatur dalam Golestan dan tertaik pada bahasa Persia. Pada tahun 1814 kekagumannya setelah menelaah Divan-e Hafez telah mencapai puncaknya dan dia pun mulai melantunkan bait-bait Divan.

Menurut Emmerson, seorang penulis dan cendikiawan Amerika Serikat abad ke-19, Saadi berbicara dengan bahasa semua bangsa dan etnis, dan bahwa ucapannya sama seperti Shakespeare dan Cervantes yang selalu baru. Emmerson bahkan menyebut Golestan sebagai salah satu kitab suci di dunia dan percaya pesan-pesan akhlak di dalamnya bersifat universal.

Setelah membaca terjemahan Golestan dalam bahasa Inggris oleh Francis Gladwin, Ralph Waldo Emerson mengatakan antara lain, "Walaupun sebagai penyair lirik tidak sekuat Hafez, namun dia memikat dengan cara lain yaitu kecendikiaan, hikmah dan sentimen moralnya. Dia memiliki naluri mengajar pembacanya secara halus... Dia adalah penyair terkemuka tentang persahabatan yang hangat, cinta, rasa percaya diri yang mendalam dan ketulusan hati." Selanjutnya Emerson mengatakan, "Saadi berarti keberuntungan."

Sebagai seorang terpelajar Saadi juga mendalami tasawuf dan cenderung berpikiran sufistik. Namun berbeda dengan rekan-rekannya senegeri dan sezaman seperti jalaluddin Rumi, Ruzbihan al-Baqli dan lain-lain yang corak sufistik karya-karyanya sangat kental; Saadi lebih menumpukan perhatian pada masalah etika atau filsafat moral. Pengalaman hidupnya yang pahit sangat mempengaruhi penulisan karya-karyanya. Dia banyak menyaksikan rakyat kebanyakan serta berbagai penyelewengan dan kezaliman penguasa yang otoriter. Dia juga sering menyaksikan peperangan yang ditimbulkan oleh ulah pemimpin yang rakus akan kekuasaan, yang membuat rakyat menderita. Walaupun demikian tema karya-karya Saadi secara keseluruhan tetap memperlihatkan hubungan dengan gagasan para sufi.

Saadi menulis tidak kurang dari 20 buku, di antaranya ialah Kulliyat (antologi prosa dan puisi) Pandnameh, Risalat, Bustan dan Golestan. Para sarjana kesusastraan Persia menyebutkan beberapa ciri karya Saadi, khususnya Golestan, sebagai berikut:

1. Karya Saadi merupakan untaian kisah-kisah perumpamaan yang disadur dari sumber-sumber al-Quran, sejarah Persia dan pengalaman pribadinya selama menjelajahi berbagai negeri. Ke dalam kisah-kisah yang ditulisnya itu Saadi memasukkan hikmah, sindiran, ejekan (hija'), kriktik sosial dan sejenisnya yang ditujukan terutama kepada raja-raja, para menteri dan tokoh-tokoh masyarakat yang korup, dan tidak becus menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai pemimpin.

2. Dalam Golestan terdapat banyak humor, suatu hal yang berbeda dengan karyanya terdahulu Bustan.

3. Karya Saadi pada umumnya bercorak didaktis.

4. Semangat karyanya, khususnya Golestan, romatik.

5. Nilai moral dan pesan kerohanian karya Saadi didasarkan atas ajaran Islam, khususnya sebagaimana dikemukakan ahli tasawuf dan ulama madzab Sunni. Jadi tidak didasarkan semata-mata atas imajinasinya.

Menurut Saadi berbuat baik kepada sesama manusia, tanpa memandang warna kulit, ras dan agamanya yang dipeluknya, sebenarnya sama dengan menjalankan kewajiban agama. Nilai agama yang sebenarnya, menurutnya lagi, dijumpai dalam amal perbuatan seseorang di tengah pergaulan sosialnya, tidak semata-mata dalam untaian tasbih, sajadah dan jubah.

Karena bobot sastra dan kedalaman kandungan hikmahnya, karya Saadi dikaji oleh banyak sarjana baik di negerinya sendiri, maupun di negeri lain di Timur maupun Barat. Dalam bukunya Grammar of The Persian Language (1824) Sir William Jones mengatakan bahwa Golestan merupakan salah satu buku paling baik bagi mereka yang mempelajari bahasa Persia. Penyair-filosof Amerika terkemuka akhir abad ke-19 Emerson sangat mengagumi karya Saadi, dan menyebutnya sebagai salah satu karya masterpiece dari Timur yang tak ada padanannya di Barat.

Read 675 times