Ayat ke64
Artinya:
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (4: 64)
Bila ayat-ayat sebelumnya mengajak umat Islam untuk tidak meladeni orang-orang Munafik yang tidak ingin menjadikan Rasulullah Saw sebagai hakim mereka saat berselisih, maka ayat ini menjelaskan sebuah masyarakat Islam yang ideal. Di mana dalam masyarakat ideal ini, rakyatnya beriman kepada Allah Swt dan ketaatan mereka kepada pemimpinnya begitu kuat dan kokoh . Sementara mereka yang terlanjur jatuh ke jurang kesesatan dan penyimpangan menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Allah Swt lewat pemimpinnya. Rasulullah Saw sebagai pemimpin menerima taubat dan istighfar mereka.
Ketika mereka memohon ampun kepada Allah Swt lewat Rasulullah Saw, maka sudah barang tentu Allah pasti mengabulkan doa Nabi-Nya. Bila Allah mengabulkan doa beliau, dengan sendirinya permohonan ampun mereka juga diterima oleh-Nya. Tidak hanya Rasulullah Saw saja yang mendoakan mereka, tapi para malaikat juga mendoakan mereka.
Dalam al-Quran ada dua tempat yang menyebutkan tentang permintaan istighfar dan mendoakan manusia. Pertama, dalam surat as-Syuura ayat 5 disebutkan tentang permintaan istighfar yang dilakukan oleh para malaikat kepada masyarakat, "... dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi..." dan permintaan ampunan khusus untuk orang-orang Mukmin seperti yang disebutkan pada surat al-Mu'min ayat 7, "(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman...".
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan dari pengutusan para nabi adalah menuntun masyarakat lewat cara menaati mereka.
2. Ketaatan hanya khusus untuk Allah, bahkan ketaatan kepada para nabi juga harus mendapat izin Allah, bila tidak ada izin, maka ketaatan itu menjadi perbuatan syirik.
3. Taubat akibat meninggalkan pemimpin adalah kembali kepadanya.
4. Meninggalkan para nabi dan menaati taghut merupakan kezaliman terhadap derajat kemanusiaan dari manusia itu sendiri.
5. Hubungan manusia dengan para nabi harus kokoh, baik itu orang mukmin atau fasik. Seorang mukmin untuk mendapatkan hidayah, sementara orang fasik untuk mendapatkan syafaat.
Ayat ke 65
Artinya:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (4: 65)
Ayat ini diturunkan mengenai perselisihan Zubair bin Awwam dan seorang Anshar soal penyiraman pohon-pohon kurma. Nabi Muhammad Saw kemudian memutuskan karena bagian atas dari kebun kurma itu milik Zubair bin Awwam, maka yang pertama menyiram pohon-pohon kurma itu adalah dirinya. Pria Anshar itu tidak puas dengan keputusan Nabi dan mengatakan beliau membela Zubair yang masih merupakan keponakannya. Wajah Nabi berubah mendengar ucapan itu dan pada waktu itu ayat ini diturunkan yang heran melihat sikap pria Anshar itu. Karena kedua-duanya pada awalnya setuju bila Nabi yang menjadi pengadil di antara mereka, tapi ketika diputuskan, mereka menolak menerima keputusan beliau.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanda-tanda keimanan ada tiga; pertama, menjadi Nabi sebagai hakim, bukan taghut. Kedua, tidak boleh berburuk sangka dengan keputusan Nabi dan ketiga, harus menerima keputusan Nabi dengan lapang dada.
2. Selain pasrah lahiriah, Islam juga sangat memperhatikan kepasrahan batin.
3. Kehakiman merupakan salah satu wewenang kenabian dan kepemimpinan.
4. Pasrah di hadapan keputusan Nabi menunjukkan ishmah beliau (kemaksuman).
Ayat ke 66
Artinya:
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). (4: 66)
Ayat ini pada hakikatnya penyempurna kewajiban umat-umat terdahulu yang dirasakan sulit. Sebagai contoh, Bani Israil yang menyembah sapi meminta ampun atas kesalahan mereka ini dan agar dosa mereka dapat diampuni, Allah memerintahkan mereka untuk saling membunuh. Karena menyembah selain Allah terhitung dosa besar, maka untuk menghapus dosa semacam ini mereka diperintah untuk saling membunuh dan diusir dari kota.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin harus mengukur dirinya, bila ada perintah yang sulit dari Allah, maka apa yang harus dilakukannya?
2. Hanya sedikit orang yang berhasil lulus dari ujian ilahi.
3. Kebaikan dan kebahagiaan manusia ada pada perbuatannya.
4. Hukum ilahi yang berupa perintah dan larangan pada dasarnya nasihat Allah.
Ayat ke 67-68
Artinya:
Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami. (4: 67)
Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (4: 68)
Dua ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya. Bila ayat sebelumnya menjelaskan tentang kewajiban sulit yang dibebankan Allah kepada manusia, dua ayat ini memberikan kabar gembira kepada mereka yang melakukan kewajiban sulit itu. Allah menjanjikan pahala yang besar kepada siapa saja yang melakukan kewajiban yang sulit dan tidak cukup itu saja, karena Allah juga akan menunjukinya ke jalan yang lurus.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk sampai kepada kebaikan, manusia harus tegar, istiqamah sambil tetap beramal.
2. Melangkah di jalan kebaikan akan mengantarkan manusia kepada kebaikan yang lebih baik dan sempurna.