Buraihah adalah ulama Kristen yang berusia tujuh puluh tahun di masa Imam Shadiq as dan menjadi kebanggaan umat Kristiani.
Sudah lama keyakinannya tentang agama Kristen telah melemah dan mencari agama yang benar. Dia juga melakukan dialog dan pembahasan dengan banyak orang muslim. Dia punya istri yang senantiasa menjadi curahan hatinya tentang masalah agama. Namun dengan semua itu dia belum menemukan hasilnya. Sampai ketika para pengikut keluarga Rasulullah Saw mengenalkan Hisyam bin Hakam; salah satu murid hebat dan ilmuwan Imam Shadiq as kepadanya.
Suatu hari Buraihah pergi ke toko Hisyam di Kufah bersama orang-orang Kristen. Mereka melihat Hisyam sedang mengajar al-Quran kepada murid-muridnya. Buraihah berkata kepada Hisyam, “Saya telah melakukan dialog dan pembahasan dengan semua ilmuwan dan teolog Islam. Tapi saya belum menemukan hasilnya. Sekarang saya datang untuk berdialog denganmu.”
Hisyam sambil tertawa sambil berkata kepadanya, “Bila engkau mengharapkan mukjizatku seperti mukjizatnya Nabi Isa as, maka aku tidak punya.”
Kemudian dia bertanya tentang Islam kepada Hisyam dan mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Lalu Hisyam bertanya kepadanya tentang agama Kristen tetapi dia tidak bisa menjawab. Akhirnya Buraihah malu dan para jemaahnya menyampaikan rasa penyesalannya. Akhirnya mereka meninggalkannya.
Buraihah kembali ke rumahnya dan menceritakan kejadian pertemuannya dengan Hisyam kepada istrinya.
Sang istri berkata, “Bila engkau sedang mencari agama yang benar, maka jangan sedih. Di mana saja engkau melihat kebenaran, maka terimalah. Jangan keras kepala di jalan ini." Buraihah menerima ucapan istrinya dan pada hari yang lain dia kembali lagi menemui Hisyam dan berkata, “Apakah engkau punya seorang guru dan pemimpin?”
Hisyam berkata, “Iya.”
Buraihah berkata, “Siapakah dia dan berada di mana dan bagaimana kondisinya?”
Hisyam menceritakan sedikit tentang ras, kemaksuman, ilmu, kedermawanan dan keberanian Imam Shadiq as. Kemudian berkata:
“Hai Buraihah! Allah menetapkan setiap hujjah untuk masyarakat pada masa-masa yang lalu dan Dia juga menetapkannya untuk masyarakat di masa pertengahan dan masa terakhir. Hujjah Allah dan agama-Nya tidak akan pernah hilang.”
Buraihah berkata, “Engkau benar.” Kemudian Buraihah bersama istrinya dan Hisyam pergi ke Madinah untuk menemui Imam Shadiq as.
Hisyam bersama Buraihah dan istrinya menempuh jarak yang panjang antara Kufah dan Madinah. Mereka datang ke rumah Imam Shadiq as untuk menemui Imam Shadiq as. Di sana mereka bertemu Imam Kazhim as putranya Imam Shadiq as yang pada waktu itu usianya tidak sampai dua puluh tahun.
Hisyam menceritakan kisahnya dengan Buraihah kepada Imam Kazhim as. Pada saat itu Imam Kazhim as berkata kepada Buraihah:
“Sejauh apa engkau mengenal kitab [injil]mu?”
Buraihah berkata, “Saya mengenalnya.”
Imam Kazhim as berkata, “Sebatas apa engkau mengetahui maknanya?”
Buraihah berkata, “Saya mengetahuinya dengan baik dan saya meyakininya.”
Kemudian Imam Kazhim membaca sebagian dari isinya kitab Injil. Buraihah begitu terpengaruh oleh bacaan injil Imam dan pada saat itu juga dia beriman dan berkata, “Sudah lima puluh tahun saya telah mencari-cari Anda atau orang yang seperti Anda.”
Berbicara Dalam Ayunan
Ya’qub Sarraj berkata, “Saya datang menemui Imam Shadiq as. Saya melihat beliau sedang berdiri di dekat ayunan putranya; Musa as. Musa yang berada di dalam ayunan berbicara dengan beliau. Setelah pembicaraan keduanya selesai, saya mendekati Imam Shadiq as dan beliau berkata kepada saya, “Pergi dekatilah maulamu [yang ada di dalam ayunan] dan ucapkan salam kepadanya.”
Saya mendekati ayunan dan mengucapkan salam. Musa bin Jakfar yang pada saat itu masih kecil dan berada di dalam ayunan, menjawab ucapan salam saya dengan fasih dan berkata kepada saya, “Pergilah dan gantilah nama yang kemarin engkau tetapkan untuk putrimu. Kemudian datanglah kepadaku. Karena Allah menilai tidak bagus nama ini.” (Ya’qub mengatakan, Allah telah menganugerahi saya seorang anak perempun dan saya namakan dia dengan nama Humaira.)
Imam Shadiq as berkata kepada saya, “Pergilah dan kerjakan perintahnya [Musa] supaya engkau mendapatkan hidayah.”
Sayapun pergi dan mengganti nama anak perempuan saya. (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Musa Kazdim as