Syeikh Shaduq

Rate this item
(0 votes)
Syeikh Shaduq

 

Imam Ali as menganggap bergaul dengan orang-orang alim akan mendatangkan keberkahan. Ia berkata, "Bergaullah dengan ulama sehingga ilmu kamu bertambah, akhlak kamu mulia, dan jiwamu bersih."

Mengkaji sejarah kehidupan dan kiprah para ulama serta meneladani mereka, merupakan salah satu bentuk bergaul dengan ulama. Dengan mengenal mereka, kita juga akan memperoleh berkah dan ilmu.

Sekarang kami mengajak Anda mengenal salah satu ulama dan muhaddis terkemuka Syiah setelah Syeikh al-Kulaini yaitu Syeikh Shaduq.

Syeikh Shaduq.
Muhammad bin Ali bin Husein bin Musa bin Babawaih Qommi, yang terkenal dengan Syeikh Shaduq, adalah salah satu ulama besar Syiah pada abad ke-4 Hijriah. Ia ibarat bintang di ilmu hadis dan fiqih yang terbit di kota Qom.

Tahun kelahiran Syeikh Shaduq tidak diketahui secara pasti. Namun, ia tercatat lahir bersamaan dengan dimulainya tugas Husein bin Ruh al-Nubakhti sebagai wakil ketiga dari empat wakil Imam Mahdi as. Ia dilahirkan di tengah keluarga Babawaih Qommi, yang telah melahirkan banyak ilmuwan dan ulama besar selama lebih dari 300 tahun di Iran.

Syeikh Shaduq tercatat sebagai tokoh yang paling populer di keluarga Babawaih. Ayahnya merupakan seorang ulama besar Qom dan penulis produktif yang telah melahirkan lebih dari 200 karya pada masa keghaiban pertama Imam Mahdi as.

Ali bin Husein (ayah Syeikh Shaduq) belum memiliki anak di usia 50 tahun. Ia kemudian menulis sepucuk surat kepada Husein bin Ruh al-Nubakhti (wakil ketiga) supaya meminta Imam Mahdi as mendoakannya agar diberi keturunan oleh Allah Swt. Tiga hari kemudian, Imam Mahdi as memberikan kabar gembira kepada Ali bin Husein bahwa ia akan memiliki dua orang putra yang membawa kebaikan dan berkah.

Salah satu dari anak itu adalah Syeikh Shaduq yang memiliki kecerdasan dan sangat antusias dalam menuntut ilmu, sehingga ia menjadi salah satu guru besar di masanya. Salah satu karyanya, Man La Yahdhuruhu al-Faqih merupakan salah satu dari Kutub Arba'ah di kalangan Syiah Imamiyah.

Syeikh Shaduq belajar ilmu dasar agama dari ayahnya di kota Qom dan kemudian menimba ilmu dari para ulama dan muhaddis besar di kota tersebut. Ia sangat tekun dalam belajar dan terus berusaha meningkatkan ilmu dan makrifatnya. Dalam waktu singkat, ia menjadi figur terkenal di lingkungan akademis Qom karena kecerdasan dan daya ingat yang luar biasa dalam menuntut ilmu.

Makam Syeikh Shaduq di kota Rey, Iran.
Syeikh Shaduq kemudian memulai perjalanan ilmiah untuk memperdalam ilmunya ke madrasah para ulama dan muhadis besar di masa itu. Ia meninggalkan kota kelahirannya demi mengumpulkan hadis dari Rasulullah Saw dan para imam maksum as.

Syeikh Shaduq mendatangi setiap ulama besar hadis dan terpercaya di masa itu dan dapat dikatakan bahwa ia telah berkelana ke timur dan barat untuk mendatangi setiap ulama hadis untuk belajar dan mengumpulkan hadis dari mereka. Dia telah melakukan studi tur ke kota Bukhara, Naisabur, Tus, Isfahan, Sarakhs, Marv, Balkh, Samarkand, Farghaneh, Kufah, Baghdad, Makkah, dan Madinah.

Perjalanan ilmiah dan pertemuannya dengan para ulama besar telah menjadi salah satu faktor di balik kesuksesan Syeikh Shaduq. Gurunya berjumlah sangat banyak, di beberapa kitab disebutkan bahwa Syeikh Shaduq telah belajar dari 252 ulama.

Di sepanjang perjalanannya, Syeikh Shaduq juga membuka kelas-kelas kuliah dan menularkan ilmunya kepada orang lain. Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat seputar agama dan memberikan pencerahan kepada mereka.

Salah satu peristiwa penting dalam kehidupan Syeik Shaduq adalah berkuasanya Dinasti Buwaihi/Buwaih (Buyid Dynasty) dari keturunan Iran dan bermazhab Syiah selama periode 322 – 448 H di sebagian besar wilayah Iran, Irak, Jazirah Arab, dan perbatasan utara Syam.

Pemerintahan Dinasti Buwaihi memainkan peran besar dalam menyebarkan mazhab fiqih dan politik di masa keghaiban Imam Mahdi as. Sebagai pemerintahan pertama Syiah di masa ghaibah, Dinasti Buwaihi sangat menghormati ulama dan melaksanakan pandangan dan fatwa-fatwa mereka.

Syeikh Shaduq atas undangan perdana menteri Dinasti Buwaihi, melakukan hijrah ke kota Rey dan membuka kuliah fiqih dan hadis di kota itu sampai akhir hayatnya.

Nisan makam Syeikh Shaduq.
Penguasa Dinasti Buwaihi, Rukn al-Dawlah selalu membawa Syeikh Shaduq ke setiap acara untuk meminta pendapatnya dalam berbagai masalah. Ilmu pengetahuan dan budaya berkembang pesar di era kekuasaan Dinasti Buwaihi. Perpustakaan dan sekolah-sekolah didirikan di kota Rey dan kota ini mencapai puncak kejayaannya di bidang politik, sosial, budaya, dan intelektual di masa kekuasaan mereka. Puncak kejayaan ini ditandai dengan kehadiran para ulama besar seperti Ibnu Sina, Zakariya Razi, dan Syeikh Shaduq.

Muhammad bin Ali bin Husain dikenal dengan Shaduq karena kejujuran dan amanahnya dalam menukil hadis. Kumpulan karya-karyanya mencapai 300 kitab di berbagai bidang. Jumlah ini menandakan upaya luar biasa dan ketekunannya di bidang ilmiah. Ia menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan termasuk ushul fiqh, fiqih, tafsir, ilmu rijal al-hadis, dan ilmu hadis.

Salah satu kontribusi penting Syeikh Shaduq di bidang hadis adalah menyusun dan mengurutkan hadis berdasarkan tema-temanya. Metode seperti ini belum pernah dilakukan sebelum Syeikh Shaduq dan bahkan mustahil bisa dilakukan oleh satu orang di masa sekarang, tapi ia barhasil melakukan itu berkat kecerdasan dan kecintaannya kepada makrifat Ahlul Bait as.

Syeikh Shaduq meninggalkan mutiara berharga untuk kaum Muslim di era panjang keghaiban Imam Mahdi as. Di antara karya besarnya antara lain: Man La Yahdhuruhu al-Faqih, kitab 'Ilāl al-Syarayi' (tentang filosofi hukum syariat), Kamal al-Din wa Tamam al-Ni'mah, kitab al-Tauhid, Al-Khishal, Al-Amali, 'Uyun Akhbar al-Ridha, kitab Itsbat al-Washiyyah li Imam Ali as, dan buku-buku lain.

Di edisi berikutnya, kita akan mengenal lebih jauh tentang kitab Man La Yahdhuruhu al-Faqih.

Read 1441 times