Persatuan Dalam al-Quran dan Sunnah

Rate this item
(0 votes)
Persatuan Dalam al-Quran dan Sunnah

Umat Islam di seluruh penjuru dunia bersuka cita menyambut maulid Nabi Muhammad Saw pada bulan Rabiul Awal. Muslim Sunni merayakan hari kelahiran Rasulullah pada tanggal 12 Rabiul Awal, sementara Muslim Syiah pada 17 Rabiul Awal. Pendiri Republik Islam Iran Imam Khomeini ra kemudian memanfaatkan rentang waktu itu untuk mendekatkan mazhab-mazbah Islam dan mengumumkan Pekan Persatuan di tengah kaum Muslim.

Pekan Persatuan merupakan sebuah momen istimewa untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang pentingnya solidaritas dan persatuan Dunia Islam, khususnya di masa modern yang sarat dengan konflik dan pertikaian. Kaum Muslim dari berbagai mazhab memiliki perbedaan pandangan dalam beberapa perkara hukum. Namun mereka menyimpan banyak persamaan seperti, keyakinan kepada Allah Swt Yang Esa, al-Quran, Rasulullah Saw, dan kiblat yang sama. Mereka semua juga sepakat soal pelaksanaan ibadah-ibadah wajib seperti, shalat, puasa, haji, zakat, dan lain-lain.

Setelah mempelajari al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw, kita akan memahami bahwa dua referensi utama Islam ini menekankan pada pokok persatuan kaum Muslim dan Allah Swt telah memberi banyak pedoman untuk merealisasikan perkara besar ini. Al-Quran di berbagai ayatnya menjelaskan masalah persatuan dan perilaku efektif untuk memperkuat persatuan umat dan menyebut persatuan sebagai nikmat.

Dalam surat Ali Imran ayat 103 Allah Swt berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

Ayat tersebut berbicara tentang perihal berpegangan pada tali Allah Swt. Dalam kitab-kitab tafsir, realitas yang paling jelas dari simpul yang kokoh ini adalah al-Quran. Seorang ulama tafsir kontemporer, Allamah Sayid Muhammad Husein Thabathabai menulis, “Tali Allah tak lain adalah al-Quran yang turun dari sisi-Nya… Berpegang pada Allah adalah bersandar kepada ayat-ayat Tuhan dan Rasul-Nya yaitu kitab dan sunnah, di mana hidayah sudah dijamin di dalamnya.”

Posisi kaum Muslim dalam berpegang pada al-Quran dan persatuan antar sesama, dianalogikan sebagai sebuah situasi di mana mereka selalu diliputi rasa takut ketika akan menyeberangi jalur yang sangat berbahaya dan jurang yang menakutkan, tetapi dengan meraih seutas tali yang kokoh, mereka bisa melintasinya dengan tenang dan mencapai tempat tujuan. Untuk itu, al-Quran menyebut perpecahan sebagai jurang neraka.

Dalam surat Ali Imran ayat 103, Allah Swt mengajak manusia untuk mengingat kembali era pahit perpecahan dan berusaha untuk selalu menjaga persatuan, sebab persatuan di setiap masyarakat akan membawa perdamaian, ketentraman, dan keamanan serta menjauhi mereka dari perang dan konflik. Untuk itu, seluruh umat Islam mengemban tanggung jawab penting untuk mensyukuri nikmat Allah Swt berupa persatuan dan perlu diingat bahwa perpecahan dan permusuhan dapat menghapus nikmat besar itu dari umat.

Allah Swt dalam surat Ali Imran ayat 105 juga memberi peringatan lain kepada kaum Muslim dan berfirman, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” Al-Quran juga menganggap seluruh kaum Muslim bersaudara, seperti tertuang dalam surat al-Hujurat ayat 10, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

Ayat itu menggambarkan kaum Muslim sebagai saudara seiman dan menilai perbaikan hubungan di antara mereka yang bertikai sebagai satu cara untuk meraih rahmat Allah Swt. Dalam perspektif yang lebih luas, al-Quran pada akhirnya berusaha untuk mengumpulkan seluruh umat manusia dalam sebuah masyarakat global yang tunggal. Kitab suci ini mengajak semua Ahli Kitab dan pengikut ajaran langit untuk membangun persatuan dan solidaritas serta menyeru mereka untuk bersatu bersama kaum Muslim atas dasar persamaan akidah. Dalam surat Ali Imran ayat 64, Allah Swt berfirman, “Katakanlah! Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka; ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri.”

Ayat tersebut memperkenalkan tauhid sebagai dasar persatuan dan kesatuan berbagai agama dan mengajak para pengikutnya untuk bersatu di bawah panji tauhid serta membentuk sebuah masyarakat yang damai dan jauh dari penindasan. Jelas bahwa kaum Muslim sebagai inti pertama dari konvergensi ini bisa memainkan peran penting untuk tujuan tersebut.

Persatuan juga akan menjaga keutuhan dan memperkokoh masyarakat. Hati manusia akan saling terpaut dan barisan mereka menjadi kokoh ketika mereka meninggalkan pertikaian dan konflik. Dengan demikian, sudah tidak ada lagi celah sehingga musuh dapat melakukan infiltrasi dan merusak keutuhan masyarakat. Kondisi seperti ini tentu saja akan terwujud dengan mengikuti pemimpin yang tunggal. Allah Swt dalam surat al-Anfal ayat 46 berfirman, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu…”

Allah Swt memperkenalkan Rasul-Nya sebagai poros persatuan praktis bagi kaum Muslim. Poros ini mencakup seluruh sabda dan perilaku beliau. Nabi Muhammad Saw – sebagai penyeru pertama persatuan – menanggung penderitaan yang sangat berat demi merealisasikan persatuan dan selalu mengingatkan umat Islam tentang bahaya yang mengancam mereka. Sejarah Islam merekam perjuangan Rasulullah Saw dalam menghentikan pertumpahan darah dan memperkokoh barisan kaum Muslim. Beliau kemudian memanfaatkan nilai-nilai positif persatuan untuk kepentingan Islam dan memperkuat landasan politik dan sosial umat.

Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw memprakarsai beberapa perjanjian di antara kabilah-kabilah Arab. Perjanjian tersebut dapat dianggap sebagai salah satu solusi terbaik untuk persatuan di tengah umat pada masa itu. Perjanjian pertama dijalin antara Rasul Saw dengan kabilah-kabilah yang tinggal di Madinah. Strategi ini merupakan opsi terbaik untuk menumbuhkan persatuan nasional dan solidaritas keagamaan. Di antara inisiatif terpenting Rasul Saw di bidang persatuan adalah menciptakan ikatan sosial antara kaum Muslim dan jalinan persaudaraan di antara mereka.

Ikatan itu dibangun dengan menafikan sentimen kesukuan dan kabilah serta berpijak pada poros keimanan dan kerjasama sosial. Rasulullah Saw kemudian mengkekalkan persaudaraan antara kaum Muhajirin dari Makkah dan Anshar dari Madinah. Dengan lahirnya pakta persaudaraan di antara kaum Muslim, Rasulullah Saw berhasil menghapus permusuhan di era Jahiliyah dan menggantikannya dengan rahmat dan kasih sayang.

Pakta persaudaraan tidak muncul dengan dinar dan nilai-nilai materi, tapi perjanjian itu memiliki warna Ilahi sebagaimana disinggung al-Quran dalam surat al-Anfal ayat 63, “Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Strategi Rasul Saw mempersatuan barisan kaum Muslim untuk melenyapkan setiap benih permusuhan di masa lalu yang berpotensi tumbuh kembali. Oleh karena itu, pakta persaudaraan telah melahirkan kasih sayang dan kedekatan di antara kaum Muslim. Beliau Saw menghapus parameter masa Jahiliyah yang memicu konflik dan menggantikannya dengan nilai-nilai Ilahi melalui ajaran-ajaran al-Quran. Dengan demikian, strategi lain Rasul Saw dalam merajut persatuan adalah memerangi fanatisme buta Jahiliyah dan menghapus tendensi rasial dan diskriminasi.

Rasul Saw mencela keras fanatisme kesukuan dan bahasa dan beliau bersabda, “Barang siapa yang menyimpan setitik fanatisme di hatinya, Allah akan membangkitkannya bersama orang-orang Arab masa Jahiliyah di hari kiamat.”

Umat Islam sekarang sedang memperingati maulid Nabi Muhammad Saw dan Pekan Persatuan Islam. Dengan memperhatikan perbedaan riwayat antara Sunni (12 Rabiul Awal) dan Syiah (17 Rabiul Awal) seputar hari kelahiran Nabi Saw, maka Republik Islam Iran menetapkan rentang waktu antara tanggal 12-17 Rabiul Awal sebagai Pekan Persatuan Islam.
 

Perbedaan di antara mazhab-mazhab Islam selalu menjadi salah satu strategi musuh untuk menyerang Islam. Musuh – dengan cara mempertajam perselisihan di tengah umat – berusaha menciptakan perang saudara dan mengejar tujuan-tujuan busuknya. Politik "pecah dahulu, kemudian kuasai" merupakan bagian dari kebijakan Inggris di era imperialis untuk mencapai ambisi-ambisi ilegalnya. Oleh karena itu, persatuan selalu menjadi salah satu perhatian para ulama Islam baik Sunni maupun Syiah di sepanjang sejarah.

Perlu diketahui bahwa jika ada segelintir orang yang selalu berambisi menyulut perpecahan antar mazhab-mazhab Islam, maka di sana juga terdapat sejumlah besar tokoh yang ingin memperkuat perkuat persatuan di tengah umat. Unsur persatuan Islam menjadi sangat penting pasca kemenangan Revolusi Islam Iran. Pencetus Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini ra dan penerusnya, Ayatullah Sayid Ali Khamenei atau Rahbar, senantiasa menekankan persatuan Dunia Islam sebagai sebuah strategi dan perkara ini menjelma dalam Revolusi Islam.

Kata persatuan menjadi salah satu kata favorit dan paling sering dipakai oleh Imam Khomeini ra dan Ayatullah Khamenei baik di dalam negeri maupun di Dunia Islam. Persatuan Islam memiliki dua komponen utama yaitu; bersifat tetap dan transhistoris, dan unsur yang dimanis sesuai dengan tuntutan kondisi kaum Muslim dan Dunia Islam. Unsur-unsur tetap mencakup al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw yang disepakati oleh seluruh kaum Muslim dan keduanya berlaku di sepanjang sejarah Islam.

Dalam sejarah, perjuangan membela Islam kadang bisa menjadi modal untuk memperkuat solidaritas dan persatuan kaum Muslim. Selama Perang Salib, ada sebuah faktor persatuan yaitu perjuangan membela kedaulatan wilayah Islam dari rongrongan musuh. Penolakan imperialisme dan perlawanan terhadap kaum imperialis juga menjadi unsur lain pemersatu umat Islam.

Di era modern selain komponen-komponen yang tetap tadi, kita juga harus menemukan unsur-unsur lain yang dimanis sebagai perekat persatuan Dunia Islam dan kaum Muslim. Dalam kondisi sekarang, persatuan diskursif merupakan faktor yang mendorong persatuan dalam artian diskursus tunggal Islam politik dan revolusioner. Unsur tersebut dewasa ini menjelma berupa persatuan duskursif dalam bentuk Kebangkitan Islam dan menjadi sebuah unsur penting kekuatan Dunia Islam.

Dalam kondisi sekarang, Kebangkitan Islam dan atau diskursus Kebangkitan Islam dan Islam politik-revolusioner dapat menjadi sebuah faktor persatuan Dunia Islam di hadapan interpretasi kelompok-kelompok lain tentang agama ini. Oleh sebab itu, golongan tertentu dengan politik dan pendekatan konfrontatif berusaha untuk menghapus unsur persatuan model ini. Padahal, gagasan itu bersifat komprehensif dan bisa mengantarkan semua pengikut mazhab-mazhab Islam kepada persatuan.

Demi melawan diskursus Kebangkitan Islam, musuh-musuh Islam telah mendukung dan memperkuat gerakan-gerakan takfiri dan terorisme di negara-negara Islam di wilayah Timur Tengah, Afrika Utara dan Afrika Barat. Momok menakutkan itu muncul dengan nama Al Qaeda, ISIS, Boko Haram, Front al-Nusra, dan lain-lain. Mereka menganggap kaum Muslim dari Sunni dan Syiah sebagai orang-orang murtad dan menghalalkan darahnya.

Mengenai kejahatan kelompok teroris dan takfiri, Ayatullah Khamenei mengatakan, “Tragisnya, tentara takfiri sekarang memiliki kehadiran aktif di beberapa negara regional, bahaya besar mereka bukan karena membunuh orang-orang tak berdosa, jelas ini juga sebuah kejahatan dan kasus besar, tapi bahaya besar adalah menyeret dua mazhab Syiah dan Sunni untuk berburuk sangka terhadap sesama, ini adalah sebuah bahaya yang sangat besar.”

Rahbar menilai pentingnya untuk mencegah penyebaran kebencian di tengah kaum Muslim oleh kelompok teroris dan takfiri. Beliau menuturkan, “Kita harus hentikan prasangka ini. Tidak ada dari pengikut Syiah yang beranggapan bahwa kelompok yang bersikap seperti itu dengan Syiah adalah orang-orang Sunni dan mereka harus dilawan. Demikian juga dengan Ahlu Sunnah. Untuk itu, semua harus waspada baik Syiah maupun Sunni.”

Sayangnya, beberapa negara di Dunia Islam – yang mengaku mengikuti ajaran al-Quran dan Rasulullah Saw – memainkan peran aktif untuk mendukung dan memperkuat gerakan-gerakan teroris dan takfiri. Padalah, al-Quran memerintahkan semua individu umat Islam untuk bersatu dan bergandengan tangan. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…“ Berkenaan dengan ayat 103 surat Ali Imran ini, Ayatullah Khamenei menjelaskan, “Perintah ini untuk siapa? Perintah ini untuk kita, untuk bangsa Iran, untuk bangsa-bangsa Muslim di negara-negara Islam, dan untuk seluruh manusia yang meyakini Islam di seluruh penjuru dunia. Lalu, apakah kita akan melaksanakan perintah ini?”

Jelas bahwa fitnah di Dunia Islam dihembuskan dari luar geografi wilayah Islam di Eropa dan Amerika Serikat dengan menunggangi beberapa negara Muslim di Timur Tengah dan Afrika. Musuh berusaha menciptakan perang saudara di kawasan dengan menyebarluaskan ekstremisme. Mereka juga mengkampanyekan ideologi takfiri, di mana sebagian Muslim mengkafirkan saudaranya atas dasar interpretasi-interpretasi distorsif tentang ajaran Islam yang menyerukan perdamaian. Musuh ingin menjalankan program-program jangka panjangnya di kawasan tanpa harus kehilangan satu orang pun dari bala tentara Barat.

Para ulama, intelektual, dan cendekiawan dari seluruh mazhab Islam memikul tanggung jawab besar untuk menggagalkan konspirasi berbahaya musuh, yang ingin menciptakan perpecahan di tengah kaum Muslim dengan membesar-besarkan perbedaan parsial mazhab. Padahal, sisi kesamaan antara mazhab-mazhab Islam sangat banyak dan jauh lebih besar dari perbedaan mereka.

Keberadaan sosok suci Rasulullah Saw merupakan poin terpenting untuk mewujudkan persatuan. Seluruh kaum Muslim memiliki pandangan yang sama tentang kepribadian dan kedudukan tinggi Nabi Muhammad Saw serta ajaran-ajarannya. Penetapan Pekan Persatuan Islam dalam menyikapi dua riwayat yang berbeda tentang maulid Nabi Saw, juga dilakukan dengan memperhatikan persamaan-persamaan tersebut. Setelah menyaksikan kedudukan tinggi Rasulullah Saw di tengah umatnya, musuh-musuh Islam mulai melancarkan pelecehan dan berusaha untuk menjatuhkan kedudukan manusia agung ini serta menguji sensitivitas umat Islam.

Musuh mulai gencar memprovokasi isu perbedaan di antara mazhab-mazhab Islam dan melecehkan Rasulullah Saw. Mereka menjadikan unsur utama persatuan umat Islam sebagai poros kebijakan destruktifnya di tengah kaum Muslim. Oleh karena itu, para ulama dan cendekiawan Dunia Islam perlu meningkatkan upaya untuk memperkenalkan ajaran-ajaran Rasulullah Saw kepada kaum Muslim dan non-Muslim.

Agama Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan ideologi takfiri dan ekstrimisme. Sebaliknya, Islam adalah agama untuk membangun umat manusia, yang dibangun atas landasan rasionalitas dan logika. Belajar untuk mencapai keyakinan tentang prinsip-prinsip agama – yakni, tauhid, kenabian, imamah, keadilan, dan hari kiamat – merupakan bagian dari perkara wajib dan tidak bisa bertaklid. Lalu, bagaimana agama yang seperti ini dianggap sebagai penyebar ekstrimisme dan takfiri.

Masalah persatuan umat merupakan sebuah keharusan dan bagian dari kewajiban. Musuh dengan seluruh kapasitasnya sedang menjalankan politik adu domba dengan cara mendukung gerakan-gerakan takfiri dan terorisme demi memajukan tujuan-tujuannya. Satu-satunya jalan untuk melawan konspirasi itu adalah memberi pencerahan, menekankan unsur-unsur kesamaan mazhab, dan mengucilkan gerakan takfiri dan terorisme. Mereka adalah gerakan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam dan seluruh kejahatan mereka diseting dan didukung oleh Barat dan beberapa negara di kawasan.

Read 4576 times