Anak-Anak Sayidah Fathimah (1)

Rate this item
(0 votes)
Anak-Anak Sayidah Fathimah (1)

Hasan dan Husein, anak-anak Sayidah Fathimah sedang bermain gulat di hadapan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw tersenyum menyaksikan kegembiraan dua anak ini dan terus-terusan mengatakan, “Hai Hasan! Bangkitlah...bagus! Jatuhkan saudaramu dan kalahkan dia!

Dengan heran Sayidah Fathimah berkata, “Wahai ayah! Saya heran, mengapa Anda menyemangati Hasan, padahal Husein lebih kecil dan lebih membutuhkan dukungan?!”

 

Rasulullah Saw berkata, “Putriku! Malaikat Jibril sedang menyemangati Husein. Oleh karena itulah aku harus menyemangati Hasan!”

 

Anak-Anak Sayidah Fathimah (2)

 

Sayidah Fathimah sangat memerhatikan permainan anak-anaknya. Itulah mengapa selalu membarengi anak-anaknya bermain, meski punya banyak masalah. Supaya potensi mereka berkembang. Selain itu beliau juga memerhatikan poin-poin penting pendidikan.

 

Dikatakan bahwa ketika Sayidah Fathimah bermain dengan anak sulungnya; Hasan as, beliau mengangkat dengan kedua tangannya dan melemparkannya ke atas kemudian menangkapnya lagi sambil berkata, “Wahai Hasan! Jadilah seperti ayahmu! Jauhkan akar kezaliman dari kebenaran! Sembahlah Allah yang memiliki segala nikmat! Jangan berteman dengan orang-orang yang berhati kotor!”

 

Ketika bermain dengan Husein, Sayidah Fathimah berkata, “Wahai Husein! Engkau mirip ayahku dan tidak mirip Ali!” *

 

Sayidina Ali pun gembira dan tertawa mendengar ucapan ini.

 

* Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Imam Hasan as adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Saw. Dengan demikian, boleh jadi dengan ucapan ini Sayidah Fathimah ingin bercanda dengan anak-anak dan suaminya.

 

Minimal Kalian Sedikit Bersabar

 

Rasulullah Saw meninggal dunia dan kepalanya berada di pangkuan Sayidina Ali. Sayidah Fathimah, Hasan dan Husein menangis atas perpisahan ini. Sayidah Fathimah yang selama ini telah menanggung segala kesulitan dan kesengsaraan, kini sedang merasakan semua kesedihan dunia telah memberati hatinya.

 

Ketika keluarga ini sedang berduka dan Sayidina Ali sedang menyiapkan pemakanan Rasulullah Saw, ada kabar bahwa sekelompok muslim sedang berkumpul di sebuah tempat bernama Saqifah Bani Saidah untuk menentukan siapa pengganti Rasulullah.

 

Tidak lama kemudian ada kabar bahwa orang-orang Muslim itu telah memilih Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah.

 

Mendengar kabar ini hati Sayidah Zahra terasa hancur. Kabar yang sulit dipercaya. Sayidah Fathimah bergumam, “Bukankah ayahku telah memilih Ali sebagai penggantinya? Bukankah penetapan Ali sebagai penggantinya atas perintah Allah sejak di hari ketika mulai menyampaikan dakwah di tengah-tengah keluarga dan para pembesar Quraisy? Bukankah Rasulullah berkali-kali menyampaikan tentang kemuliaan suamiku Ali? Bukankah Rasulullah telah mengumumkan tentang Ali sebagai penggantinya di Haji Wada’ dan Ghadir Khum di tengah-tengah kehadiran kaum Muslimin?

 

Sudahkah masyarakat melupakannya? Secepat inikah mereka melupakan kenangan kehadiran ayahku di antara mereka?

 

Kemudian Sayidah Fathimah teringat ucapan terakhir ayahnya yang menyampaikan dengan tangisan dan kekecewaan yang bersabda, “Sepeninggalku, engkau akan menghadapi berbagai musibah dari tangan masyarakat ini yang sampai saat ini belum pernah ada orang yang mengalaminya...”

 

Sayidah Fathimah di Medan Perang

 

Pada tahun kelima Hijriah, atas usulan Salman Farsi untuk mencegah serangan musuh, Rasulullah Saw memerintahkan kaum Muslimin untuk menggali sebuah parit [Khandaq] di sekeliling kota dan memenuhinya dengan air. Rasulullah Saw sendiri juga ikut serta menggali parit ini.

 

Selama melakukan penggalian Khandaq, kondisi kaum Muslimin sangat sulit dan terkadang harus menahan lapar karena tidak punya makanan untuk dimakan.

 

Suatu hari Sayidah Fathimah pergi ke medan perang untuk mengetahui kabar dan kondisi ayahnya. Rasulullah Saw takjub ketika melihat putrinya dan berkata, “Putriku! Ada apa engkau di sini? Seharusnya sekarang engkau berada di sisi anak-anakmu?!”

 

Sayidah Fathimah mengeluarkan sepotong roti yang dibawanya seraya berkata, “Saya telah membuat sedikit roti untuk anak-anak. Namun saya tidak tega bila Anda tidak memakan roti ini. Karena saya tahu Anda pasti lapar. Saya membawa sedikit dari roti itu untuk Anda.”

 

Rasulullah Saw bersabda, “Putriku! Sepotong roti yang engkau bawa untukku ini adalah makanan pertama kali yang aku masukkan ke mulutku setelah tiga hari.”

 

Kemudian Rasulullah Saw mendoakannya dan kembalilah Sayidah Fathimah ke rumahnya.

 

Fahimah yang Berusia Sepuluh Tahun

 

Ketika perang Uhud, Sayidah Fathimah berusia sepuluh tahun. Setelah perang berakhir, Sayidah Fathimah yang sangat merindukan ayahnya, dengan susah payah pergi menjenguk ayahnya di medan perang yang berjarak beberapa kilometer dari Madinah.

 

Dalam perang ini Rasulullah Saw mengalami banyak luka di badannya. Sayidah Fathimah membersihkan wajah ayahnya dengan air yang dibawanya dan mengobati luka-luka yang ada.

 

Rasulullah yang saat itu merasa gembira karena pertemuannya dengan putrinya, memberikan pedang Sayidina Ali kepadanya dan bersabda, “Putriku! Bersihkan juga pedang ini. Suamimu telah memenuhi hak pedang ini dengan baik.”

 

Aku Ingin Berbicara Denganmu

 

Hai Ali! Detik-detik perpisahan sudah dekat. Aku ingin berbicara denganmu.  Ali merasa bahwa bumi yang dipijaknya sedang bergetar. Karena dia tahu, sebentar lagi bakal sendirian. Oleh karena itu, meminta agar mereka berduaan saja. Kemudian beliau duduk di sisi istrinya dan dengan penuh kasih sayang berkata, “Fathimah sayang! Sampaikan saja apa yang ingin engkau katakan dan saya akan mendengarkannya dengan baik.”

 

Sayidah Fathimah berkata, “Wahai anak pamanku! Selama kita hidup bersama, aku tidak pernah membangkangmu dan sama sekali aku tidak pernah berbohong dan berkhianat padamu.”

 

Dengan penuh kasih sayang Sayidina Ali berkata, “Engkau lebih bertakwa dan lebih tawadhu. Sehingga tidak layak bagiku untuk menyalahkanmu. Oh! Perpisahan dan jauh darimu akan sulit bagiku. Dengan kepergianmu kenangan kematian Rasulullah Saw kembali terbayang bagiku. Kehilangan dirimu, sulit bagiku dan menyedihkan. Aku berlindung kepada Allah atas kedukaan ini dan kuserahkan hatiku pada-Nya. Musibah kematianmu; tidak ada sesuatu yang bisa menebusnya...”

 

Setelah perpisahan yang pahit ini, Sayidina Ali meletakkan kepala Sayidah Fathimah di dadanya dan keduanya menangis tersedu-sedu. (Emi Nur Hayati)

 

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Sayidah Fathimah Zahra as

Read 1705 times