Spirit seluruh ajaran Islam menyeru kepada perkumpulan dan hidup bersosial, sementara mengasingkan diri dan menjauhkan dari masyarakat tidak ada tempat dalam Islam. Tapi, agama ini juga memperkenalkan i'tikaf sebagai sebuah kesempatan untuk kembali mengenali diri dan Allah Swt sehingga manusia bisa kembali merekatkan hubungan batinnya dengan Sang Pencipta.
I'tikaf adalah sebuah kesempatan untuk memeriksa kembali dan mengevaluasi kondisi jiwa dan batin manusia, dengan fokus pada kapasitas, perilaku, hati, dan pikirannya. Mereka harus merenungkan kembali bagaimana kualitas hubungannya dengan Tuhan. I'tikaf mencakup shalat, puasa, membaca al-Quran, bertaubat, dan beristighfar. Semua jenis ibadah ini memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Namun setiap jenis ibadah juga memiliki tujuan masing-masing, seperti shalat yang akan mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar, dan puasa akan memperbesar tingkat kesabaran dan mengontrol emosi. I'tikaf sendiri juga memiliki tujuan yang spesifik yaitu melatih pemutusan kontak dari segala hal selain Allah dan memfokuskan diri kepada-Nya.
Pelaku i'tikaf – selama berdiam diri di masjid – memutuskan hubungannya dengan semua perkara duniawi dan seluruh waktunya digunakan untuk ibadah. Ia tidak akan berkelana ke rumah orang lain saat sedang berada di rumah Allah, dan tidak akan menggerakkan lisannya kecuali untuk membaca firman Tuhan dan berdoa.
Pelaku i'tikaf akan menempatkan kehendaknya di jalan kehendak Allah Swt dan di sepanjang hari, ia meninggalkan makan-minum demi ridha-Nya dan menyibukkan diri dengan shalat. Ia benar-benar larut dalam penghambaan Tuhan sehingga ia berkata, "Ya Allah, berilah aku kesempurnaan perpisahan dari makhluk untuk mencapai diri-Mu."
I'tikaf adalah sebuah amalan yang dianggap bagian dari kegiatan ibadah dalam syariat Nabi Ibrahim as, dan para pengikut beliau sudah terbiasa dengan i'tikaf. Nabi Sulaiman as juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis dan memfokuskan diri untuk ibadah. Nabi Musa as – di tengah tanggung jawab besar dan kesibukannya membimbing umat – meninggalkan masyarakat untuk beberapa waktu demi berkhalwat dengan Allah Swt di Bukit Tursina.
Nabi Zakaria as – sosok yang bertanggung jawab untuk mengurusi masyarakat – juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis, termasuk merawat Sayidah Maryam as. Rasulullah Saw seperti para kakeknya, mengamalkan syariat Nabi Ibrahim dan salah satu ritual agama Ibrahim adalah i'tikaf. Beliau memilih Gua Hira' sebagai tempat berkhalwat dengan Allah Swt. Setelah diutus menjadi nabi dan hijrah ke Madinah, Rasul melakukan i'tikaf di Masjid Nabawi dan menyibukkan diri dengan ibadah.
Tempo dulu, sekelompok masyarakat Hijaz – yang berpegang pada agama yang lurus – juga melakukan i'tikaf dengan berkhalwat dan meninggalkan keramaian untuk beberapa waktu. Mereka menyibukkan diri dengan ibadah dan memikirkan keagungan ciptaan Tuhan dan terus berjuang mencari kebenaran.
Dalam ajaran Islam, i'tikaf adalah menetap di sebuah tempat yang suci untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. I'tikaf merupakan sebuah kesempatan emas sehingga manusia menemukan jati dirinya setelah tenggelam dalam kemegahan dunia. Para pelaku i'tikaf akan melepaskan dirinya dari belenggu materi untuk meraih rahmat, ampunan, dan kasih sayang Tuhan.
Pada akhir bulan Ramadhan, masyarakat muslim secara serentak melakukan i'tikaf dan mereka memilih tempat-tempat istimewa sebagai lokasi untuk berkhalwat seperti, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Kufah.
Keutamaan Masjid Kufah
Pada bagian ini, kita akan berkenalan dengan Masjid Agung Kufah, Irak yang sangat populer di tengah kaum muslim. Masjid Kufah adalah sebuah masjid besar di Dunia Islam. Bagi kaum muslim Syiah, masjid ini merupakan masjid penting keempat setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid al-Aqsa. Menurut beberapa riwayat, orang pertama yang mendirikan Masjid Kufah adalah Nabi Adam as dan kemudian direkonstruksi oleh Nabi Nuh as setelah badai.
Pada tahun 17 Hijriyah, pasukan Islam menduduki Madain. Saat itu kondisi air dan udara di sana sangat buruk hingga membuat tidak nyaman para tentara. Melihat kondisi tersebut, Hudzaifah melaporkannya kepada khalifah lewat sepucuk surat. Khalifah kemudian memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqash supaya mengutus Salman dan Hudzaifah untuk mencari daerah baru yang lebih layak. Salman menelusuri daerah sebelah barat Sungai Furat sedangkan Hudzaifah sebelah timurnya. Setelah lama tidak menemukan daerah yang bagus, akhirnya mereka sampai di Kufah. Mereka sepakat bahwa Kufah adalah daerah yang tepat untuk dijadikan pangkalan militer. Mereka lalu salat dua rakaat dan berdoa pada Allah Swt agar menjadikan daerah tersebut sebagai tempat yang tenang dan kokoh.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ali as berkata kepada masyarakat Kufah, "Allah telah memberikan sesuatu kepada kalian di mana tidak diberikan kepada siapapun, Dia menganugerahkan kedudukan khusus untuk tempat ini (Masjid Kufah). Masjid ini adalah rumah Adam as, tempat Nuh, tempat tinggal Idris, tempat ibadah Ibrahim dan saudara saya, Khidr, dan salah satu dari empat masjid yang dipilih oleh Allah untuk umat-Nya. Akan datang suatu masa di mana masjid ini akan menjadi tempat shalat Imam Mahdi dan setiap orang mukmin."
Sejak awal pembangunannya, Masjid Kufah menjadi salah satu pusat penting politik dan budaya kota Kufah. Sepanjang sejarah, Masjid Kufah telah didatangi para nabi dan imam maksum di antaranya Imam Ali as, Imam Hasan, Imam Husein dan sebagian imam lainnya.
Masjid Kufah di Irak
Pada tahun 36 Hijriyah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as datang ke Masjid Kufah dan beliau berkali-kali shalat dan menyampaikan ceramah di tempat mulia itu. Imam Ali as juga menggunakannya sebagai pengadilan dan pusat pemerintahan, dan pada akhirnya beliau menjemput kesyahidannya di mihrab masjid tersebut.
Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya adalah Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas. Mihrab Imam Ali as di Masjid Kufah menjadi salah satu tempat istimewa bagi kaum muslim khususnya para pecinta Ahlul Bait. Mihrab itu menjadi tempat Imam Ali mendirikan shalat dan bermunajat kepada Allah Swt.
Masjid Kufah memiliki banyak Maqam (kedudukan/tempat yang digunakan untuk beribadah) dan tempat-tempat penting yang populer di masyarakat antara lain; Rahbah Amirul Mukminin, ini adalah tempat yang dulu digunakan Imam Ali as untuk menjawab pertanyaan umat tiap sebelum shalat atau pada kesempatan lain. Dakkatul Qadza, ia adalah tempat yang digunakan Imam Ali as untuk memutuskan perkara hukum masyarakat.
Maqam Nabi Adam as. Tiang ketujuh Masjid Kufah dikenal dengan Maqam Nabi Adam. Di sana dulu Nabi Adam as bertaubat dan Allah Swt menerima taubatnya. Kemudian ada Maqam Malaikat Jibril as. Tiang kelima Masjid Kufah ditetapkan sebagai Maqam Jibril. Pada Malam Mi'raj, saat Nabi Muhammad Saw diberangkatkan oleh Allah dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa, ketika melewati Kufah, Malaikat Jibril as berkata kepada Nabi Saw, “Ya Rasulallah, saat ini engkau ada di depan Masjid Kufah,” atas izin Allah Swt di sana Nabi Saw melakukan dua rakaat salat."
Maqam Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as. Tiang ketiga Masjid Kufah adalah tempat shalat Imam Sajjad. Abu Hamzah al-Tsumali berkata, “Aku melihat Ali bin Husein as memasuki Masjid Kufah dan melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa. Saat akan kembali ke Madinah beliau ditanya seseorang, ‘Untuk apa engkau kemari? Imam menjawab, ‘Aku meziarahi ayahku dan shalat di masjid ini.'"
Tempat istimewa lain di Masjid Kufah adalah lokasi terdamparnya kapal Nabi Nuh as. Menurut sejumlah riwayat, bahtera Nabi Nuh as terdampar di Masjid Kufah setelah sekian lama melewati terjangan badai.