Para imam adalah insan-insan sempurna dan terpilih yang ucapan, perilaku dan sikap mereka, merupakan manifestasi dari kehidupan suci dan sempurna manusia. Imam Hadi as, dalam memberikan penjelasan komprehensif terhadap para imam dan para auliya Allah mengatakan, ÔÇ£Mereka adalah tambang rahmat, para pemilik khazanah ilmu pengetahuan, pondasi kemuliaan, pemimpin dalam memberikan hidayah dan manusia-manusia yang bertakwa.ÔÇØ
Imam Hadi as dilahirkan pada tanggal 15 Dzuhijjah 212 Hijriah di sebuah desa di sekitar kota Madinah. Setelah gugurnya sang ayah (Imam Jawad as), Imam Hadi as menerima tanggung jawab besar dalam memimpin serta membimbing umat Islam. Tugas suci ini diemban Imam Hadi selama 33 tahun. Selama masa keimamahannya, Imam Hadi selain aktif menyebarkan prinsip-prinsip agama, juga sangat memperhatikan kondisi politik dan sosial umat Islam.
Selama periode kehidupannya, Imam Hadi mengalami pemerintahan sejumlah pemimpin zalim Bani Abbasiyah. Kezaliman dan egoisme para khalifa Abbasiyah telah membuka peluang ketidakpuasan umat Islam sehingga sendi-sendi pemerintahan mereka semakin keropos. Sejak periode kehidupan Imam Jawad as, para khalifa Bani Abbasiyah semakin meningkatkan represi politiknya kepada Ahlul Bait Nabi. Dalam koridor strategi ini pula, khalifa Bani Abbasiyah memindahkan dengan paksa Imam Hadi as dari pusat ilmu yakni Madinah ke kota Samarra di Irak.
Era Imam Hadi as adalah era baru dari sisi ilmiah dan pemikiran. Gerakan masyarakat menuju perkembangan ilmiah dan budaya dibarengi dengan perkembangan perspektif baru teologi dan masuknya berbagai syubhah logika dan filsafat. Muncul berbagai aliran pemikiran yang pada akhirnya terjadi ketidakteraturan pemikiran di dunia Islam. Akan tetapi ideologi Ahlul Bait as, meski di bawah tekanan pemerintah kala itu dan juga berkat wujud para imam as, memiliki pondasi kokoh dan logis yang mampu memberikan jawaban tegas terhadap seluruh syubhah. Dalam periode tersebut peran Imam Hadi as sangat determinan dalam menentukan masa depan dunia Islam. Beliau harus melakukan penertiban dalam maarif dan pemikiran Ahlul Bait as sehingga dapat memberikan jawaban bagi tuntutan pemikiran generasi mendatang.
Salah satu tugas berat Imam Hadi as adalah menjelaskan prinsip akidah Islam. Karena pada era beliau, bermunculan berbagai syubhah yang mengancam keyakinan masyarakat dalam masalah ketauhidan dan keesaan Allah Swt. Di era Imam Hadi as, muncul sekelompok orang yang berpendapat bahwa Allah Swt memiliki jism atau bentuk. Imam Hadi as menolak pemikiran tersebut dan berkata, ÔÇ£Para pengikut Ahlul Bait as tidak meyakini jism pada wujud Allah Swt, karena sama dengan penyamaan Allah Swt dengan benda-benda lain yang memiliki jism dan sesuatu yang memiliki bentuk maka dia adalah akibat (atau efek), dan Allah Swt terlepas dari segala bentuk penyamaan, karena memiliki jism (bentuk) berarti terbatas pada tempat, masa dan sifat-sifat lain seperti penuaan dan kerusakan. Padahal wujud Allah Swt tersucikan dari semua sifat tersebut.ÔÇØ (Tauhid Syeikh Saduq, halaman 97)
Sebagaimana tauhid yang menghadapi berbagai upaya penyimpangan, al-Quran juga menghadapi ancaman syubhah dan distorsi yang sama. Syubhah terhadap al-Quran juga menyebar luas pada era Imam Hadi as, dan beliau menjawab seluruh syubhah tersebut dengan bersandarkan pada berbagai ayat dalam al-Quran terkait masalah-masalah teologi.
Pemikiran jabr atau determinisme yang dengan kata lain penafian kebebasan manusia, merupakan salah satu di antara penyimpangan pemikiran yang marak di era Imam Hadi. Perspektif seperti ini umumnya disebar-luaskan oleh para penguasa dinasti Abbasiah, sehingga melalui cara ini mereka dapat merampas kekuatan pengambilan keputusan dari masyarakat dan pada akhirnya masyarakat tunduk dan pasif di hadapan para penguasa. Akan tetapi Imam Hadi as melawan pemikiran tersebut dan menegaskan bahwa manusia tidak jabr atau bebas secara mutlak. Dengan demikian, Imam Hadi as menjelaskan kepada masyarakat bahwa mereka memiliki peran dalam penentuan nasib dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, Imam Hadi as menyeru masyarakat untuk bangkit melawan rezim despotik.
Masalah imamah atau kepemimpinan para imam maksum as setelah Rasulullah Saw, merupakan basis utama dalam menjaga prinsip dan nilai-nilai agama yang menjadi sasaran serangan syubhah di berbagai periode. Dapat dikatakan bahwa faktor munculnya berbagai aliran distorsif di antara umat Islam adalah keasingan posisi imamah dan kepemimpinan dalam masyarakat. Tantangan yang saat ini dihadapi umat Islam. Akibat interpretasi personal terhadap agama dan disebabkan karena tidak merujuk pada warisan berharga Rasulullah Saw yaitu al-Quran dan Ahlul Bait as, maka dampaknya adalah terhalangnya hidayah Allah bagi umat.
Imam Hadi as telah melakukan berbagai langkah untuk menjelaskan posisi para imam. Salah satu bukti paling nyata dalam penjelasan kepemimpinan para imam maksum as adalah Ziarah Jamiah Kabirah yang merupakan peninggalan berharga Imam Hadi as. Dengan metode yang unik, Imam Hadi as menjelaskan masalah imamah dalam doa ziarah tersebut sekaligus menepis segala bentuk pengagungan secara tidak faktual terhadap posisi imamah. 
Penekanan Imam Hadi as terhadap masalah ketauhidan menjelaskan fakta ini bahwa kepemimpinan dan hidayah merupakan kelanjutan dari keyakinan terhadap Allah Swt. Para imam dan pemimpin agama adalah para manusia pilihan Allah Swt yang menunjukkan jalan menuju kebahagiaan dan kesempurnaan melalui ucapan dan perilaku mereka. Ziarah Jamiah Kabirah dimulai dengan kalimat-kalimat pendek yang berawal dengan ucapan salam; untuk menjelaskan sifat dan keutamaan para imam. Ziarah tersebut membuka jendela  bagi para pecinta Ahlul Bait as dalam memahami tingginya posisi para imam.(