
کمالوندی
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Menyakiti Orang Tua
Menyakiti Orang Tua
1. Imam Shadiq as berkata, "Menyakiti orang tua yang paling sederhana adalah ketika mengatakan "Uffin" (ah) kepada mereka. Bila ada yang lebih kecil dan lebih hina dari itu, maka sudang barang tentu itupun akan dilarang."(1)
2. Rasulullah Saw bersabda, "Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, maka engkau akan mendapat tempat di surga. Tapi bila engkau menyakiti mereka, maka tempatmu di neraka."(2)
3. Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang melihat kedua orang tuanya dengan pandangan permusuhan, sementara keduanya juga berbuat zalim kepadanya, Allah tidak akan menerima shalatnya."(3)
4. Rasulullah Saw bersabda, "Jangan menyakiti orang tua! Karena bau surga dapat dirasakan dari jarak 1000 tahun, tapi mereka yang menyakiti orang tua tidak dapat merasakannya."(4) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Catatan:
1. Bab al-‘Uquq, hadis 1.
2. Ibid, hadis 2.
3. Ibid, hadis 5.
4. Ibid, hadis 6.
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Imam Ali as dan Tata Kelola Pemerintahan
Salah satu tantangan besar yang dihadapi manusia modern adalah metode para pemimpin dan penguasa dalam mengelola pemerintahan dan negara. Kebanyakan penindasan, perilaku tirani, dan perampasan hak-hak rakyat bersumber dari tata kelola pemerintahan yang salah dan penyimpangan para penguasa. Masalah pemerintahan sejak dulu telah menjadi perhatian serius para filosof seperti, Plato dan Aristoteles serta para pemikir setelah mereka. Para filosof menekankan nilai-nilai moral dan keadilan dalam mengelola pemerintahan serta menyarankan para penguasa untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan mereka.
Namun setelah munculnya berbagai mazhab pemikiran dan teori-teori tentang sistem pemerintahan, manusia modern justru menyaksikan berbagai kasus penyimpangan moral dalam mengatur negara dan juga penyalahgunaan kekuasaan di negara-negara dunia. Dengan memperhatikan sejarah tata kelola pemerintahan di berbagai belahan dunia, sistem pemerintahan Imam Ali as dan nasehat-nasehat cemerlang beliau kepada para penguasa merupakan salah satu contoh ideal dalam mengelola negara.
Salah satu karakteristik terpenting Imam Ali as adalah komitmennya membentuk masyarakat yang berkeadilan. Pandangan Imam Ali as terhadap pemerintahan sangat berbeda kontras dengan sikap para politisi yang haus kekuasaan. Metode politik dan pemerintahan Imam Ali as berpijak pada prinsip-prinsip yang mendorong masyarakat untuk mencapai kesempurnaan secara material dan spiritual. Dalam pandangan beliau, kezaliman dan ketidakadilan menghalangi manusia mencapai kesempurnaan dan tujuan penciptaan.
Prinsip pemerintahan Imam Ali as adalah poros ketuhanan. Beliau memandang pemerintahan sebagai sebuah amanah dari Tuhan dan kesempatan untuk mengabdi kepada makhluk-makhluk Allah Swt. Imam Ali as senantiasa melarang para bawahannya untuk mengejar kekuasaan dan merampas hak-hak masyarakat serta mengingatkan bahwa Tuhan selalu mengawasi perilaku manusia dalam setiap keadaan.
Imam Ali as menilai faktor utama keterbelakangan dan keruntuhan masyarakat adalah sikap mengabaikan hukum-hukum Tuhan, perilaku zalim, dan ketidakadilan. Beliau pada masa pemerintahannya sangat teliti dalam mengangkat para pegawai dan pembantunya. Imam Ali as memilih orang-orang yang kuat, layak, dan kredibel sebagai pembantunya untuk ditempatkan di berbagai kota. Mengenai urgensi keadilan, Imam Ali as berkata, keadilan adalah salah satu prinsip yang harus berdiri tegak di alam semesta. Beliau juga menuturkan, tidak ada yang menyamai keadilan, karena prinsip itulah yang menyebabkan kota-kota menjadi makmur. Menurutnya, keadilan bukan memperindah iman, tapi bagian dari prinsip keimanan sendiri.
Salah satu sumber terpenting untuk mengenal pemikiran politik Imam Ali as terkait pemerintahan adalah surat beliau kepada Malik al-Asytar ketika diangkat menjadi gubernur di Mesir. Surat itu berisi pesan-pesan dan petunjuk yang sangat bersejarah, mengandung banyak sekali hal yang patut diperhatikan terutama oleh para pemegang kekuasaan di tengah masyarakat. Dalam pesan tertulis ini, Amirul Mukminin sangat menekankan pendidikan dan pembinaan mental dan akhlak para penguasa, sebab kelayakan para pelaksana undang-undang lebih penting dari undang-undang itu sendiri.
Pada kalimat pembuka suratnya itu, Imam Ali as menyebut dirinya sebagai hamba Allah Swt. Beliau berkata, "Ini adalah pesan seorang hamba Allah, Ali bin Abi Thalib kepada Malik al-Asytar..." Dengan menyatakan diri sebagai hamba Allah Swt, Imam Ali as mengingatkan bahwa penulis pesan ini adalah seorang hamba di antara hamba-hamba Allah Swt yang selalu mentaati perintah-perintah-Nya dan menjadikan penghambaan kepada Tuhan sebagai jalan hidupnya. Imam Ali as memegang tampuk kekuasaan untuk mewujudkan keadilan di tengah masyarakat dan memenuhi hak mereka. Di mata beliau, kinerja terpenting pemerintahan adalah menciptakan keadilan. Dengan kata lain, keadilan adalah inti politik Imam Ali as.
Dalam surat politiknya itu Imam Ali as menulis, "Jangan sekali-kali engkau mengira bahwa kekuasaan yang telah diserahkan kepadamu itu adalah hasil buruan yang jatuh ke tanganmu. Itu adalah amanah yang diletakkan ke pundakmu. Pihak yang di atasmu mengharapkan engkau dapat menjaga dan melindungi hak-hak rakyat. Maka janganlah engkau berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat." Sudah barang tentu masyarakat tidak akan mendukung para pemimpin jika mereka tidak dikenal sebagai pengemban amanah, dan akibatnya dasar-dasar kepemerintahan akan rapuh.
Imam Ali as sangat menekankan perlunya orang-orang yang sesuai untuk menangani segala urusan kepemerintahan. Sebuah pemerintahan akan kacau, sekalipun memiliki undang-undang yang jelas dan tepat, jika pelaksananya adalah orang-orang yang tidak kompeten dan oportunis. Imam Ali as kepada Malik al-Asytar menulis, "Pikirlah baik-baik terlebih dahulu untuk memilih seseorang sebagai penanggung jawab. Angkatlah dia setelah ia siap untuk bekerja dan janganlah engkau angkat mereka hanya dengan kehendakmu sendiri tanpa bermusyawarah dengannya, karena ini adalah perbuatan khianat."
Bagian lain dari surat Imam Ali as itu berbicara tentang kriteria dan tanggung jawab penguasa. Imam Ali as menulis, "Ketahuilah wahai Malik! Bahwa aku telah mengutusmu ke suatu daerah, di mana sebelumnya pernah dipimpin oleh penguasa-penguasa, yang adil maupun yang zalim. Sekarang, rakyat akan memperhatikan tindakan-tindakanmu, sebagaimana engkau telah memperhatikan tindakan-tindakan para penguasa sebelummu. Dan, mereka (rakyat) akan menilaimu sebagaimana engkau pernah menilai mereka (para penguasa)... Sesungguhnya orang bijak diketahui dengan nama baik yang Allah tebarkan untuk mereka melalui lisan hamba-hamba-Nya. Maka itu, jadikanlah amal saleh sebagai koleksi yang terbaik. Untuk itu, kuasailah hawa nafsumu dan sayangilah dirimu dari melakukan apa yang diharamkan atas engkau, karena menyayangi diri berarti menyeimbangkan diri di antara apa yang disukainya dan apa yang dibencinya."
Imam Ali as juga mengingatkan bagaimana para penguasa harus menjalankan roda pemerintahannya. Beliau berkata, "Hendaknya jalan yang paling engkau sukai ialah jalan yang paling tengah dalam kebenaran, yang paling merata dalam keadilan, dan yang paling mengakomodir kehendak rakyat banyak... Bersihkanlah ganjalan segala dengki terhadap rakyat, putuskanlah akar setiap permusuhan dari dirimu. Janganlah lengah dari apa yang tidak nampak bagimu, jangan pula cepat menerima hasutan provokator, karena provokator itu adalah penipu, walau ia nampak sebagai orang yang bermaksud baik."
Imam Ali as mengubah sistem pemikiran dan budaya publik serta mereformasi struktur pemerintahan dan para pejabatnya dalam rangka mewujudkan keadilan di tengah masyarakat. Beliau menghidupkan kembali nilai-nilai agama dan menghilangkan jurang sosial dan diskriminasi. Untuk menghilangkan diskriminasi, Ali menerapkan persamaan di berbagai bidang. Kepada para hakim, Imam Ali berkata, "Kalian berlaku adillah dalam memutuskan sebuah perkara. Perlakukan setiap orang sama di hadapan hukum, sehingga orang-orang terdekatmu tidak rakus dan musuh kalian tidak putus asa terhadap keadilanmu."
Mengenai perlakuan negara terhadap kaum lemah dan miskin, Imam Ali as berkata, "Hati-hatilah! Takutlah kepada Allah tentang ihwal kaum miskin yang tidak mempunyai cukup usaha, yang tak punya dan tak berdaya. Di antara mereka terdapat orang yang menanggung sengsaranya secara diam-diam, dan orang-orang yang mengemis. Lindungilah hak-hak mereka, sebagaimana Allah yang telah menuntut engkau untuk melindungi mereka. Untuk mereka sisakan bagian dari anggaran negara (baitul mal), dan bagian dari hasil bumi dan pertanian yang diperoleh sebagai zakat di setiap area, karena di dalamnya -yang jauh maupun yang dekat- mereka mempunyai bagian yang sama."
Kebanyakan para pemimpin dan politisi dunia seringkali tidak pernah mengindahkan prinsip-prinsip moral dalam mengendalikan urusan pemerintahan. Mereka menggunakan segala cara dengan berbohong, menipu maupun cara lainnya untuk mencapai tujuan. Namun sebaliknya Imam Ali as sangat memperhatikan prinsip moral dalam urusan pemerintahannya. Beliau tidak pernah melepaskan prinsip-prinsip moral itu. Imam Ali as tidak pernah berpikir untuk melakukan penyelewengan, bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Beliau bersikap jujur dan menjauhi segala bentuk penipuan terhadap masyarakat awam.
Sikap terpuji lainnya Imam Ali as adalah hidup sederhana dan tawadhu. Mengenai kehidupannya, Ali menuturkan sendiri, "Janganlah kalian bersikap denganku seperti menghadapi raja-raja yang angkuh...jangan mengira aku sulit menerima kebenaran yang kalian ucapkan."
Ketika Imam Ali as dan Sayidah Fathimah as Bercanda
Salman al-Farisi mengisahkan:
"Suatu hari Sayidah Fathimah az-Zahra as mendatangi ayahnya.
Ketika Nabi Saw melihat mata Sayidah Fathimah as, anaknya, beliau menyaksikan ada sisa air mata yang menggantung di pelupuk matanya. Akhirnya beliau menanyakan apa penyebab tangisannya.
Sayidah Fathimah az-Zahra menjawab, ‘Ayah, kemarin ada kejadian antara aku dan suamiku, Ali bin Abi Thalib as. Pada waktu itu kami tengah berbicara dan diselingi dengan candaan. Saya mengucapkan sebuah kalimat dengan niat bercanda, tapi kemudian ucapan itu membuat hati suamiku sedih.
Karena merasa suamiku sedih, saya sangat menyesali apa yang kuucapkan kepadanya. Aku telah meminta maaf kepadanya dan merelakanku.
Suamiku menerima permintaan maafku dan kembali terlihat gembira, lalu tertawa lagi denganku. Saya merasa ia telah merelakanku. Tapi saat ini saya masih khawatir, jangan sampai Allah Swt murka dan tidak merelakanku.'
Begitu mendengar kisah yang disampaikan Sayidah Fathimah as, Nabi Saw berkata, ‘Anakku, kerelaan dan kegembiraan suamimu sama seperti kerelaan dan kegembiraan Allah Swt. Kemarahan dan kesedihan suamimu menjadi sebab kemarahan dan kesedihan Allah Swt.'
Setelah itu beliau berkata, ‘Setiap perempuan yang beribadah kepada Allah Swt dan memuji-Nya seperti Sayidah Maryam, tapi suaminya tidak rela kepadanya, maka ibadah dan perbuatannya tidak akan diterima oleh Allah Swt.
Anakku! Ketahuilah bahwa perbuatan paling baik adalah menaati suami, tentu saja dalam hal-hal yang tidak dilarang Islam dan al-Quran.
Anakku! Setiap perempuan yang menanggung semua kesulitan di rumah dan mengelola segala urusan rumah demi ketenangan dan kesejahteraan anggota keluar4ga, maka ia akan menjadi ahli surga."
Catatan:
1. Ihqaq al-Haq, jilid 19, hal 112-113.
Sumber: Karbala
Sayidah Zainab as; Dari Tangisan Nabi Ketika Kelahiran Hingga Syarat Pernikahannya
Banyak orang yang mengenal kehidupan Sayidah Zainab as terkait dengan peristiwa Karbala saja dan atau pidatonya pasca tragedi Karbala, sehingga Basyir bin Khazim terkait pidato Sayidah Zainab di Kufah mengatakan, "Saya memandang ke arah Zainab, anak Amirul Mukminin sambil menangis. Demi Allah! Tidak ada seorang perempuan yang lebih lihai berpidato darinya. Seakan-akan rentetan kata-kata Ali as mengalir dari lisannya."
Oleh karenanya, sangat tepat bila di hari kelahiran wanita agung ini, dengan bersandar pada sumber-sumber yang ada, kita membaca bagian lain dari kehidupan Sayidah Zainab as.
Penamaanya dari Allah
Dalam buku Rayahin as-Syariah jilid 3 disebutkan bahwa ketika kelahiran Sayidah Zainab as, kakeknya Rasulullah Saw dalam perjalanan. Imam Ali as terkait penamaan bayinya yang baru lahir ini mengatakan, "Saya tidak akan mendahului Nabi Saw. Saya akan tetap bersabar, sehingga beliau kembali dari perjalanannya. Ketika Nabi Muhammad Saw tiba dari pejalanan, beliau menanti wahyu dan Jibril pun turun menemui beliau seraya berkata, "Allah Swt menyampaikan salam. Beri nama bayi perempuan ini dengan nama Zainab. Karena nama ini telah kami tulis di Lauh Mahfuzh."
Pahala Luar Biasa!
Ketika Sayidah Fathmah as menyerahkan bayinya kepada ayahnya, beliau langsung memeluk cucu tercintanya itu. Nabi Saw kemudian meletakkan wajahnya menempel ke wajah Sayidah Zainab as lalu mulai menangis. Sayidah Fathimah as tiba-tiba mengetahui apa yang baru terjadi dan bertanya kepada ayahnya atas apa yang terjadi. Nabi Saw berkata, "Tangisanku dikarenakan sepeninggal aku dan engkau, anak perempuan tercinta ini akan menemui nasib yang menyedihkan." Pada waktu itu juga beliau menambahkan, "Wahai belahan jiwaku! Wahai Fathimah! Barangsiapa yang menangis atas musibah yang menimpah Zainab, maka pahalanya sama dengan orang yang menangisi saudaranya; Hasan dan Husein as."
Makan dari Lisan Nabi Saw
Sayidah Zainab as sama seperti kedua saudaranya; Hasan dan Husein as yang makan dari lisan Rasulullah Saw. Sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadis, Nabi Saw meletakkan lisannya ke dalam mulut Imam Hasan dan Husein as dan mereka makan dengan cara mengunyah lisan Rasulullah Saw. Dengan cara ini, daging dan kulit mereka tumbuh. Hal yang sama dilakukan oleh Rasulullah Saw kepada Sayidah Zainab as. Dalam buku Kharaij ar-Rawandi (hal 94) mukjizat 155 Imam Shadiq as diriwayatkan bahwa beliau berkata, "Nabi Saw senantiasa mendatangi bayi Sayidah Fathimah as dan mereka makan dari air mulut Rasulullah Saw dan setelah itu beliau berkata kepada Sayidah Fathimah, "Jangan beri mereka susu."
Menghafal Pidato Ibunya Semasih Kecil
Satu dari keajaiban Sayidah Zainab as, seperti yang disebutkan dalam buku Muntakhab at-Tawarikh dan Safinah al-Bihar, jilid 1 disebutkan bahwa beliau pada usia 6 tahun telah menghafal khutbah panjang ibunya Sayidah Fathimah az-Zahra as yang disampaikan di Masjid Nabawi tentang Fadak dan kepemimpinan Imam Ali as dan meriwayatkannya bagi orang setelahnya. Sekalipun khutbah ini sangat panjang dan memiliki pilihan kata yang sulit dan berat dari sisi makna, tapi Sayidah Zainab as dengan mudah menghafalnya, sehingga banyak yang menukil khutbah ini darinya.
Membimbing Warga Kufah di Masa Hidup Ayahnya
Dalam buku Thiraz al-Madzhab dari Bahr al-Mashaib disebutkan bahwa setelah Imam Ali as tiba di kota Kufah dan menjadikannya pusat pemerintahannya, perlahan-lahan warga di sana mulai mengetahui keutamaan dan kepandaian Sayidah Zainab as. Dari sini, para perempuan Kufah meminta suaminya untuk menyampaikan pesan kepada Imam Ali as, "Kami mendengar Sayidah Zaihab as mengutip hadis, alim dan Fathimah kedua yang sama seperti ibunya memiliki keutamaan dan lebih mulia dari semua orang. Besok adalah hari raya, dan bila Anda bersedia ikutlah dalam acara ini dan kami ingin mendapatkan bimbingan dari ucapannya."
Imam Ali as menyetujui permintaan warga Kufah dan keesokan harinya Sayidah Zainab as ikut dalam acara yang dilangsungkan oleh para perempuan Kufah dan beliau menjadi satu-satunya yang memberikan ceramah dalam acara itu. Apa yang disampaikan disambut luar biasa oleh mereka yang hadir.
Syarat Perhikahan Sayidah Zainab
Dalam buku Zainab Kubra, hal 134 disebutkan bahwa Imam Ali as ketika menikahkan Sayidah Zainab dengan anak saudaranya Abdullah bin Jakfar, Sayidah Zainab memberi syarat bahwa suaminya tidak akan melarangnya ketika ia akan mengikuti perjalanan saudaranya Imam Husein as. Dalam peristiwa Karbala, Abdullah bin Jakfar sempat meminta Imam Husein as untuk mengurungkan niatnya pergi ke Irak, tapi Imam Husein as tidak menerima permintaan itu, Abdullah akhirnya mengirimkan dua anaknya Aun dan Muhammad untuk menyertai Imam Husein as ke Irak dan berjihad bersama beliau dan Sayidah Zainab as ikut dalam rombongan ini. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Catatan:
1. Mahallati, Dzabihullahi, Rayahin as-Syariah, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah.
2. Sepher, Abbasqoli Khan, at-Thiraz al-Madzhab fi Ahwal Umm al-Mashaib Zainab as, Tehran, Islamiyah.
3. Khorasan, Mullah Hashim, Muntakhab at-Tawarikh, Tehran, Islamiyah.
4. Mohaddes Qommi, Safinah al-Bihar, Mashad, Majma al-Buhuts al-Islamiyah, Astan Qods Razavi.
5. Ilahi, Hassan, Zainab Kubra Aqilah Bani Hashim, Tehran, Moasseseh Farhanggi Afarineh.
6. Azizi, Abbas, 200 Dastan az Fazael, Masaeb va Karamat Hazrat Zainab as, Qom, Selseleh.
7. Abdurrahim, Aqiqi Bakhshayeshi, Chardah Nour Pak, Qom, Navid Eslam.
8. Neishabouri, Abdolhossein, Taqvim Syiah, Qom, Dalile Ma.
Sumber: Qudonline
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Menjauhi yang Haram
Menjauhi yang Haram
1. Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt ‘Dan bagi orang yang takut akan maqam Tuhannya ada dua surga,' (QS. ar-Rahman, 46) berkata, "Barangsiapa yang meyakini bahwa Alah Swt menyaksikannya dan dan mengetahui setiap kebaikan atau keburukan yang diucapkan atau diperbuatnya, lalu pengetahuannya ini mencegahnya dari berbuat buruk, maka ia termasuk orang yang takut akan maqam Allah dan tercegah dari hawa nafsunya.(1)
2. Sulaiman bin Khalid berkata, "Saya bertanya kepada Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt ‘Dan Kami memperhatikan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (QS. al-Furqan: 23)
Imam Shadiq as menjawab, "Demi Allah! Perbuatan mereka lebih putih dari kain halus dari Mesir. Tapi ketika menghadapi perbuatan haram, mereka tidak bisa meninggalkannya.(2)
Penjelasan:
Para ahli tafsir dan pensyarah Ushul Kafi memberikan penjelasan terperinci tentang Ihbat (musnahnya pahala amalan), takfir (tertutupnya dosa akibat taat) dan keyakinan mazhab-mazhab Islam tentang masalah ini baik saat menafsirkan al-Quran pada ayat ini atau mensyarahi Ushul Kafi ketika sampai pada hadis ini dan ringkasannya akan disebutkan berikut ini.
Maksud dari perbuatan yang lebih putih dari kain adalah perbuatan seperti melayani tamu, silaturahmi dan menolong orang lain. Semua ini diperintahkah oleh Islam. Oleh karenanya mereka itu dinilai sangat putih. Sementara yang dimaksud dengan debu yang berterbangan yang terlihat dari pantulan cahaya matahari ketika memasuki rumah seseorang merupakan metafora dari perbuatan baik akan menjadi sia-sia bila seseorang tidak meninggalkan perbuatan haram. Artinya, pahala yang dijanjikan Allah Swt untuk orang yang berbuat baik tidak jadi diberikan kepadanya.
3. Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang meninggalkan dosa karena takut kepada Allah Swt, maka Allah Swt akan membuatnya gembira di Hari Kiamat."(3) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Catatan:
1. Bab Ijtijab al-Maharim, hadis 1.
2. Ibid, hadis 5.
3. Ibid, hadis 6.
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Menghormati Orang Tua
Menghormati Orang Tua
1. Imam Shadiq as berkata, "Menghormati orang tua berarti menghormati Allah Swt."(1)
2. Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang tidak mau tahu dengan hak tiga kelompok manusia ini berarti ia orang munafik yang terkenal dengan kemunafikannya. Ketiga kelompok manusia ini adalah orang yang menjalani umurnya hingga tua dalam Islam, yang membawa al-Quran dan pemimpin yang adil."(2)
3. Imam Shadiq as berkata, "Menghormati orang mukmin yang rambutnya telah memutih adalah menghormati Allah Swt."(3)
4. Imam Shadiq as berkata, "Bukan dari kami orang yang tidak menghormati orang tua dan tidak mengasihi yang lebih muda."(4)
Catatan:
1. Bab Wujub Ijlal Dzi as-Syaibah al-Muslim, hadis 1.
2. Ibid, hadis 4.
3. Ibid, hadis 5.
4. Bab Ijlal al-Kabir, hadis 2.
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Menghormati Orang Mukmin
Menghormati Orang Mukmin
1. Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang pergi mendekati saudara muslimnya dan menghormatinya, maka ia telah menghormati Allah Swt."(1)
2. Rasulullah Saw bersabda, "Bila seorang dari umatku membantu saudara muslimnya, maka Allah Swt akan menjadikan para pelayan surga melayaninya."(2)
3. Rasulullah Saw bersabda, "Setiap muslim yang membantu dan melayani beberapa orang dari umat Islam, maka Allah Swt akan menjadikan pelayan sebanyak orang yang dibantunya untuk melayaninya di surga." (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Catatan:
1. Bab Fi Althaf al-Mu'min wa Ikramihi, hadis 3.
2. Ibid, hadis 4.
3. Bab fi Khidmatihi, hadis 1.
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Silaturahmi
Silaturahmi
1. Imam Ridha as berkata, "Ada seorang yang usianya tinggal tiga tahun lagi dan ia bersilaturahmi. Allah Swt memanjangkan usianya hingga 30 tahun dan Allah Swt melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya."(1)
2. Imam Baqir as berkata, "Silaturahmi akan mensucikan perbuatan manusia, menambah kekayaan, menjauhkan musibah, mempermudah perhitungan amal dan memperpanjang umur."(2)
3. Imam Shadiq as berkata, "Silaturahmi akan memperbaiki akhlak seseorang, tangannya menjadi dermawan, jiwanya menjadi suci, hartanya menjadi banyak dan mengakhirkan ajalnya."(3)
4. Imam Shadiq as berkata, "Jalin hubungan dengan keluargamu, sekalipun hanya dengan memberi air minum. Silaturahmi terbaik adalah tidak mengganggunya."(4)
5. Rasulullah Saw bersabda, "Sesuatu yang pahalanya lebih cepat sampai kepada pelakunya adalah silaturahmi."(5)
6. Imam Ali as berkata, "Tetap menjalin hubungan dengan keluargamu, sekalipun hanya dengan mengucapkan salam."(6)
Catatan:
1. Bab Fi Khidmatih, hadis 1.
2. Bab Silaturahmi, hadis 3.
3. Ibid, hadis 4.
4. Ibid, hadis 9.
5. Ibid, hadis 15.
6. Ibid, hadis 22.
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Iran Akan Luncurkan Kapal Selam Baru Agustus Mendatang
Wakil Menteri Pertahanan Iran Mohammad Eslami mengkonfirmasikan rencana peluncuran kapal selam produksi domestik dalam beberapa bulan mendatang.
Dikatakannya bahwa tahap akhir desain dan konstruksi kapal selam tersebut saat ini sedang bergulir dan menurut rencana akan diresmikan pada bulan Agustus 2013.
Kapal selam baru itu sepenuhnya didesain dan diproduksi oleh para ahli Iran sesuai dengan tuntutan negara, katanya.
Angkatan Laut Iran sebelumnya meluncurkan kapal selam domestik kelas Tareq 901 dan Ghadir sebagai bagian dari upaya meningkatkan kemampuan pertahanan Republik Islam.
Kapal selam Ghadir pertama kali diperkenalkan pada tahun 2007. Kapal selam berbobot 120 ton itu beroperasi di perairan dangkal dan dapat melakukan misi di sepanjang pesisir serta dilengkapi dengan torpedo.
Eslami juga menyatakan bahwa pesawat tempur dan drone modern domestik baru akan diresmikan dalam waktu dekat.
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran meraih prestasi besar di sektor pertahanan dan bahkan mencapai swasembada dalam produksi perlengkapan dan sistem militer penting.
Meski demikian, Iran berulang kali menyatakan khususnya kepada negara jirannya, bahwa kekuatan militernya bukan ancaman bagi negara lain mengingat doktrin pertahanan Republik Islam didasarkan pada prinsip pencegahan.
Demonstrasi Anti Ikhwanul Muslimin Mesir Terus Meningkat
Front Enam April menggelar demonstrasi pada peringatan hari pembentukan gerakan ini dan menekankan bahwa kondisi Mesir saat ini tidak jauh berbeda dengan kondisi pada era rezim Hosni Mubarak, dan oleh karena itu demonstrasi anti-Ikhwanul Muslimin meningkat.
Alalam (7/4) melaporkan, Front Enam April dibentuk pada tahun 2008 di kota Mahalah Kubra—pusat demonstrasi para buruh—dengan tujuan menggulingkan rezim diktator Hosni Mubarak, dan gerakan ini sekarang sedang berusaha mewujudkan tujuan-tujuan revolusi.
Muhammad Fouad, pejabat penerangan Front Enam April dalam wawancaranya dengan Alalam mengatakan, "Kami berharap pasca tumbangnya rezim Mubarak, akan terjadi perubahan besar di Mesir, akan tetapi hingga sekarang kami belum menyaksikan perubahan tersebut."
Dikatakannya, "Warga berdmeo memprotes kemiskinan, kefasadan dan kelaparan, karena mereka terhalang dari kehidupan mulia, bebas dan adil, serta dalam slogannya mereka menuntut pembubaran pemerintah dan penggulingan pemerintahan Ikhwanul Muslimin."
Partai berkuasa Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin sebelumnya merilis statemen yang menyebutkan bahwa mempertanyakan pemerintahan adalah termasuk garis merah.
Di lain pihak, Muhammad Hasan, seorang anggota Front Enam April mereaksi statemen itu dan mengatakan, "Statemen tersebut menunjukkan bahwa partai berkuasa tidak memahami dengna baik fakta di Mesir."