کمالوندی

کمالوندی

 

Mantan Presiden Amerika Serikat mengatakan, meskipun sudah sangat banyak membantu rezim Zionis Israel, tapi karena mantan Perdana Menteri Israel kerap melawan dirinya, maka ia tidak akan pernah memaafkannya.

Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, Jumat (10/12/2021) mengunggah sebagian wawancara khusus mantan Presiden AS Donald Trump dengan wartawan situs berita Israel, Walla, Barak Ravid.
 
Wawancara ini dilakukan Barak Ravid, dalam rangka mengulas buku terbarunya terkait langkah-langkah yang dilakukan mantan Presiden AS semasa menjabat, berjudul "Perdamaian Trump".
 
Dalam wawancara itu Trump mengatakan, "Tidak ada seorang pun yang seperti saya karena telah berbuat sangat banyak untuk mantan PM Israel Benjamin Netanyahu. Tidak ada seorang pun yang berbuat untuk Israel sebanyak yang saya lakukan. Golan adalah transaksi besar. Saya melakukannya sebelum pemilu, dan saya sangat banyak membantu Netanyahu."
 
Trump menambahkan, "Sebagian orang mengatakan kepada saya bahwa hadiah ini (Golan) bernilai puluhan milair dolar. Saya melakukannya sebelum pemilu. Pekerjaan ini sangat membantu Netanyahu. Tanpa saya, ia pasti kalah, tapi berkat saya, ia meraih hasil imbang."
 
Ia melanjutkan, "Saya menyukai Netanyahu, tapi saya juga menyukai kesetiaan. Ia orang pertama yang mengucapkan selamat kepada Joe Biden. Itu kesalahan besar. Sejak saat itu saya tidak pernah berbicara dengannya. Terkutuklah Netanyahu. Saya tidak akan pernah memaafkannya." 

 

Kepala Pusat Komando Militer Amerika Serikat di Timur Tengah, CENTCOM mengatakan, AS tetap mempertahankan 2.500 personel militernya di Irak untuk batas waktu tertentu, dan sangat mengkhawatirkan perkembangan rudal balistik, rudal jelajah dan drone bersenjata Iran.

Jenderal Kenneth McKenzie, Kamis (9/12/2021) dalam wawancara dengan Associated Press menegaskan bahwa pasukan AS akan tetap berada di Irak, dan menanti peningkatan serangan terhadap personel militer AS dan Irak, dari milisi bersenjata dukungan Iran yang bersikeras mengusir pasukan AS dari negara itu.
 
Menurutnya, meski pasukan AS bergerak ke arah peran non-perang di Irak, tapi mereka tetap akan memberikan dukungan udara dan memberikan bantuan militer lain kepada pemerintah Irak dalam melawan ISIS.
 
Kepala CENTCOM mengklaim, milisi bersenjata dukungan Iran ingin mengusir seluruh pasukan asing dari Irak, dan peningkatan eskalasi kekerasan mungkin akan berlanjut pada bulan Desember 2021 ini.
 
"Kenyataannya mereka ingin seluruh pasukan AS meninggalkan Irak, sementara semua tentara AS tidak ingin keluar dari Irak, sehingga mungkin saja ini akan menimbulkan reaksi seperti yang akan kita saksikan di penghujung bulan Desember nanti," imbuhnya.
 
McKenzie menandaskan, "Rakyat Irak sampai sekarang menginginkan pasukan AS tetap berada di negaranya, oleh karena itu selama mereka menginginkan kami, kami juga akan menyetujuinya dan tetap berada di sana."

 

Sebuah delegasi dari Kementerian Luar Negeri Inggris minggu lalu berkunjung ke Tehran untuk membahas mekanisme pembayaran utang Inggris ke Iran senilai 400 juta pound.

Akun Twitter jurnalis surat kabar Inggris, The Guardian, Patrick Wintour, Jumat (10/12/2021) mengabarkan kunjungan delegasi pemerintah Inggris ke Tehran untuk membicarakan mekanisme pembayaran utang Inggris ke Iran.
 
“Duta Besar Iran untuk Inggris mengungkap kunjungan delegasi Kemenlu Inggris ke Tehran minggu lalu untuk membicarakan mekanisme pembayaran utang yang diakui sebesar 400 juta pound. Menurut Dubes Iran, masalahnya tetap sanksi Amerika Serikat,” tulis Wintour.
 
Menurut jurnalis The Guardian itu, Dubes Iran untuk Inggris, Mohsen Baharvand mengatakan, delegasi Kemenlu Inggris datang ke Iran untuk mengkaji mekanisme legal pembayaran utang ke Tehran.
 
Baharvand menambahkan, saat ini negosiasi Iran dan Kemenlu Inggris dipusatkan pada masalah pembayaran utang ini, dan masalah ini bukan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan.
 
Dubes Iran untuk Inggris sebelumnya mengabarkan dicapainya kesepakatan pembayaran utang London ke Tehran, dan bantuan kepada mereka yang memiliki dua kewarganegaraan serta kasus-kasus serupa, akan tetapi dua hari setelah penandatangan kesepakatan, Inggris mengaku tidak bisa melaksanakan isi kesepakatan karena sanksi AS.

 

Seorang pemuda Palestina gugur ditembak tentara rezim Zionis.

Tentara rezim Zionis hari Minggu (5/2021) menembak mati seorang remaja Palestina berusia 16 tahun di dekat kota Tulkaram, Tepi Barat.

Sumber-sumber berbahasa Ibrani melaporkan bahwa pemuda Palestina itu menabrakkan kendaraan yang ditumpanginya ke arah pos pemeriksaan Israel di Jabara dekat Tulkarm yang menyebabkan seorang tentara Israel mengalami luka serius.

Tentara Zionis seketika menembak mati pemuda Palestina itu.

Pemuda Palestina lainnya menyerang sejumlah pemukiman yang diduduki Israel di dekat Bab al-Amoud di Al-Quds yang diduduki rezim Zionis dalam operasi mati syahid hari Sabtu yang menyebabkan seorang Zionis terluka.

Rezim Zionis juga menembak dan membunuh pemuda Palestina ini.

Setiap hari, militer rezim Zionis membunuh atau melukai dan menangkapi rakyat Palestina yang tertindas dengan berbagai dalih.(

 

Mantan Perdana Menteri rezim Zionis Israel memprotes strategi kabinet Tel Aviv, dan menurutnya omong kosong terkait Iran hanya semakin melemahkan Israel.

Ehud Barak, Minggu (5/12/2021) memprotes kinerja PM Israel Naftali Bennett terkait Iran dan Amerika Serikat.
 
Dalam artikelnya yang dimuat surat kabar Yedioth Ahronoth, Ehud Barak menulis, "Mantan PM Israel Benjamin Netanyahu juga gagal dalam menyiapkan program alternatif jika diplomasi dengan Iran gagal."
 
Ehud Barak menambahkan, "Iran hanya berjarak beberapa bulan saja menuju negara nuklir, dan Bennett hanya mengeluarkan statemen terhadap Iran."
 
Menurutnya, Israel harus memilih yang terbaik di antara yang terburuk, dan urgensi bekerja sama erat dengan AS guna mencapai tujuan-tujuan bersama seperti mencegah berubahnya Iran menjadi negara nuklir, semakin diperlukan.
 
"Tidak ada waktu untuk konflik terbuka, dan membuka permainan saling menyalahkan," tegasnya.
 
Ehud Barak menandaskan, "Keras kepala dan retorika kosong bukan jalan untuk melanjutkan program, itu hanya semakin melemahkan Israel, serta meminimalisir kekuatannya untuk membela diri." (

 

Menteri Luar Negeri Suriah mengatakan bahwa Damaskus menyambut segala bentuk partisipasi Iran di negara itu, dan serangan rezim Zionis Israel atas Suriah, tidak bisa dibiarkan.

Faisal Mekdad, Minggu (5/12/2021) malam tiba di Tehran, dan hari Senin bertemu dengan Menlu Iran Hossein Amir Abdollahian. Dalam pertemuan itu, Menlu Suriah menyampaikan pesan Presiden Bashar Al Assad untuk Presiden Iran Ebrahim Raisi.
 
Ia menuturkan, "Pesan itu merefleksikan pandangan kami tentang urgensi hubungan Suriah dan Iran, selain itu berisi undangan resmi Presiden Assad kepada Presiden Raisi untuk berkunjung ke Damaskus, dan hal ini menunjukkan hubungan erat serta strategis dua negara."
 
Sehubungan dengan serangan terus menerus Israel ke Suriah, Faisal Mekdad menjelaskan, "Serangan-serangan terhadap Suriah tidak bisa dibiarkan. Kami sedang berusaha membalas serangan ini, dan para teroris serta pendukungnya adalah musuh Suriah."
 
Ia menambahkan, "Mereka mendukung dan mempersenjatai para teroris, dan Israel sekarang melanjutkan upaya ini. Israel menyadari bahwa Suriah berkat pasukan dan sekutu-sekutunya seperti Iran dan Rusia, berhasil menggagalkan upayanya. Setelah upaya itu gagal, Israel melancarkan serangan langsung ke Suriah, dan mungkin cara membalas rezim itu hari ini dengan esok akan berbeda."

 

Menteri Perang rezim Zionis Israel mengaku yakin dengan sikap Amerika Serikat terkait program nuklir Iran. Menurutnya, Tel Aviv tidak punya sekutu lebih baik dari Washington, dan keduanya akan memperkuat hubungan bilateral.

Berbeda dengan statemen Perdana Menteri Israel Naftali Bennett terkait perundingan Wina antara Iran dan Kelompok 4+1, Menteri Perang Israel Benny Gantz, Jumat (3/12/2021) kembali menunjukkan sikap yang bertentangan.
 
Gantz mengatakan, "Saya percaya AS akan menepati janjinya untuk mencegah Iran menguasai senjata nuklir. Ini akan memberikan keuntungan bagi dunia, kawasan, dan Israel."
 
Ia menambahkan, "AS dan Israel memiliki nilai-nilai kolektif. Begitu juga soal kepentingan-kepentingan, dan akan tetap seperti itu."
 
"Berbeda dengan banyak laporan yang menyebutkan konflik AS dan Israel, saya tegaskan bahwa Israel tidak punya sekutu strategis yang lebih penting dari AS, dan hubungan kami dengan AS akan terus diperkuat," pungkasnya.

 

Sebuah surat kabar rezim Zionis Israel menuduh Hamas mendirikan sayap militer di wilayah Lebanon, dan mempersenjatainya. Menurut koran Israel itu, Tel Aviv takut diserang dari dua arah jika perang baru dengan Jalur Gaza pecah.

Yedioth Ahronoth, Sabtu (4/12/2021) melaporkan, Israel khawatir jika perang baru melawan Jalur Gaza pecah, Hamas akan terjun ke medan tempur dari dua front, pertama di dalam Jalur Gaz, dan kedua di wilayah Lebanon.
 
Koran Israel ini menambahkan, Hamas secara rahasia membentuk sebuah sayap militer di Lebanon sehingga jika perang di Gaza pecah, mereka akan membuka front baru untuk melawan Israel.
 
Menurut Yedioth Ahronoth, Hamas menggunakan sayap militernya di Lebanon pada perang terbaru di Gaza bulan lalu, ketika beberapa rudal ditembakan ke Israel dari arah Lebanon.
 
"Hamas dalam perang Gaza tahun 2014 memutuskan untuk membentuk sayap militer di Lebanon, setelah para pemimpin Hamas melihat dirinya bertempur sendirian tanpa batuan militer asing dalam perang dengan Israel," pungkasnya.

 

Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh mengatakan umat Islam harus berusaha untuk menghentikan kebijakan normalisasi hubungan dengan penjajah Israel.

Haniyeh dalam wawancara dengan kantor berita Mehr Iran, Sabtu (4/12/2021), menambahkan normalisasi hubungan dengan rezim Zionis harus segera dihentikan, karena kebijakan ini hanya membawa keburukan.

"Jelas bahwa normalisasi hubungan dengan rezim Zionis hanya melayani Tel Aviv," tegasnya.

Menurut Haniyeh, normalisasi mencoreng wibawa umat Islam dan menghancurkan sejarahnya. Oleh karena itu, kami meminta seluruh umat Islam untuk berusaha dan bertindak menghentikan kebijakan normalisasi.

Dia menyeru pihak-pihak yang telah memulihkan hubungan untuk meninjau ulang kebijakan mereka, karena normalisasi hanya membawa keburukan.

"Kami menyerukan kepada pemerintah yang telah menandatangani perjanjian untuk memulihkan hubungan dengan rezim Zionis agar meninjau kembali langkah itu," imbuh petinggi Hamas ini.

Pada hari Kamis, Ismail Haniyeh dalam pidatonya pada "Konferensi Pelopor al-Quds" di Istanbul, Turki, mengatakan perang Pedang al-Quds merupakan titik balik penting dalam perjuangan melawan rezim penjajah Zionis.

"Pedang al-Quds hanya akan disarungi dengan pembebasan seluruh tanah Palestina, al-Quds, dan Masjid al-Aqsa," tegasnya.

Dia menandaskan Quds adalah titik dasar konflik dengan musuh Zionis. Perlawanan akan terus bersiap dan memperkuat dirinya, dan perlawanan akan tetap menjadi pilihan strategis bagi kami.

 

Kepala Divisi Hukum Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), menjelaskan temuan baru dalam kasus pembunuhan Komandan Pasukan Quds IRGC Letnan Jenderal Qasem Soleimani.

Sohrab-Ali Shamkhani dalam wawancara dengan kantor berita Mehr, Sabtu (4/12/2021) mengatakan Letjen Soleimani adalah anggota IRGC dan pengaduan diajukan oleh lembaga ini kepada otoritas kehakiman.

"Berkasnya telah disusun dengan informasi yang komprehensif dan lengkap. Di dalamnya ada 50 terdakwa, termasuk mantan Presiden AS Donald Trump," ungkapnya.

Shamkhani menuturkan semua terdakwa dalam kasus ini adalah warga negara Amerika Serikat, meskipun ada individu lain dari Inggris dalam kelompok itu.

Ditanya apakah PBB harus melibatkan diri dalam penuntutan itu, dia menekankan kami juga menindaklanjuti kasus ini di tingkat internasional, tetapi mereka (lembaga-lembaga internasional) tidak mengambil tindakan khusus untuk kami.

Letjen Soleimani dan Wakil Ketua Hashd al-Shaabi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis, bersama dengan delapan pengawal mereka, gugur syahid dalam serangan udara pasukan teroris AS di dekat Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020. Serangan teror ini dilakukan atas perintah langsung Presiden Donald Trump.