Salah satu peristiwa besar yang terjadi pada permulaan Islam adalah Isra' Mikraj Rasulullah Saw. Mikraj merupakan salah satu mukjizat terbesar Rasulullah dan akal manusia tidak mampu menalar hakikat perjalanan ini. Berdasarkan sebagian riwayat, Isra' dan Mikraj Rasulullah Saw terjadi pada tanggal 17 Ramadhan.
Pada dasarnya, Mikraj adalah perjalanan yang keluar dari alam materi dan melangkah ke alam yang lebih tinggi. Mukjizat Ilahi ini diberikan karena penghambaan tulus yang dilakukan Rasulullah Saw, dan ada banyak ayat dan riwayat yang menyingkap keagungan peristiwa ini. Sebenarnya Mikraj adalah perjalanan Rasulullah dari bumi menuju ke Arsy.
Diriwayatkan bahwa Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah pada malam Mikraj dan memberinya sebuah tunggangan yang disebut Buraq. Rasul Saw menaiki Buraq tersebut dan berangkat ke Baitul Maqdis.
Di Masjid al-Aqsa, Rasulullah menjadi imam shalat untuk para nabi seperti Ibrahim, Musa, Isa dan nabi-nabi lain. Setelah itu, beliau memulai perjalanan ke langit dan diterbangkan sampai langit ketujuh. Nabi Muhammad Saw menyaksikan berbagai peristiwa menakjubkan dan tanda-tanda kebesaran Allah Swt di setiap lapisan langit yang dilewatinya.
Rasulullah Saw menyaksikan makhluk-makhluk ciptaan Allah, para malaikat, dan keajaiban penciptaan, serta bertemu dengan para nabi. Di sana diperlihatkan surga dan neraka, kondisi para penghuni surga beserta nikmat yang mereka peroleh, serta kondisi ahli neraka dan siksaan yang mereka terima. Malaikat Jibril menemani beliau di sepanjang perjalanan spiritual ini.
Rasul dan Jibril naik hingga langit keenam dan menyaksikan keagungan penciptaan yang tidak terhitung jumlahnya. Mereka akhirnya sampai di langit ketujuh dan di sini Malaikat Jibril harus berpamit sambil berkata kepada Nabi Muhammad, “Aku tidak diizinkan untuk memasuki tempat ini (Sidratul Muntaha) dan jika aku mendekat selangkah lagi ke sana, niscaya sayapku akan terbakar.”
Rasul Saw melihat Sidratul Muntaha (sebuah tempat atau pohon di langit yang disinggung dalam al-Quran) di langit ketujuh. Beliau mencapai puncak kedekatan tertinggi dengan Tuhan di Sidratul Muntaha. “Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).” (QS: An-Najm ayat 9).
Kegiatan tadarus perempuan di kota Tehran.
Allah Swt kemudian memberikan perintah dan pesan-pesan yang sangat penting kepada Rasulullah, dan terjadi sebuah dialog yang indah antara Tuhan dan Muhammad yang diabadikan dalam Hadis Mikraj. Ia adalah sebuah hadis Qudsi yang menerangkan tentang percakapan Allah Swt dengan Nabi Muhammad Saw dalam perjalanan Isra dan Mikraj.
Setelah dialog tersebut, Nabi Muhammad Saw kembali ke bumi dan tiba di rumah Ummu Hani (putri paman Nabi) di Mekkah sebelum terbit fajar.
Mikraj Rasulullah Saw adalah sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi dan ini dibuktikan dengan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis mutawatir. Isra' Mikraj adalah bagian dari sejarah dan keyakinan umat Islam dan semua mazhab menyepakati masalah ini. Sejumlah riwayat mutawatir dan sebagian doa juga menyinggung peristiwa Isra' Mikraj dan orang yang mengingkarinya dianggap kafir.
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS: Al-Isra ayat 1)
Seorang mufasir besar al-Quran, Allamah Muhammad Husain Thabathaba'i ketika menafsirkan ayat pertama surat al-Isra berkata, "Segala puji bagi Allah Swt yang dengan keagungan-Nya telah memberangkatkan Muhammad Saw pada malam hari untuk memperlihatkan kekuasaan dan keagungan-Nya. Di kegelapan malam, Muhammad diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsa di Baitul Maqdis yang diberkahi. Perjalanan malam hari ini untuk memperlihatkan keagungan dan ayat-ayat-Nya kepada dia. Allah Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui kondisi Rasul-Nya dan Dia tahu bahwa Muhammad layak untuk mendapatkan perhatian dan tempat seperti ini."
Hadis Mikraj telah merekam percakapan antara Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw di Sidratul Muntaha. Hadis ini dimulai dengan ucapan Rasulullah yang berbunyi, "Ya Tuhan! Perbuatan apa yang terbaik?" Tuhan menjawab, "Tidak ada yang lebih baik selain bertawakkal kepada-Ku dan menerima apa yang telah Aku tetapkan."
Jawaban singkat ini dengan sendirinya dapat menjadi kunci untuk mengatasi berbagai rintangan dalam menempuh jalan kesempurnaan. Tawakkal berarti yakin dan percaya kepada Allah Swt, sebuah sandaran yang membuat jiwa manusia tenteram.
Di bagian lain hadis Mikraj, Allah berfirman kepada Rasul-Nya, "Wahai Ahmad! Ibadah itu ada sepuluh bagian, sembilan di antaranya mencari apa yang halal. Jadi, jika engkau memperoleh makanan dan minumanmu dari jalan yang halal, maka engkau akan berada dalam perlindungan-Ku."
Rasulullah kemudian bertanya, "Ya Tuhan! Ibadah apa yang paling utama?" Allah berfirman, "Wahai Ahmad! Tidak ada ibadah yang lebih utama di sisi-Ku selain diam dan puasa. Jadi, siapa yang berpuasa tetapi tidak menjaga lisannya, ia seperti orang yang shalat tetapi tidak melafalkan apapun."
Dari perkataan ini dapat dipahami bahwa langkah pertama dalam penghambaan Tuhan adalah diam (menjaga lisan) dan berpuasa. Kedua perkara ini merupakan tahap pertama dalam ibadah dan kesempurnaan manusia.
Selama manusia membiarkan lisannya bebas liar serta membicarakan perkara batil dan sia-sia, maka ia masih belum berada di jalan penghambaan dan pada akhirnya tidak akan sampai ke tempat tujuan. Jika manusia bisa mengontrol lisannya, mereka akan terbebas dari banyak dosa seperti berdusta, menggunjing, menyebarkan fitnah, dan jenis-jenis lain dosa lisan.
Mengenai sikap diam, Imam Ali Ridha as berkata, “Diam adalah salah satu pintu hikmah; ia akan mendatangkan kecintaan dan membimbing manusia kepada setiap kebaikan.”
Demikian juga dengan perut, jika manusia membiarkannya bebas terisi makanan, ini akan seperti binatang di mana hanya fokus pada makan dan tidak melangkah lebih dari itu.
Para guru irfan berpendapat bahwa salah satu jalan mensucikan jiwa dan membersihkan diri adalah menahan lapar. Menahan lapar pada batas yang wajar akan membuka pintu pemahaman bagi manusia.
Allah Swt kembali berfirman, “Wahai Ahmad! Apakah engkau tahu kenikmatan dari rasa lapar, keheningan, dan kesendirian, serta manfaatnya?” Rasulullah berkata, “Ya Rabb! Apa manfaatnya rasa lapar?” Tuhan menjawab, “Ia akan mendatangkan hikmah (kebijaksanaan), hikmah akan mendatangkan pengetahuan dan pengetahuan akan mendatangkan yakin. Begitu seseorang mencapai derajat yakin, dia tidak peduli tentang bagaimana dia memulai harinya, apakah dalam kesulitan atau dalam kemudahan."
Dari peristiwa Isra' Mikraj dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki kapasitas yang sangat besar dan ia dapat menaiki puncak kesempurnaan. Para nabi seperti Ibrahim as juga telah menyaksikan kebesaran Allah Swt di bumi dan langit, tetapi Rasulullah Saw sudah berada pada posisi yang sangat dekat dengan Allah, “Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).”