Surat Al-Fath ayat 17-21
لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَنْ يَتَوَلَّ يُعَذِّبْهُ عَذَابًا أَلِيمًا (17)
Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih. (48: 17)
Di pembahasan sebelumnya mencela mereka yang menentang perang dan menyatakan mereka akan mendapat azab-Nya. Wajar jika di antara mereka ada orang yang cacat atau sakit dan tidak mampu berperang bersama muslim lainnya. Sebagian dari mereka mendatangi Rasul dan bertanya mengenai kondisi mereka. Ayat ini turun dan memisahkan mereka dari orang-orang sehat yang melanggar perintah Rasulullah Saw.
Salah satu prinsip dasar Islam bagi seluruh perintah dan kewajiban agama adalah pesan ayat ini: «لا یُکَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَها»
(Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.) (al-Baqara: 286)
Dalam shalat, salah satu syaratnya yaitu berdiri, orang sakit atau cacat dapat shalat sambil duduk bahkan berbaring. Puasa tidak hanya dikecualikan dari orang yang sakit, tetapi juga orang yang sehat tidak wajib berpuasa jika mengetahui bahwa dirinya sakit jika berpuasa. Agar haji menjadi wajib bagi individu, kemampuan fisik juga diperlukan, dan mereka yang tidak dapat pergi ke Mekah atau melakukan ritual haji dibebaskan dari melakukannya.
Dalam ayat yang sedang dibahas, Al-Qur'an mengatakan: Jihad dengan musuh wajib atas orang sehat yang memiliki kekuatan untuk berperang dan membela diri, dan orang yang memiliki cacat fisik atau sakit dibebaskan dari berpartisipasi dalam medan perang dan jihad.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tuhan memberikan perhatian khusus kepada orang sakit dan orang cacat dan membebaskan mereka dari melakukan tugas-tugas tertentu. Para pejabat dan legislator juga harus memperhatikan hal ini ketika membuat undang-undang dan peraturan sosial.
2. Yang terpenting adalah taat dan berserah diri terhadap perintah Tuhan; Meski kewajiban seseorang berbeda berdasarkan kondisi dan kemampuannya.
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا (18) وَمَغَانِمَ كَثِيرَةً يَأْخُذُونَهَا وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (19)
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (48: 18)
Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (48: 19)
Di pembahasan sebelumnya kami sebutkan bahwa Rasulullah dan muslimin bertolak ke Mekah untuk melaksanakan ibadah umrah. Rasulullah mengirim salah satu sahabatnya ke pembesar Mekah untuk menginformasikan tujuan Rasulullah, dan bahwa muslimin tidak berniat perang, tapi tujuannya adalah berziarah ke Baitullah. Tapi orang musyrik menahan utusan rasul.
Menyusul langkah tersebut, Rasulullah mengumpulkan sahabatnya di bawah pohon di kawasan Hudaibiyah. Rasul mengambil baiat dari mereka bahwa mereka tidak akan mundur melawan orang musyrik dan tidak ada yang akan melarikan diri dari medan tempur. Ketika berita ini sampai ke orang musyrik, mereka ketakutan dan kemudian utusan rasul dibebaskan. Melalui Perjanjian Hudaibiyah, terbukalah peluang bagi ibadah umrah dan haji di tahun-tahun selanjutnya. Kemudian disusul dengan penaklukan Khaibar dan umat muslim mendapat rampasan perang yang berlimpah.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman tidak terbatas pada melakukan serangkaian kewajiban agama seperti shalat dan puasa, tapi hadir dan partisipasi di bidang sosial dan politik, membantu dan menyertai pemimpin agama juga termasuk kewajiban orang beragama.
2. Jangan tertipu oleh zahir sebuah perbuatan. Allah Swt sepenuhnya mengetahui niat dan motivasi kita serta memberi kita pahala berdasarkan niat tersebut.
3. Keridhaan Tuhan sebuah hal spiritual tidak bertentangan dengan mendapat rampasan perang dan kesuksesan duniawi.
4. Kesetian kepada Rasulullah dan menolongnya dalam melawan musuh adalah kunci mendapat rahmat di dunia dan akhirat.
وَعَدَكُمُ اللَّهُ مَغَانِمَ كَثِيرَةً تَأْخُذُونَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هَذِهِ وَكَفَّ أَيْدِيَ النَّاسِ عَنْكُمْ وَلِتَكُونَ آَيَةً لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَهْدِيَكُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (20) وَأُخْرَى لَمْ تَقْدِرُوا عَلَيْهَا قَدْ أَحَاطَ اللَّهُ بِهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرًا (21)
Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus. (48: 20)
Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukan-Nya. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (48: 21)
Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini mengatakan, rahmat ilahi kepada orang mukmin tidak terbatas pada Perjanjian Hudaibiyah dan penaklukan Khaibar, tapi kemenangan di masa depan juga milik orang muslim yang tidak mereka sangka dan mereka juga tidak memiliki kemampuan serta fasilitasnya. Karena Allah selain memberi mereka ketenangan, juga menurunkan ketakutan di hati orang-orang kafir sehingga mereka tidak melancarkan serangan atau agresi.
Jelas bahwa bantuan ilahi ini membuat iman orang mukmin terhadap kebenaran Rasulullah semakin kokoh dan mereka semakin solid di jalan Tuhan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di undang-undang perang, diperbolehkan mengambil harta musuh sebagai rampasan perang, dan ini juga dibenarkan oleh Allah Swt.
2. Allah berjanji bahwa jika kalian berusaha dalam membantu agama-Nya, maka Ia akan menyediakan berkah duniawi dan materi bagi kalian.
3. Sebuah nikmat besar yang diberikan Allah kepada orang mukmin ketika Ia membuat musuh tidak berani menyerang muslim dan menjamin keamanan.