کمالوندی

کمالوندی

Wakil Koordinator Komandan Angkatan Darat Iran mengabarkan produksi senjata-senjata berbasis ilmu pengetahuan di institusinya.

Brigjen Ali Arasteh, Wakil Koordinator Komandan AD Iran dalam wawancaranya dengan Klub Jurnalis Muda Iran (YJC), (9/5) menyinggung tentang kedudukan aktivitas-aktivitas berbasis ilmu pengetahuan dalam produksi senjata-senjata Angkatan Darat Iran.

Ia mengatakan, ÔÇ£Aktivitas berbasis ilmu pengetahuan dalam produksi senjata di Angkatan Darat Iran memiliki kedudukan spesial dan para pakar berusaha memproduksi senjata berbasis ilmu pengetahuan.ÔÇØ

Arasteh menjelaskan, ÔÇ£Pengelolaan ilmu pengetahuan dengan strategi internasional, merupakan langkah yang mendapat perhatian dari Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dan arahan dari staf komando militer.ÔÇØ

Menurutnya, jika sebuah negara atau institusi tidak bergerak berlandaskan pada peristiwa-peristiwa dunia dan memilih diam, maka ia akan binasa.

Duta Besar Filipina di Iran mengabarkan kesiapan dan sambutan Manila untuk memanfaatkan kemampuan ilmu pengetahuan Iran.

Eduardo Martin R. Menez, Dubes Filipina di Tehran dalam wawancaranya dengan surat kabar Shargh, Senin (11/5) mengatakan, ÔÇ£Kami membutuhkan bantuan-bantuan Iran di bidang nanoteknologi dan bioteknologi. Pasalnya Iran termasuk negara yang mengalami kemajuan di bidang teknologi.ÔÇØ

Ia menambahkan, ÔÇ£Di bidang-bidang ilmu pengetahuan penting seperti nano, dimana Iran cukup diperhitungkan di level internasional, bantuan-bantuannya sangat dibutuhkan oleh ilmuwan Filipina.ÔÇØ

Menurut Dubes Filipina, selama setahun ini akan dilakukan perencanaan terkait tujuh perjalanan wisata dari Filipina ke Iran.

ÔÇ£Dengan memperhatikan kemampuan Iran dalam industri otomotif, maka peluang kerja sama dua negara di bidang ini terbuka,ÔÇØ pungkasnya.

Pemuatan barang bantuan kemanusiaan dari Masyarakat Bulan Sabit Merah Iran (IRCS) untuk warga Yaman ke "Kapal Penyelamatan" di Bandar Abbas, Iran selatan, telah selesai.

Kapal penyelamatan tersebut mengangkut 2.500 ton bantuan kemanusiaan yang meliputi 1.200 ton beras, 700 ton gandum, 400 ton tuna kaleng, 50 ton obat-obatan dan peralatan medis, 50 ton air mineral, 2.000 selimut, 1.000 tenda pleton, dan 1.000 peralatan dapur.

Kapal yang membawa 60 orang penumpang yang terdiri dari 15 staf medis IRCS, 20 wartawan dan tokoh-tokoh cinta damai internasional, lima pengawal dan 20 kru itu, akan bertolak ke Yaman dari Bandar Abbas, Ahad (10/5), pukul 19:00 waktu lokal.  

Tokoh-tokoh cinta damai internasional dan para aktivis anti-perang yang ikut dalam misi kemanusiaan tersebut terdiri dari seorang warga Perancis, seorang warga Jerman dan lima warga Amerika.

Rute perjalanan Kapal Penyelematan itu adalah pelabuhan Shahid Rajaee Bandar Abbas Iran, Laut Oman, Samudra Hindia, Teluk Aden, Selat Bab El Mandeb kemudian masuk ke Laut Merah, dan akan merapat di pelabuhan al-Hadida Yaman.

Menurut para staf IRCS, koordinasi yang diperlukan telah dilakukan dengan Federasi Palang Merah Internasional, Bulan Sabit Merah di Oman, Djibouti dan Arab Saudi.

Anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Majlis (Parlemen)  Republik Islam Iran  mengatakan, negara-negara pendukung terorisme adalah para pelaku utama kejahatan-kejahatan teroris.

Ismail Kowsari mengatakan hal itu dalam pernyataan terbarunya seperti dilansir IRNA, Senin (11/5).

Kowsari kemudian menyinggung perlawanan pemerintah Islam dan front Muqawama di kawasan terhadap terorisme.

Ia menjelaskan, negara-negara yang memberikan bantuan finansial dan militer kepada para teroris merupakan pelaku utama berbagai kejahatan teroris yang mereka justifikasi dan tutupi dengan Hak Asasi Manusia.

Selama bertahun-tahun pasca kemenangan Revolusi Islam, kata Kowsari, musuh melihat diri mereka tidak mampu untuk berkonfrontasi dengan bangsa Muslim Iran sehingga mereka menggerakkan para teroris, di mana  berbagai teror telah merenggung nyawa banyak warga tak berdosa Iran.

Ia menilai Syuhada akibat teror sebagai Syuhada yang paling tertindas.

Anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran  menuturkan, penyelenggaraan Kongres Internasional 17.000 Syahid Korban Teror pada saat ini sangat penting dan mencerahkan.

 

Kongres Internasional 17.000 Syahid Korban Teror Kedua akan digelar di Tehran, ibukota Iran, 31 Agustus 2015.

Dana Moneter Internasional, IMF mengumumkan, Republik Islam Iran mempertahankan posisinya sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di Timur Tengah dan Asia Tengah.

Surat kabar Jomhouri Eslami, terbitan Tehran (7/5) melaporkan, IMF dalam laporan terbarunya mengatakan, Produksi Domestik Bruto (PDB) Iran pada tahun 2015 mencapai 393,5 milyar dolar Amerika. Dengan begitu, di antara 30 negara Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Tengah, Iran tetap menjadi negara ekonomi terbesar kedua di kawasan.

IMF juga memprediksi PDB Iran untuk tahun 2016 akan mengalami peningkatan dan mencapai 404,5 milyar dolar Amerika.

Menurut laporan IMF itu, posisi pertama ekonomi terbesar di kawasan, diduduki Arab Saudi dengan PDB 649 milyar dolar AS yang mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014.

Setelah itu Uni Emirat Arab dengan PDB 363,7 milyar dolar Amerika menduduki posisi ketiga.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), mengabarkan kesiapan mereka untuk meningkatkan produksi minyak Iran jika sanksi-sanksi Barat dicabut.

Asisten Senior Kepala Humas OPEC, Mahid al-Saigh pada Jumat (8/5/2015) di Tehran mengatakan, Iran tidak hanya sebuah negara produsen dan eksportir minyak dan tidak juga sebuah anggota biasa OPEC, tapi Iran merupakan salah satu pendiri organisasi ini dan hal itu tidak bisa diabaikan.

Hal itu disampaikan Mahid dalam kunjungannya di Pameran Internasional Minyak, Gas, Penyulingan dan Petrokimia ke-20 di Tehran.

Mahid menuturkan, OPEC merupakan salah satu pemain utama di pasar minyak dan keputusan organisasi itu untuk mempertahankan kuota produksinya adalah sebuah langkah positif dan benar.

Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran menilai penyelenggaraan Festival Film Fajr Internasional ke-33 di Tehran sebagai sebuah pengalaman yang sukses.

Ali Jannati mengemukakan hal itu kepada wartawan di sela-sela penutupan divisi internasional Festival Film Fajr, Sabtu (2/5) malam seperti dilansir IRNA.

Jannati mengatakan, Festival Film Fajr Internasional selama bertahun-tahun lalu berada di bawah naungan divisi nasional dan film-film Iran, namun tahun ini tampak lebih baik dengan partisipasi luas para seniman asing.

Menurutnya, Festival Film Fajr bersaing dengan festival-festival internasional lainnya, di mana Festival Film Fajr Internasional di Tehran telah dihadiri oleh lebih dari 200 tamu asing, dan mereka telah mengenal budaya dan peradaban Iran.

Penyelenggaraan festival-festival ini, kata Jannati, berperan penting dalam mengenalkan budaya dan seni Iran kepada bangsa-bangsa dunia.

Festival Film Fajr Internasional ke-33 telah dibuka pada 25 April.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar menekankan terjaganya keagungan dan kebesaran bangsa Iran.

Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Rabu (6/5) dalam pertemuan dengan Menteri dan pegawai Kementerian Pendidikan serta pengajar dari seluruh penjuru Iran menyoroti ancaman-ancaman terbaru petinggi pemerintahan Amerika Serikat seiring dengan digelarnya perundingan nuklir.

Rahbar menegaskan, "Kami tidak sepakat dengan perundingan di bawah ancaman. Petinggi politik asing dan tim juru runding harus memperhatikan garis merah serta haluan utama."

Ia menjelaskan, "Seiring dengan belanjutnya perundingan, keagungan dan kebesaran bangsa Iran harus dibela dan tim perunding nuklir Iran tidak boleh tunduk pada ancaman, paksaan atau penghinaan apapun."

Ayatullah Khamenei juga menyinggung statemen-statemen petinggi pemerintah Amerika dalam beberapa hari terakhir yang mengatakan, "Jika kondisi semacam ini muncul, maka kami akan melancarkan serangan militer". Rahbar menuturkan, "Seperti yang pernah kami katakan kepada Amerika pada pemerintahan Iran sebelumnya, bangsa Iran akan membalas dengan tegas setiap ancaman."

Rahbar menambahkan, "Menurut pengakuan terbuka atau tertutup petinggi sejumlah negara, jika sanksi dan tekanan yang ada saat ini atas Iran dijatuhkan pada negara lain, maka negara itu akan menghadapi berbagai masalah serius, namun Iran tetap bertahan dan berdiri kokoh."

Ia melanjutkan, "Amerika lebih membutuhkan perundingan ketimbang Iran, atau setidaknya kedua negara sama-sama membutuhkan. Kami ingin perundingan selesai dan sanksi-sanksi dicabut, akan tetapi ini bukan berarti bahwa jika sanksi dicabut lalu kami tidak dapat mengelola negara."

Ayatullah Khamenei menjelaskan bahwa rakyat Iran selalu membela identitas dan kehormatan dirinya. "Dalam perang pertahanan suci selama delapan tahun, seluruh kekuatan dunia berusaha untuk menundukkan bangsa Iran, namun gagal. Oleh karena itu keagungan dan kebesaran bangsa ini harus tetap dijaga," paparnya.

Menurutnya, hari ini pemerintah Amerika menjadi pemerintahan yang paling tidak dihormati di dunia, salah satu alasannya adalah karena dukungan tegas Washington atas kejahatan-kejahatan pemerintah Al Saud di Yaman.

"Pemerintah Al Saud, tanpa justifikasi apapun dan hanya dengan satu dalih, mengapa rakyat Yaman tidak memilih presiden yang sesuai dengan kehendak Riyadh, terus melakukan pembunuhan terhadap rakyat tidak berdosa, perempuan dan anak-anak Yaman. Amerika pun mendukung kejahatan-kejahatan besar ini," ungkapnya.

Ia menandaskan, "Rakyat pejuang dan revolusioner Yaman tidak membutuhkan senjata, pasalnya seluruh pusat dan pangkalan militer dikuasai oleh mereka. Rakyat Yaman, karena embargo obat-obatan, bahan makanan dan energi yang kalian lakukan, membutuhkan bantuan-bantuan kemanusiaan. Akan tetapi kalian bahkan tidak mengizinkan Bulan Sabit Merah masuk ke Yaman.

Laporan terbaru menyebutkan berlanjutnya kegagalan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk memperkokoh kabinetnya yang rentan yang menurut rencana akan segera diumumkan. 

Disebutkan bahwa Rabu malam, atau tepat pada detik-detik akhir kesempatan kedua untuk membentuk kabinet baru rezim Zionis dan juga menyusul kesepakatan antara Netanyahu dan Naftali Bennet, Ketua Partai Rumah Yahudi, kabinet baru Netanyahu mendapatkan kuorum terkecil di parlemen. Dengan demikian, kabinet yang terbentuk dalam kondisi seperti itu merupakan salah satu yang terentan dan pada saat paling radikal yang pernah dibentuk.

Oleh karena itu, kabinet seperti ini yang hanya mengantongi 61 kursi dari 120 kursi parlemen Israel, sedemikian rentan sehingga Netanyahu dalam beberapa hari  yang tersisa untuk mengumumkan kabinetnya, berusaha keras menggalang dukungan dari partai-partai lain guna menghindar terjerumus ke jurang.

Disebutkan bahwa koran Jerusalem Post mengungkap, Benjamin Netanyahu siap menunjuk Avigdor Lieberman sebagai menteri perang dalam kabinet barunya. Namun dengan syarat, Lieberman bersedia merevisi keputusannya menolak hadir dalam kabinet tersebut. Sementara berbagai laporan menunjukkan penolakan usulan tersebut oleh Lieberman.

Lieberman Senin lalu menyatakan mundur dari kabinet Netanyahu dan tidak akan terlibat dalam kabinet mendatang. Lieberman telah dua periode menjabat sebagai Menlu Israel dan merupakan sekutu utama Netanyahu.

Sementara itu, Tzipi Livni, mantan menlu Israel yang juga pernah menjabat sebagai menteri kehakiman, juga menyatakan tidak akan bergabung dalam kabinet koalisi Netanyahu.

Berbagai transformasi rezim Zionis dan kegagalan Netanyahu dalam pembentukan kabinet yang kokoh dan komprehensif, mengindikasikan jurang politik yang menganga, konfrontasi politik antara partai dan kelompok-kelompok politik serta eskalasia krisis politik di Israel.  

Hasil pemilu dipercepat parlemen rezim Zionis yang pada umumnya partai-partai Israel meraih hasil lemah dan juga pembentukan kabinet yang sangat rentan oleh Netanyahu itu, juga menunjukkan kacaunya perimbangan politik PM Israel dalam upaya mendapat kekuasaan lebih besar melalui pemilu parlemen yang dipercepat.

Sebelumnya Netanyahu juga gagal membentuk kabinet komprehensif dan oleh karena itu dia merangkul banyak partai sayap kanan Israel termasuk Partai Yisrael Beiteinu, pimpinan Avigdor Lieberman, yang memiliki kecenderungan radikal lebih besar dibanding partai-partai lainnya. Hasilnya adalah percepatan program-program penjajahan rezim Zionis Israel.

Para menteri luar negeri negara-negara Arab pesisir Teluk Persia pada Sabtu 9 Mei 2015, menggelar pertemuan dengan Menlu AS, John Kerry, di Paris, Perancis. Disebutkan bahwa pertemuan itu digelar dalam rangka persiapan pelaksanaan pertemuan tingkat tinggi Arab di Kamp David yang menurut rencana akan digelar pekan depan melibatkan para pemimpin negara-negara Arab Teluk Persia dan Presiden AS Barack Obama.

Menurut koran al-Hayat mengutip sumber-sumber Arab, Amerika Serikat akan memberikan laporan tentang kesepakatan potensial dalam masalah nuklir dengan Iran untuk ÔÇ£meyakinkanÔÇØ Arab bahwa Iran tidak akan menggapai senjata nuklir.

Interpretasi sejumlah negara Arab Teluk Persia dari kesepakatan nuklir potensial antara Iran dan Kelompok 5+1; mencakup kekhawatiran mereka terhadap sebuah proses yang akan membuat Iran lebih kuat; di saat mereka tidak dapat menyaksikan kemajuan Iran. Semakin Iran mampu tampil kokoh di hadapan tekanan dan merealisasikan tuntutannya, negara-negara tersebut semakin merasa kerdil dan hina.  

Hingga kini mereka tetap beranggapan bahwa Iran tetap terisolasi dan adapun interpretasi mereka dari kesepakatan potensial itu, sejajar dengan politik ÔÇ£pencegahan IranÔÇØ berdasarkan perspektif usang dan kadaluarsa. Dari sudut pandang ini, maka jelas pula apa yang mereka harapkan dari pertempuan di Kamp David. Berbagai indikasi yang ada menunjukkan bahwa kepada negara-negara Arab Teluk Persia, Obama akan berjanji mempertahankan sanksi anti-Iran sekaligus menawarkan sistem pertahanan rudal anti-udara kepada mereka. Washington juga dipastikan akan menekankan kembali komitmennya dalam menjaga sekutunya di hadapan ancaman serangan asing.

Menurut koran Los Angeles Times, kemungkinan dalam pertemuan Kamp David, akan diutarakan ungkapan-ungkapan indah dan dikesankan bahwa mereka menginginkan ikatan langgeng dengan Amerika Serikat.

Oleh karena itu, Kamp David merupakan kesempatan bagi Barack Obama untuk menyatakan bahwa Washington tetap mementingkan sekutu kunonya di kawasan; akan tetapi pada saat yang sama Obama juga tidak akan mampu menutup mata dari kekeliruan Amerika Serikat di kawasan yang berujung pada pembentukan kelompok-kelompok teroris seperti al-Qaeda dan ISIS, serta munculnya kekerasan ekstrim di Irak dan Suriah.

Negara-negara seperti Arab Saudi, sebenarnya tidak mengkhawatirkan program nuklir Iran; karena semua mengetahui bahwa klaim ancaman nuklir Iran tidak lebih dari propaganda dan apa yang diinginkan dan dilakukan Iran adalah hak-haknya sesuai dengan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Banyak negara-negara Arab regional termasuk Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab dan Kuwait yang berharap mendapat posisi yang dimiliki Iran; hanya saja mereka tidak sejajar dengan Iran di tingkat ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, interpretasi paling optimistik dari harapan mereka adalah menginginkan kemajuan yang sama dengan yang dicapai Iran.

Lalu di mana masalahnya? Yang pasti negara-negara Arab Teluk Persia mengetahui bahwa Iran tidak pernah mengancam atau menyulut gejolak di kawasan. Sementara negara-negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir selalu berusaha menciptakan krisis dan ketidakpercayaan di kawasan. Selain itu, dalam setiap krisis, mereka juga selalu membuka pintu bagi pihak asing untuk masuk.

Apa yang dikhawatirkan negara-negara Arab Teluk Persia adalah dampak internal dan sekitar akibat dari pengaruh arus-balik keselarasan mereka dengan Amerika Serikat dan Barat. Mereka mengkhawatirkan nasib kekuasaan adikara dan dependen mereka yang sekarang sudah sulit dipertahan dengan petro dolar. Karena era keemasan pendapatan dari penjualan minyak juga telah berakhir dan sekarang saatnya untuk menebus banyak hal. Adapun masalah nuklir Iran hanya satu alasan untuk lari dari semua kenyataan itu.