Ayat ke 60
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (4: 60)
Ayat 59 surat an-Nisaa yang telah dibahas sebelum ini menyebut kunci penyelesaian semua perselisihan terletak pada al-Quran dan Sunnah Rasul Saw. Ayat di atas mengkritisi orang-orang yang tidak saleh dan juga penguasa tirani yang anti kebenaran. Mereka itu disifati oleh al-Quran sebagai manusia yang sesat lagi menyesatkan. Sejarah menyebutkan bahwa suatu saat di Kota Madinah, seorang muslim terlibat konflik dengan seorang Yahudi.
Si Yahudi mengusulkan agar merujuk kepada Rasulullah Saw untuk menyelesaikan konflik itu. Rasulullah Saw dijadikan juri untuk menentukan siapa yang salah danbenar. Ironisnya, si muslim yang tidak setuju dengan gagasan itu. Mengapa demikian? Karena ia khawatir, keputusan Rasul Saw berseberangan dengan kepentingan pribadinya yang tidak benar. Ia akhirnya mengusulkan agar rahib Yahudi saja yang menjadi hakim. Seba ia yakin rahib itu dapat disogok dan pasti memenangkannya dalam kasus sengketa dengan si Yahudi. Ayat ini diturunkan untuk mencela perilaku buruk orang muslim tersebut.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman tanpa menjauhi kebatilan dan membenci thaghut bukanlah iman yang sejati.
2. Siapa saja yang mengaku beriman tapi dalam perbuatan selalu berpaling dari Tuhan adalah orang yang memusuhi Tuhan dan berada di barisan thaghut.
3. Menerima pemerintahan thaghut sama saja dengan menyiapkan sarana bagi kegiatan setan di tengah masyarakat.
Ayat ke 61
Artinya:
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (4: 61)
Ayat ini menyebutkan bahwa menjadikan orang non Muslim sebagai hakim merupakan pertanda kemunafikan. Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang Munafik menjauhi al-Quran dan Sunnah Rasul Saw dan menyuarakan aspirasi orang-orang Kafir. Mereka ini bukan hanya tidak menerima hukum dan perintah ilahi, bahkan mengajak orang lain supaya bersikap seperti mereka sehingga tidak ada orang yang menentang mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas seorang mukmin adalah menyeru manusia untuk menyembah Tuhan. Adapun yang diajak itu menerima atau tidak, adalah di luar tanggung jawabnya.
2. Menentang kepeminpinan hak merupakan tanda kemunafikan yang paling nyata.
Ayat ke 62-63
Artinya:
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". (4: 62)
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (4: 63)
Sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan perbuatan buruk orang-orang Munafik yang mengutamakan orang-orang non muslim ketimbang al-Quran dan Sunnah Nabi, ayat ini menghimbau kaum Muslimin sedapat mungkin agar menghindari konfrontasi fisik secara langsung dengan mereka. Cukuplah dengan dialog dan nasehat serta peringatan akan akibat perbuatan mereka kelak. Karena merupakan urusan Tuhan bagaimana nantinya menghukum mereka.
Salah satu alasan orang-orang munafik tidak suka menunjuk Rasul sebagai hakim, karena mereka yakin Rasul akan bersikap adil dalam menghakimi. Mereka beranggapan bahwa cara ini akan menyebabkan salah seorang dari yang berselisih akan dikecewakan. Oleh kerenanya, mereka tidak ingin kemuliaan dan popularitas Rasul menurun. Itulah mengapa mereka tidak membawa masalah ini kepada Rasul Saw.
Jelas sekali di sini, bahwa alasan-alasan seperti ini adalah untuk lari dari tanggung jawab. Karena bila popularitas Rasul Saw itu harus dipelihara dengan cara seperti itu, maka pasti Tuhan lebih tahu dari mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sumber penyelesaian masalah individu dan sosial kembali kepada perbuatan manusia itu sendiri. Oleh karenanya, manusia tidak boleh menyalahkan Allah, ketika ditimpa musibah.
2. Berbelit-belit adalah petanda kemunafikan. Sama seperti sikap Munafikin yang ingin melemahkan Rasulullah Saw dengan alasan ingin memuliakan beliau.
3. Orang Munafik bersumpah demi menutupi perbuatan kotor mereka.
4. Biasanya orang yang berbuat keji menutupi perbuatannya dengan menyebutnya sebagai upaya untuk memperbaiki.
5. Dalam menghadapi orang Munafik, terkadang perlu menjauhinya, tapi adakalanya menasihati atau memperingatkannya.