Fenomena terorisme bagi bangsa Iran sebagai salah satu korban terbesar terorisme adalah sebuah fenomena pahit. Dalam hal ini, 8 Shahrivar, hari gugurnya Syahid Bahonar dan Rajai ditetapkan sebagai Hari Anti-Terorisme di Iran.
Kelompok teroris munafikin Organisasi Mujahidin Khalq (MKO) yang mendapat dukungan politik dan propaganda dari pemerintah anti-Republik Islam Iran yang baru berdiri, di tahun-tahun pertama kemenangan Revolusi Islam aksi teror luas untuk menghapus anasir efektiv dan pejabat pemerintah dengan harapan mampu memberi pukulan mendasar kepada Republik Islam melalui kevakuman di nomor sektor sensitif negara.
Syuhada Mihrab, Syuhada Haftum Tir dan Hashtom Shahrivar, para syuhada Lajevardi, Gharani, dan Sayad Shirazi termasuk korban MKO di sejarah Revolusi Islam. Kejahatan ini, teror 8 Shahrivar 1360 Hs (30 Agustus 1981), dua bulan setelah Ayatullah Beheshti beserta 72 elit politik dan anggota Partai Republik Islam gugur di ledakan teror pada 7 Tir 1360 Hs (28 Juni 1981).
Sementara kekuatan arogan dunia terkait aksi teror ini bukan saja mereka tidak menunjukkan respons, bahkan mendukung aksi sadis ini.
MKO setelah aksi subversif dan meneror rakyat sipil serta pejabat pemerintah Iran, lari ke Paris dan ke Irak serta melakukan banyak kejahatan di negara ini.
Dalam peristiwa tahun 1991 dan 1992; Saddam, diktator kriminal terguling dari rezim Ba'ath di Irak, menggunakan anasir MKO untuk menekan Kurdi Irak. Dalam kejahatan yang mengerikan ini, dia merencanakan genosida terhadap Kurdi, yang mengakibatkan pembantaian beberapa ribu wanita dan anak-anak. Ketika Saddam digulingkan oleh invasi AS, kelompok MKO tetap berada di bawah payung dukungan AS dan menghabiskan beberapa waktu di Camp Liberty, kemudian melobi agar AS dan Inggris melakukan perjalanan ke Albania untuk beroperasi secara bebas di negara Eropa Timur.
Tidak ada keraguan bahwa dukungan AS untuk terorisme adalah bagian dari strategi Washington untuk campur tangan di wilayah tersebut. Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, dengan tujuan dan niat politik mereka, membagi teroris menjadi baik atau buruk, untuk menjustifikasi dukungan mereka terhadap teroris. Standar ganda ini mendorong membuat mereka yang melakukan kejahatan di Iran mendapat dukungan dan dengan bebas melanjutkan kejahatannya. The Associated Press, dalam sebuah laporan mengungkapkan tentang dukungan AS untuk terorisme dan membongkar suap beberapa senator AS dari para pemimpin MKO dan menulis bahwa seorang pejabat administrasi Donald Trump dan setidaknya salah satu penasihatnya menerima uang untuk berbicara demi kepentingan kelompok teroris MKO.
Raymond Tanter, mantan anggota Dewan Keamanan Nasional AS dan pendukung MKO yang menyusun pergerakan kelompok ini untuk keluar dari list pendukung teror mengatakan, “Mereka (MKO) opsi terbaik dari sanksi dan perang untuk membantu memajikan program Amerika Serikat terhadap Iran.”
Faktanya, Amerika dan sejumlah negara Eropa dengan ideologi ini, meski mengetahui bahwa tangan MKO berlumuran darah ribuan manusia tak berdosa, tapi tetap mendukung kelompok ini.
Dari sudut pandang ini dapat dikatakan bahwa rangkaian peristiwa teror musim panas tahun 1981 merupakan bagian dari rencana kekuatan arogan dunia untuk memberi pukulan telak terhadap Revolusi Islam dan pemerintah Republik Islam Iran yang baru dibentuk.
Berdasarkan data yang ada, sejak dekade 1960, pemerintah Amerika sedikitnya mendukung 8 kelompok teroris yang memiliki catatan berdarah di Asia Barat, Eropa dan Amerika Latin. Ini artinya ketika kepentingan AS muncul, negara ini bukan saja mendukung kelompok teroris, bahkan tak segan-segan melakukan aksi teror itu sendiri. Teror terhadap Syahid Qasem Soleimani oleh militer Amerika dan atas instruksi langsung dari Mantan presiden Donald Trump, merupakan bukti nyata.
Amerika Serikat di awal tahun 2020 dengan menggurkan Syahid Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds IRGC telah menunjukkan bahwa melalui aksi teror, negara in ingin mengacaukan kawasan. Dini hari 3 Januari 2020, Syahid Soleimani yang berkunjung ke Irak atas undangan resmi pemerintah negara ini bersama 10 orang lainnya dari Iran dan Irak termasuk Abu Mahdi al-Muhandis, wakil komandan Hashd al-Shaabi serta jubir kelompok ini, menjadi target drone militer Amerika yang ditempatkan di Irak. Serangan tersebut menggugurkan Syahid Soleimani beserta rombongan.
Amerika melalui teror ini menggugurkan seorang komandan yang berhasil memberi pukulan telak kepada kelompok teroris Takfiri Daesh (ISIS). Iran membalas aksi brutal ini dengan menyerang pangkalan militer AS di Ain al-Assad dengan rudal.
Perkembangan terakhir di kawasan ini menunjukkan bahwa kekuatan hegemonik, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, menggunakan terorisme dan ekstremisme sebagai alat untuk mencapai tujuan. Beberapa dari kejahatan teroris ini terkait dengan sanksi ekonomi dan terorisme terhadap kesehatan dan kehidupan manusia, yang menjadikan Iran salah satu target terorisme ekonomi dan obat-obatan Amerika.
Kejahatan anti-kemanusiaan ini dan dukungan Barat terhadap terorisme tidak akan pernah terhapus dari sejarah bangsa Iran.
Penetapan 8 Shahrivar sebagai Hari Anti-Terorisme dimaksudkan dalam koridor ini.
Saat ini negara-negara pengklaim anti-terorisme dihadapkan pada ujian serius sejarah. Mereka harus memberi jawaban kepada bangsa Iran yang 17.000 warganya menjadi korban terorisme dukungan Barat.
Faktanya adalah jika insiden teroris dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah kemenangan revolusi dan setelah itu di Iran; Itu terjadi terhadap rakyat Amerika atau di salah satu negara Eropa; Maka puluhan resolusi dan pernyataan dikeluarkan dan sanksi warna-warni dijatuhkan pada mereka.
Dunia Barat, bagaimanapun, telah menutup mata terhadap kejahatan terang-terangan dan telah menjadi salah satu pelanggar hak asasi manusia (HAM) terbesar, sambil mengeluarkan pernyataan ke negara lain untuk mencapai tujuan politik yang bias.
Perilaku Barat ini indikasi kebohongan klaim mereka dalam memerangi terorisme dan juga tanda tujuan bias dalam kedok klaim anti-terorisme Barat.
Seperti yang dijelaskan Rahbar, Ayatullah Khamenei, “Dunia yang menutup mata terhadap kejahatan yang tak tahu malu, tidak dapat mengklaim sebagai pendukung HAM, dan tidak dapat diharapkan mereka akan mampu melawan kejahatan yang terus tumbuh dan berkembang di dunia, ini justru sponsor. ”