Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Sejarah Hidup Zaenab Hafsah
Zaenab Hafsah adalah putri dari Umar Bin Khatab bin Nafil bin Abdul Aziz dan ibunya adalah Zainab binti Mazh'un, adik dari Utsman bin Mazh'un.
Beliau lahir lima tahun sebelum masa Kenabian Nabi Muhammad (SAW), yaitu dihari-hari ketika orang-orang Quraish sedang memperbaiki Ka’bah. Pada waktu itu suku Qurasih sedang mengalami kemelut konflik antar suku terkait siapa yang berhak meletakkan kembali Hajar al Aswad pada tempatnya semula di sudut ka’bah.
Pernikahan dengan Khunais
Ketika Hafsah dewasa, beliau menikah dengan seorang muslim yang baik dan saleh dengan nama Khunais bin Huzhafah. Beberapa waktu setelah pernikahannya, tekanan dan siksaan kaum musyrikin terhadap terhadap Nabi Islam (SAW) dan para sahabatnya semakin meningkat, oleh karena itu keadaain ini memaksa orang-orang yang mampu untuk untuk berhijrah ke Habaysah (Maroko).
Khunais adalah salah satu dari mereka yang telah berhijrah ke Habasyah dan kemudian kembali ke Mekah dengan istri dan teman-temannya yang telah mendapatkan izin dari nabi untuk berhijrah lagi ke Yatsrib (Madinah Munawarah). Mereka tinggal di Madinah sampai hijrah Nabi ke kota ini yang membuat kebahagiaan mereka menjadi lengkap karena kehadiran Nabi (SAW).
Syahidnya Khunais dan Hari Perpisahan:
Pada waktu perang Badar yang mana kemenangan telah didapatkan oleh kaum muslimin dengan bantuan Allah, Khunais adalah salah satu prajurit pemberani dalam perag heroik ini, meskipun ia terluka parah ia terus berjuang sampai akhir hayatnya. Ia kembali ke Madinah dengan banyak luka yang menyebabkan ia meninggal beberapa hari setelahnya. Nabi (SAW) mensholatkan jenazahnya dan kemudian memerintahkan para sahabat untuk menguburkanya di Baqi’ dekat dengan Utsman bin Mazh'un.
Pernikahannya dengan Nabi (SAW)
Setelah selesai masa iddah (masa tunggu wanita sebelum dapat melakukan pernikahan kembali), maka Umar bin Khattab selaku ayahnya memutuskan untuk mencari suami untuknya. Pertama kali yang ia temuinya adalah Abu Bakar dan memintanya untuk menikahi putrinya, tetapi dia tidak memberikan jawaban. Dia kemudian meminta Utsman untuk menikahi putrinya, tapi ia menjawab bahwa ia belum memutuskan untuk menikah lagi.
Karena hal ini maka Umar bin Khattab menjadi sangat marah dan menceritakan kejadian ini kepada Nabi (SAW). Nabi (SAW) kemudian mengatakan : "Seseorang yang lebih baik dari Utsman akan menikahi Hafsah dan seseorang yang lebih baik dari Hafsah akan menikah dengan Utsman."
Kemudian Nabi (SAW) memintanya dan menikahinya pada bulan Sya’ban tahun ketiga Hijriyah.
Beberapa saat setelah itu, Ruqaya putri Nabi (SAW) dan istri Utsman bin affan meninggal, kemudian Utsman menikah lagi dengan putri kedua Nabi (SAW), Ummi Kulsum.
Iri dan Dengki Antara Para Istri
Perlu dicatat bahwa kadang iri dan dengki terjadi diantara para istri-istri Nabi (SAW), tapi beliau berhasil menanganinya dengan dengan cinta dan kebijaksanaan.
Nabi (SAW) memiliki seorang budak bernama Maria Qibtiyyah sebagai hadiah yang diberikan kepada beliau dari Raja Mesir dan kadang ia menjadi sasaran iri dan dengki istri-istri Nabi (SAW) yang lain. Sebuah riwayat dari Anas mengatakan bahwa Aisyah dan Hafsa mencoba segala macam cara untuk menjauhkannya dari Nabi (SAW), sehingga ayat dari Quran diturunkan kepadanya:
ياأيها النبي لم تحرم ما أحل الله لك تبتغي مرضات أزواجك والله غفور رحيم (التحريم: 1)
“Wahai Nabi, mengapa engkau mengharamkan dirimu dari apa yang Allah telah perbolehkan untukmu hanya karena ingin memberikan kepuasan kepada istrimu?, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. At-Tahrim:1)
Sebuah riwayat mengutip bahwa Nabi (SAW) bercerai dengan Hafsah sekali tapi kemudian beliau kembali padanya dan sekali lagi menikahnya. Setelah kejadian ini maka Hafsah bertobat dan mengubah perilakunya.
Perlu diketahui juga bahwa Hafsah menghabiskan hari-harinya dengan puasa dan malam hari dia beribadah dan mencoba yang terbaik untuk memperoleh pengetahuan dari Nabi (SAW).
Keilmuan dan Pengetahuan Fiqih Zaenab Hafsah
Beliau telah hafal Al-qur’an dan meriwayatkan banyak hadist dari Nabi (SAW). Sebanyak enam puluh hadist telah dikutip dari dia, yang mana keenamnya secara umum masuk di Sahih Muslim dan Sahih Bukhari, dan tiga darinya masuk di Sahih Muslim saja.
Keilmuan, Fiqih dan kesalehannya sangatlah terkenal terutama selama pemerintahan empat khalifah, apalagi ayahnya Umar bin Khatab juga mengikuti banyak pendapatnya untuk memutuskan suatu hukum tertentu.
Beliau juga menjadi rujukan untuk riwayat Nabi (SAW) dan banyak dari teman-temannya termasuk kakaknya Abdullah bin Umar sudah biasa belajar dengannya.
Selama pemerintahan Abu Bakar dan ketika Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis, Zaenab Hafsah dipilih untuk menjaganya.
Beliau tidak tertarik dengan gemerlapnya dunia, meskipun ia hidup dalam pemerintahan yang dipimpin oleh ayahnya sendiri, gaya hidupnya tidaklah berubah. Pada waktu peristiwa terbunuhnya Khalifah Utsman, dan Aisyah meminta Hafsah untuk menemaninya untuk ikut dalam pertempuran Jamal, ia bersedia untuk ikut, tapi kakaknya Abdullah melarang dia untuk meninggalkan rumahnya, karena Al-Qur’an dengan jelas telah meminta istri-istri Nabi untuk tidak meninggalkan rumah mereka sepeninggalnya. Kemudian, ia selalu berterima kasih kepadanya atas nasehat yang bijaksana ini.
Hari dan tahun telah berlalu, dan pada tahun 45 Hijriyah karena usia tuanya dan kelemahannya maka Hafsah pun meninggal pada usia enam puluh.
Khalifah pada saat itu, Marwan bin Hakam membacakan doa-doa yang terakhir pada jenazahnya dan dia dimakamkan di Baqi’ oleh saudara laki-lakinya, Abdullah dan Asim.