Imam Husein as sejatinya diundang untuk menerima kezaliman yang Nabi Muhammad diutus untuk menyingkirkannya (kezaliman) di dunia. Husein diajak untuk menguburkan nilai-nilai yang dijaga manusia terbaik, Ali, Fatimah dan Husan as serta yang ditegakkan oleh mereka dengan darah. Pastinya sosok besar seperti Imam Husein menolak ajakan seperti ini.
Siapakah sebenarnya Husein yang membuat seluruh alam tergila-gila ? Mengapa Husein bangkit melawan khalifah di zamannya? Mengapa ia tidak seperti ayah dan saudaranya memberi nasihat, musyawarah dan berdamai? Dan mengapa beliau mengorbankan orang-orang yang dicintainya di perjuangan ini?
Khalifah waktu itu adalah Yazid bin Muawiyah yang hanya memikirkan kekuasaan dan kekayaan. Ia menganggap Husein juga seperti dirinya, ingin merebut kekuasaan dan kekayaan serta menduduki istana. Tentu saja, inilah yang dia ingin orang lain anggap benar, jika tidak Yazid memahami bahwa tujuan Imam adalah menghidupkan kembali Islam dan di Islam tidak ada artinya kesultanan dan kerajaan yang diwariskan. Oleh karena itu, Yazid berusaha keras mencegah Imam mencapai tujuannya, sehingga ia tidak kehilangan sesuatu yang lebih berharga dari nyawanya.
Solusi terbaik bagi Yazid untuk meraih tujuannya adalah sebelum terlibat perang dengan Imam Husein, ia menyusun perang propaganda dengan menyesatkan kebenaran dan menyembunyikan tujuan utama Imam dari pikiran masyarakat. Ia harus meyakinkan rakyat bahwa jika Husein menjadi khalifah, hukum tidak berbeda. Husein juga mengejar kekuasaan bumi Muslimin untuk menguasai Baitul Mal. Rakyat harus mengasumsikan secara pasti bahwa Baitul Mal milik mutlak Amirul Mukminin dan tidak ada yang berhak mengintervensinya.
Yazid berhasil membuat kebohongan ini sebagai kebenaran dihadapan masyarakat, karena rakyat bodoh terhadap agamanya. Tidak ada cendikiwan dan ahli berpikir di agama, dan mereka tidak memiliki wawasan agama. Mereka tidak mengetahui bahwa Islam datang untuk mencabut peluang arogansi orang-orang seperti Yazid. Mereka tidak mengetahui Baitul Mal hak seluruh umat muslim dan harus dialokasikan untuk memajukan dan mengembangkan Islam serta perkembangan materi dan spiritual umat, bukannya digunakan untuk berfoya-foya segelintir orang.
Muslim tidak membayar khumus dan zakat jika seseorang atau orang-orang tertentu dengan mudah dan tanpa batasan melanggar semua nilai-nilai Islam, minum alkohol dan mengadakan pertemuan yang berdosa. Muslim tidak bisa dan tidak boleh menyetujui pemerintah yang berkuasa yang mengabaikan aturan Islam, melarang apa yang dihalalkan Allah, dan melarang apa yang halal bagi-Nya, secara terbuka, di bawah panji agama dan atas nama Islam.
Ini adalah kemungkaran yang sama yang mencapai puncaknya pada masa Yazid, dan Imam (as) tidak hanya mengaggap diam tidak hanya layak baginya tetapi juga layak bagi setiap orang beriman. Husein bangkit untuk mencegah kemunkaran besar ini, yang merupakan akar dari korupsi sosial dan pribadi lainnya. Dia tahu bahwa akhir dari kebangkitannya ini hanyalah kesyahidan dan pertumpahan darah dia dan keluarganya dan semua sahabatnya, tetapi ini adalah tugas agama yang harus dilakukan bahkan dengan mengorbankan nyawanya.
Imam Husein as sejatinya diundang untuk menerima kezaliman yang Nabi Muhammad diutus untuk menyingkirkannya (kezaliman) di dunia. Husein diajak untuk menguburkan nilai-nilai yang dijaga manusia terbaik, Ali, Fatimah dan Husan as serta yang ditegakkan oleh mereka dengan darah. Pastinya sosok besar seperti Imam Husein menolak ajakan seperti ini.
Ketika gubernur Madinah meminta Husein berbaiat kepada Yazid, Imam sangat marah dan langsung menolaknya. Di malam hari ia berziarah ke pusara kakeknya, Rasulullah Saw dan ketika bermunajat kepada Tuhan, ia berkata, “Ya Allah ! Ini pusara Nabi-Mu, Muhammad Saw dan aku anak dari putrinya. Kamu mengetahui apa yang menimpa diriku. Ya Allah ! Aku menyukai yang makruf dan membenci kemunkaran.” Dari perspektif Imam Husein, ketika umat Islam dipimpin oleh seorang pemimpin seperti Yazid, maka harus diucapkan salam perpisahan kepada Islam.
Di kondisi seperti ini, surat dari warga Kufah membanjiri Mekah, muslim yang mengklaim tidak akan berbaiat kepada Yazid dan siap untuk melawan kezaliman dan kemunkaran yang dibangun Yazid. Mereka menulis kepada Imam, “Kebun-kebun penuh buah dan penunggang kuda telah siap berperang, kesinilah, karena tidak ada pemimpin yang kami kenal kecuali Anda. Cepatlah para pecintamu tengah menanti kedatangan Anda.”
Meski ada kesiapan warga Kufah, Imam Husein as yang paling layak untuk memimpin umat Islam, melihatnya sebagai kewajiban agama dan syar’inya untuk membela keadilan dan pembentukan pemerintahan Islam yang sejati. Ini adalah makruf yang ingin ditegakkan Imam sebagai ganti dari kemunkaran Yazid. Apakah mungkin melarang kemunkaran dan menghapusnya dari masyarakat, dan menggantikannya dengan hal-hal makruf. Di Islam nahi munkar selalu disandingkan dengan amar makruf. Jika Husein melarang teladan pemerintahan Yazid, maka ia harus menyodorkan teladan ilahi sebagai gantinya dan melaksanakannya sehingga masyarakat muslim tidak tertinggal untuk meraih tujuan tingginya.
Sebelum berangkat Imam menulis surat wasiat dan menyerahkannya kepada saudaranya, Mohamman Hanafiyah dan menekankan, “Aku bangkit untuk memperbaiki umat kakekku, Aku ingin menegakkan amar makruf dan nahi munkar.”
Sebelum meninggalkan Mekah, Imam memberi khutbah kepada masyarakat di Mina dan menjelaskan hasil dari amar makruf nahi munkar dan berkata, “Allah Swt mewajibkan amar makruf dan nahi munkar, karena mengetahui jika kedua kewajiban ini dijalankan, seluruh perintah dari langit dan sulit akan ditegakkan. Dan ini karena amar makruf dan nahi munkar adalah seruan kepada Islam dan disertai dengan menolak kezaliman dan menentangnya, membagi baitul mal dan harga rampasan perang (Ghanimah), mengambil zakat dari tempatnya dan menggunakannya di kasus yang benar.”
Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah dengan niat menghidupkan kembali Islam dan menegakkan slogannya. Di tengah jalan beliau bertemu dengan Farazdaq, penyair dan pecinta Ahlul Bait. Imam menjelaskan tujuannya kepada Farazdaq, “Wahai Farazdaq ! Ini adalah sekelompok orang yang menerima kepemimpinan setan, meninggalkan ketaatan kepada Tuhan dan berbuat kerusakan secara terang-terangan di muka bumi. Mereka menghancurkan hukum Tuhan, minum minuman keras, dan menguasai harta orang fakir dan miskin, dan aku lebih layak dari siapa pun untuk membantu agama Tuhan, dan ketinggian agama-Nya serta jihad di jalan-Nya, sehingga agama Tuhan meraih kemenangan.”
Husein setiap hari semakin dekat ke Kufah dan warga kota ini, dan semakin dekat Imam, warga Kufah semakin lemah di komitmennya. Mereka menjual pedang dan tombaknya dengan dinar dan dirham Yazid ketimbang menyambut dan mendukung Imam Husein. Sungguh buruk transaksi mereka ketika menjual agamanya dengan dunia, dan itu adalah dunia lain seperti Yazid.
Tentara pertama yang dikirim dari Kufah untuk menghadapi Imam Husein as adalah tentara Hur bin Yazid Riyahi. Ketika tentara Hur lelah dan kehausan, mereka tiba dihadapan kafilah Imam Husein. Imam memberi minum tentara dan kudanya serta berkata kepada mereka, “Siapa saja yang melihat pemimpin zalim yang menghalalkan apa yang diharamkan Tuhan dan menghancurkan perjanjian Tuhan, menentang sunnah Nabi dan berperilaku zalim di tengah hamba Tuhan, tapi ia tidak memeranginya secara praktis atau melalui ucapan, maka layak bagi Tuhan untuk menempatkannya di posisi pemimpin zalim, yakni neraka.”
Dengan kata-kata ini, sambil mengingatkan tugas semua bagian rakyat dalam perjuangan melawan penindasan, ia menunjukkan bahwa tidak ada halangan dalam tekadnya untuk mereformasi urusan dan memerangi para tiran dan penindas Bani Umayyah dan perjuangan ini tidak bersyarat dengan dukungan warga Kufah. Meskipun dia tahu bahwa akhir dari jalan ini baginya dan para sahabatnya hanyalah kesyahidan dan penahanan, tetapi dia tidak bisa berhenti menjalankan perintah ilahi untuk menegakkan keadilan dan syiar agama. Tujuannya adalah untuk mengabdi kepada Tuhan dan mematuhi perintah-Nya. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara memerintah dan mati syahid bagi Imam as karena keduanya adalah kewajiban ilahi dan mencapai masing-masing bagi Husein sama dengan mengabdi kepada Tuhan dan sama dengan kemenangan.
Pengingkaran janji oleh warga Kufah membuat amar makruf yang ingin ditegakkan Imam tidak terlaksana, namun suara nahi munkar beliau sampai saat ini masih tergiang di telinga dan mengajak para pecinta kebebasan di dunia untuk terus melawan kezaliman dan ketidakadilan.
Tokoh-tokoh besar seperti Sayid Jamaluddin Asadabadi, Sheikh Fadhlullah Nuri, Gandi dan Nelson Mandela adalah sosok yang mendengarkan nahi munkar Imam Husein dan bangkit melawan kezaliman di zamannya. Di antara tokoh terbesar pecinta kekebasan adalah Imam Khomeini yang memimpin Revolusi Islam di Iran dengan meneladani kebangkitan Imam Husein, serta konsisten hingga mencapai kemenangan. Beliau meyakini pengorbanan Husein yang membuat Islam tetap hidup, dan dengan memperingati duka dan menangis atas Husein, kita akan tetap menjaga nama serta ajarannya di hati kita dan kita tidak akan lelah melawan kezaliman serta kemunkaran.