Manusia memerlukan teladan dan contoh yang meyakinkan untuk mencapai posisi aman dan terjamin di dunia dan akhirat. Secara fitrah manusia mencari kesempurnaan dan keutamaan akhlak. Oleh sebab itu, manusia selalu mencari seseorang yang sempuna dan memiliki berbagai keutamaan dan keindahan maknawi dan hakiki. Rahasia kesuksesan dan kemenangan para pemimpin agama adalah pesona hati suci mereka dalam hal ini. Mengingat para nabi dan auliya Allah, yang memiliki berbagai keutamaan dan nilai-nilai luhur, adalah manusia-manusia terbaik di masanya.
Dengan meneliti dan merunut sirah dan kehidupan para anbiya dan auliya, manusia pencari kebenaran akan menjadikan mereka sebagai teladan dalam amal dan ibadah. Salah satu di antara teladan tersebut adalah Imam Muhammad al-Jawad as, di mana sirah kehidupan beliau penuh dengan spiritualitas, kesejukan, kepedulian dan kasih sayang. Beliau adalah manifestasi manusia sempurna dari sisi kecintaan, kasih sayang, keluruhan akhlak, kejujuran, kebenaran dalam ucapan, keilmuan, pengorbanan, kesatriaan dan lain-lain.
Imam Jawad gugur syahid pada akhir bulan Dzulqa’dah tahun 220 Hijriah. Dalam sejarah hidup beliau yang singkat itu, beliau memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan bobot maarif islami. Kehidupan Imam Jawad as adalah teladan sempurna dan komprehensif untuk seluruh umat manusia khususnya para pemuda. Tidak diragukan lagi bahwa di dunia moderen yang di dalamnya berbagai masalah mental dan perilaku yang terus meroket ini, pengakraban dan peneladanan akhlak dan perilaku manusia kekasih Allah Swt ini, akan menjadi pengurai simpul semua masalah kehidupan.
Imam Jawad as menilai amal yang tidak didukung dengan ilmu, tidak bernilai. Menurut beliau, setiap amal harus dilakukan dengan kesadaran, pengetahuan dan kewaspadaan. Jika seseorang terjun dalam sebuah aktivitas yang tidak diketahuinya atau masuk ke sebuah ruangan selain melalui jalurnya, maka dia akan merugi dan gagal. Oleh karena itu, Imam Jawad dalam hal ini mengatakan, “Orang yang tidak mengenal jalan masuk sebuah pekerjaan, maka [pencarian] jalan keluarnya akan membuatnya putus asa.” (Bihar al-Anwar jilid 57). Beliau juga mengatakan, “Pengaturan dan perencanaan setiap amal sebelum melaksanakannya, akan menjaga manusia dari kekecewaan,” (Mutaha al-Amaal jilid 2).
Dengan demikian, orang yang melakukan pekerjaannya dengan kesadaran, pengetahuan dan perencanaan, dia akan berhasil dan meski terjadi gangguan, dia akan mampu mempertimbangkan semua aspek untuk menyelesaikan masalahnya. Orang seperti ini tidak akan kecewa dengan apa yang telah dilakukannya karena sejak awal segala langkahnya telah melalui prosesnya yang benar.
Kerendahan hati menurut Islam termasuk di antara keutamaan dan nilai-nilai luhur dalam akhlak serta menunjukkan kesempurnaan akal seseorang. Sebaliknya, takabbur dan kesombongan adalah sifat tercela, karena akan menghalangi manusia menerima kebenaran dan hidayah. Semakin sifat takabbur dan kesombongan bertambah dalam diri manusia, maka semakin meningkat pula penekanannya pada kesesatan dan kegelapan.
Imam Jawad as memaparkan berbagai pengaruh positif dan berkah dalam kerendahan hati dan mengatakan bahwa tawadhu’ atau kerendahan hati akan membuka pintu untuk keridhoan Allah Swt. Beliau adalah orang yang paling bertawadhu’ di masanya dan beliau menilai kerendahan hati itu sebagai kebanggaan beliau. Dan dalam rangka mendorong masyarakat untuk memperhatikan sifat luhur ini, beliau mengatakan, “Kerendahan hati adalah perhiasan dan kemuliaan hasab dan nasab,” (Bihar al-Anwar jilid 77)
Sama seperti para imam Ahlul Bait as, Imam Jawad selalu memprioritaskan kesabaran dan toleransi dengan masyarakat. Beliau tidak bersikap keras kepada orang lain dan jika ada yang berbuat kekeliruan, dengan mudah beliau merelakan dan menutupinya. Imam Jawad as dikenal sangat penyabar di hadapan sikap-sikap kasar sebagian kelompok. Namun berkat ketabahan dan kesabaran luar biasa itu, banyak manusia yang tersesat yang terpesona akan akhlak mulia Imam dan akhirnya menerima hidayah.
Hal ini telah ditekankan Allah Swt kepada Rasulullah Saw dalam ayat 159 surat Aali Imran, yang artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Imam Jawad as menilai toleransi dan kasih sayang sebagai salah satu prinsip dalam interaksi sosial. Beliau mengatakan, “Salah satu tanda toleransi seseorang terhadap saudaranya adalah tidak memarahinya di depan orang lain.” Oleh karena itu, menyoal orang lain meski ada alasan logis, bukan sikap yang tepat. Setiap manusia harus bersikap lembut dan penuh kasih sayang dengan orang lain. Karena ini adalah ketentuan Allah Swt sebagaimana dijelaskan oleh Imam Jawad as: “Barang siapa meninggalkan toleransi dan perdamaian, maka kesulitan akan menghadangnya.”
Kejujuran dan kebenaran dalam ucapan merupakan salah satu amal terpuji dan termasuk di antara keutamaan akhlak. Fitrah suci manusia menuntutnya untuk selamat, stabil serta agar hati dan lidahnya seirama. Apa yang dikatakannya, itu pula yang diyakininya. Itu adalah makna kejujuran dan kejujuran di hadapan Allah Swt juga harus menjadi prioritas. Ketika dalam shalat kita membaca ayat kelima surat al-Fatihah: “hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan,” maka seharusnya kita jujur dalam hal ini. Akan tetapi sayangnya, manusia kerap menghindari dosa di hadapan orang lain, namun tidak demikian ketika sendirian.
Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu cara paling efektif untuk menarik hati manusia. Fitrah manusia akan condong dan terikat kepada orang yang berbuat baik kepadanya atau menyelesaikan masalahnya. Salah satu teladan akhlak Imam Jawad as adalah perhatian beliau terhadap tuntutan masyarakat dan upaya untuk menyelesaikan masalah mereka. Oleh karena itu, pada puncak pengabdian dan pengorbanan demi masyarakat, beliau memanfaatkan seluruh sarana dan kemampuan yang dimiliki untuk membantu menyelesaikan masalah masyarakat dan memenuhi tuntutan mereka.
Sedemikian dermawan Imam Jawad as kepada masyarakat sehingga beliau mendapat gelar panggilan “Jawad” yang artinya adalah dermawan. Beliau mengatakan bahwa kunci diturunkannya nikmat-nikmat Allah Swt yang melimpah kepada seseorang adalah upayanya untuk menyelesaikan masalah masyarakat, dan dalam amal ini hanya keridhoan Allah Swt yang diharapkan. Menurut Imam Jawad as, terkadang dengan pekerjaan-pekerjaan mudah, manusia dapat lebih dekat dengan Allah Swt. Beliau mengatakan, “Bersikap lemah-lembut dan banyak bersedekah, akan menyampaikan hamba pada keridhoan Allah Swt.”
Beliau menilai berbuat baik dan bantuan kepada mereka yang membutuhkan termasuk di antara amal yang paling dicintai Allah Swt. Dalam hal ini, Imam Jawad as berkata, “Nikmat tidak akan ditambah untuk seseorang, kecuali dia kebutuhan masyarakat darinya juga meningkat, maka jika seseorang tidak dapat memikul beban berat ini, maka nikmat tersebut juga akan memudar.”
Ahmad bin Hadid meriwayatkan, “Bersama sekelompok orang kami berangkat untuk haji. Di tengah perjalanan kami dihadang para perampok dan mereka merampas semua yang kami miliki. Ketika sampai di Madinah, aku melihat Imam Jawad as. Bersamanya aku pergi ke rumahnya dan aku ceritakan masalahku. Imam (as) memerintahkan agar aku diberi baju bersama uang seraya berkata kepadaku: bagikan uang ini dengan teman-temanmu sebanyak jumlah uang mereka yang terampas. Ketika aku selesai membagikan uang itu, jumlahnya sama persis dengan uang kami yang dirampas para perampok.”