Bulan Ramadhan telah tiba dan ini tahun kelima saya menjalani puasa secara penuh. Ibu sedang sibuk menyiapkan menu berbuka puasa di dapur. Aroma makanan dan kue-kue telah memenuhi ruangan, dan ayah pun datang ke rumah dengan membawa roti baru.
Doa-doa menjelang buka puasa yang disiarkan televisi telah menambah nuansa spiritual Ramadhan. Hidangan berbuka telah siap dan semua tersusun rapi di atas taplak mulai dari kurma, teh, kue-kue, roti, keju, dan sayur lalapan. Bulan Ramadhan selalu memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mempererat silaturahmi. Begitu suara adzan terdengar, ayahku mengangkat kedua tangannya memimpin pembacaan doa berbuka puasa, dan kemudian perlahan berkata, "Taqabalallah."
Ini adalah kisah bulan Ramadhan yang selalu menghadirkan kesempatan kepada kami untuk berkumpul bersama. Bulan ini memberikan kita peluang untuk memperbaiki diri dan mempererat silaturahmi dengan sanak keluarga.
Kehadiran bulan Ramadhan mengubah pola hidup banyak orang, jenis makanan, waktu istirahat dan tidur, durasi jam kerja, dan bahkan pola konsumsi dan belanja di bulan penuh berkah ini. Pada dasarnya, perubahan pola hidup merupakan salah satu hadiah bulan Ramadhan yang bisa dimanfaatkan untuk mengubah hal-hal lain ke arah positif.
Di antara keistimewaan bulan Ramadhan adalah memperkuat pondasi keluarga dan ikatan silaturahmi dengan cara menyantap sahur dan berbuka bersama-sama. Jika sebelum ini, anggota keluarga sibuk dengan rutinitas masing-masing dan jarang bisa menyantap makanan dalam satu meja, maka selama Ramadhan, setiap anggota keluarga akan berusaha untuk bisa berbuka puasa di rumah dan pemandangan seperti ini akan terulang di waktu sahur.
Kegiatan buka puasa bersama di Kompleks Makam Sayidah Maksumah di kota Qum,Iran.
Sejak kami masih kanak-kanak, ibu sudah menanamkan nilai-nilai agama kepada kami dan ketika dia membawa kami ke taman atau tempat liburan, ibu memperkenalkan nikmat-nikmat Tuhan kepada kami sambil bertamasya dan kami takjub dengan nikmat-nikmat itu.
Ibu memperlihatkan kepada kami perbedaan daun pepohonan dan menjelaskan tentang bunga mawar dan keindahannya, sehingga muncul pertanyaan dalam benak kami, siapakah gerangan yang menciptakan bunga yang indah ini dengan beragam bentuknya, urat-uratnya yang hijau dan penuh warna? Dia adalah Dzat Yang Maha Kuasa.
Uniknya, puasa akan membentuk kesabaran dan ketahanan di antara orang-orang yang menjalaninya dan menumbuhkan rasa kasih sayang antar-sesama. Oleh sebab itu, salah satu kesan manis puasa bagi kami adalah kami menjadi lebih ramah dan lebih penyayang di bulan Ramadhan, terutama sang ayah.
Rasulullah Saw dalam khutbah Sya'baniyah berkata, "… Hormatilah orang-orang yang lebih tua dari kalian, sayangilah anak-anak kecil kalian, sambunglah silaturahmi kalian, jagalah lidah kalian, jagalah pandangan kalian dari apa yang terlarang, jagalah pendengaran kalian dari yang tidak diperbolehkan…"
Aku sangat mengagumi nuansa spiritual Ramadhan terutama di waktu sahur. Bulan ini sangat mengesankan bagiku dengan kegiatan-kegiatannya seperti, acara buka puasa bersama di rumah atau masjid-masjid, tadarus al-Quran, dan jalinan silaturahmi dengan teman-teman. Jika perjamuan Ilahi ini kita sambut dengan suka cita, maka kebahagiaan akan memenuhi setiap relung kita.
Ayahku berkata, "Kita harus meningkatkan ibadah di bulan puasa dan memanfaatkan momen Ramadhan serta menerangi hati kita dengan infak, membaca al-Quran, dan berdoa. Jika kita meneranginya dengan ibadah, pengaruhnya akan besar dalam kehidupan kita."
Maulawi dalam bukunya Matsnawi, mengangkat sebuah kisah tentang bagaimana cara seseorang dapat mengubah perilakunya. Kisah ini mengajarkan kita bahwa kita dapat meninggalkan perilaku buruk dengan memperkuat tekad.
Bulan Ramadhan memberikan sebuah kesempatan kepada kita untuk memperbaiki perilaku buruk, meninggalkan sifat-sifat tercela, dan menggantikannya dengan sifat terpuji.
Maulawi berkata, "Ada seorang anak muda yang berperangai buruk dan selalu menyakiti orang-orang di sekitarnya. Meskipun telah berusaha, tetapi ia tidak mampu melawan perilaku buruknya itu. Suatu hari, ayahnya memberikan sebuah palu dan beberapa biji paku kepadanya sambil berkata, 'Setiap kali engkau marah, tancapkanlah sebuah paku ke dinding ini. Pada hari pertama, pemuda itu terpaksa menancapkan banyak paku di dinding. Di sore hari, ia mulai melihat tingkat kemarahannya di sepanjang hari tadi.
Di hari-hari berikutnya, pemuda itu berusaha untuk meredam amarahnya sehingga tidak perlu menancapkan banyak paku di dinding. Setiap malam, ia mulai menjaga perilakunya dan dengan berkurangnya jumlah paku yang ditancapkan, ia semakin optimis bisa mengubah perilakunya. Seiring berjalannya waktu, jumlah paku yang ditancapkan ke dinding semakin berkurang dan terus berkurang.
Dengan demikian, pemuda tersebut merasa bahwa akhlak buruk dan amarah telah hilang darinya. Ia kemudian menceritakan perkembangan itu kepada ayahnya. Sang ayah yang cerdik mengusulkan kepadanya untuk mencabut satu paku setiap kali ia bisa mengontrol emosinya.
Setelah beberapa hari berlalu, pemuda itu telah mencabut semua paku yang tertancap di dinding. Sang ayah kemudian memegang tangan anaknya dan membawanya mendekat ke dinding tersebut.
Sang ayah berkata, "Beruntunglah, engkau memiliki tekad yang baik, tapi tataplah lubang-lubang di dinding ini. Anakku, ketika engkau mengatai orang lain dalam keadaan marah, engkau seperti sedang menancapkan paku ke dinding hati mereka. Luka yang menggores hati seseorang akan membekas dan tidak mudah untuk menghapusnya."
Nasihat ayahnya membuat pemuda tersebut sadar dan ia bertekad untuk meninggalkan perilaku buruk dan bersikap baik dengan orang lain.
Bulan Ramadhan merupakan momentum terbaik untuk melatih memperbaiki perilaku individual dan sosial. Jika manusia selalu mengawasi perilakunya di bulan puasa dan menanamkan nilai-nilai moral dalam dirinya, maka setelah Ramadhan usai, mereka tetap akan mampu mempertahankan nilai-nilai baik tersebut.