Ayat ke 179
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (7: 179)
Tujuan utama Allah menciptakan manusia adalah untuk mengembangkan dan menyempurnakan manusia itu sendiri. Karena itu, Dia memberikan dan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan manusia. Telinga, mata dan akal merupakan sarana untuk mengetahui dan memahami hakikat. Manusia yang memiliki alat-alat tubuh tersebut namun tidak mau mempergunakannya di jalan yang benar, bahkan menggunakannya untuk tujuan yang keji, akan mendapat balasan siksa neraka jahanam.
Pada dasarnya, hewan-hewanpun juga memiliki alat-alat tubuh semacam ini, namun kemampuannya sangat terbatas bila dibandingkan dengan kemampuan manusia. Karena itu, apabila manusia tidak memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh Allah Swt kepadanya dengan cara yang baik dan benar, berarti mereka lebih rendah dan lebih sesat dari hewan. Berdasarkan ayat ini, kebenaran adalah suatu pengetahuan yang bisa dicari dan dikenali, dan manusia ditugaskan Allah untuk mencari kebenaran itu dengan menggunakan fasilitas yang dimilikinya, yaitu akal, mata, dan telinga. Bila manusia tidak mencari kebenaran itu, kelak dia akan dikumpulkan di neraka jahanam bersama orang-orang yang tersesat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita jangan mengharapkan semua orang menjadi baik dan beriman. Karena Allah telah memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalannya sendiri dan sebagian besar manusia memilih kepada jalan yang sesat sehingga kelak mereka akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam.
2. Manusia dianugerahi akal dan kemampuan untuk memahami hakikat dan kebenaran. Hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Bila kemampuan untuk memahami kebenaran itu tidak digunakan maka, kualitas manusia itu sama, atau bahkan lebih rendah dari hewan.
Ayat ke 180
Artinya:
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (7: 180)
Semua sifat-sifat mulia, baik dan indah hanyalah milik Allah Swt karena Dialah sumber dari semua kesempurnaan. Oleh karena itulah, dalam menyebut dan menyifati Allah, kita harus menggunakan nama-nama yang terbaik dan terindah. Dalam berbagai ayat al-Quran yang lain juga disebutkan mengenai perintah agar manusia menjaga kesucian dan keagungan nama-nama Allah Swt. Selain itu, al-Quran juga memerintahkan kita agar tidak menyekutukan Allah baik dalam sikap, maupun dalam menyebut nama-Nya. Dengan kata lain, kita tidak boleh menyebut nama Allah setara dengan nama-nama lainnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seluruh kebaikan dan kemuliaan datang dari Allah Swt. Karena itu, untuk bisa sampai kepada kebaikan dan kemuliaan itu, kita harus selalu berusaha mendekati Allah Swt.
2. Dalam pandangan Islam, nama memiliki makna-makna yang penting, sehingga dalam para nabi, imam, dan ulama selalu berpesan agar kita memakai kata-kata yang indah dan mulia dalam memberi nama untuk anak-anak kita.
Ayat ke 181-183
Artinya:
Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (7: 181)
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (7: 182)
Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (7: 183)
Ayat-ayat ini membagi manusia dalam ke dalam dua bagian. Kelompok pertama adalah orang-orang yang mendapat petunjuk untuk diri mereka sendiri dan menyampaikan petunjuk itu kepada orang-orang lain. Orang-orang ini bekerja dengan berdasarkan kepada kebenaran dan keadilan sehingga mereka menjadi teladan dan panutan bagi orang-orang yang lain. Kelompok kedua adalah mereka ingkar atas kebenaran dan bahkan mendustakan kebenaran itu. Mereka tidak menyembah Allah, tetapi malah menyembah hawa nafsu.
Dalam ayat ini Allah Swt menegaskan, "Aku akan memberikan kesempatan kepada orang-orang itu untuk melakukan segala kesesatan dan keingkaran mereka. Akan tetapi janganlah mereka menyangka bahwa kesempatan itu akan menguntungkan mereka, karena kesempatan itu justru akan menambah dosa dan penyelewengan mereka. Sehingga hari demi hari dosa mereka akan bertambah dan mereka akan semakin jauh dari jalan kebenaran."
Salah satu bentuk dari balasan Allah kepada orang-orang Kafir di dunia ini adalah dengan memberikan berbagai kenikmatan semu kepada mereka yang secara beransur-ansur akan membawa mereka kepada kebinasaan. Inilah yang dimaksud ayat 182. Kenyataan di sekitar kita menunjukkan betapa banyak pendusta agama dan orang-orang korup yang hidup secara bermewah-mewah dan bermegah-megah, namun hidup mereka sesungguhnya tidak bahagia. Mereka hari demi hari akan semakin tersiksa oleh dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk mendapatkan petunjuk, tidaklah cukup kita mendengarkan nasihat orang-orang lain, akan tetapi kita harus dapat mengamalkan ajaran kebenaran tersebut dengan baik dan benar. Dengan demikian amal perbuatan kita akan menjadi teladan bagi orang lain, dan hal itu akan menyebabkan orang lain tersebut petunjuk dan hadiah.
2. Apabila kita berbuat dosa, namun kita tidak mendapatkan balasan siksa apapun, janganlah kita bersuka hati, karena betapa banyak siksa yang diberlakukan oleh Allah namun kita tidak merasakannya. Karena itu, kita harus terus bertaubat atas segala kesalahan dan dosa kita.
3. Allah Swt memberikan kesempatan bertaubat kepada semua umat manusia, namun hanya kaum Mukmin yang bisa memanfaatkan kesempatan tersebut. Sementara itu, orang-orang yang kafir dan ingkar malah menafsirkan kesempatan yang diberikan oleh Allah tersebut sebagai kesempatan untuk lari dari kekuasaan Allah. Padahal, tidak ada seorangpun yang dapat lari dari kekuasaan Allah dan siapapun yang ingkar, cepat atau lambat pasti akan mendapat balasan.