Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib atau lebih dikenal dengan nama Ali al-Akbar adalah putra Imam Husein as yang lahir pada tahun 33 H/653 M di kota Madinah. Ia adalah pemuda dengan tampilan fisik dan perawakan yang sangat mirip dengan Nabi Muhammad Saw.
Pemuda tampan ini memiliki akhlak yang mulia dan keutamaan. Ia juga dikenal sebagai ahli ibadah dan sosok yang bertakwa. Keberanian dan kegagahannya diwarisakan dari kakeknya, Ali bin Abi Thalib as. Suara merdu Ali al-Akbar ketika membaca al-Quran akan menarik setiap orang ke arahnya.
Orang-orang yang pernah melihat Rasulullah Saw, dibuat takjub dengan suara merdunya saat melantunkan ayat-ayat al-Quran. Mereka saling menatap sambil berakata, "Apakah Muhammad al-Mustafa sedang membaca al-Quran?"
Ali al-Akbar adalah sosok yang paling tampan dari segi fisik dan paling utama dari segi akhlak. Pada hari Asyura, dia meminta izin kepada ayahnya, Imam Husein as untuk terjun ke medan perang dan ia pun memperoleh restunya. Ketika itu, Imam menatap langkah kaki putranya itu dan kemudian menundukkan wajahnya sambil meneteaskan air mata.
Imam Husein as mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berkata, "Ya Allah, Engkau menjadi saksi atas apa yang telah dilakukan oleh kaum ini, dan seseorang dari kami telah menghadapi mereka yang dari sisi perawakan lahir, akhlak, dan ucapan sangat mirip dengan Rasul-Mu. Ya Allah, jika kami begitu merindukan Rasulullah, maka kami memandangi wajahnya."
Bulan Sya'ban termasuk salah satu bulan yang paling indah karena manusia-manusia agung lahir di bulan ini. Imam Husein, Abbas bin Ali, dan Imam Ali Zainal Abidin al-Sajjad as dilahirkan pada hari-hari pertama bulan Sya'ban, sementara Ali al-Akbar bin Husein dilahirkan pada 11 Sya'ban. Sya'ban adalah bulan suka cita dan kegembiraan bagi Ahlul Bait Nabi as.
Di Republik Islam Iran, hari kelahiran Ali al-Akbar ditetapkan sebagai Hari Pemuda Muslim dan dimeriahkan dengan berbagai kegiatan untuk merayakan momen bahagia itu.
Dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Saw gembira dengan masa muda salah seorang sahabatnya dan berdoa untuknya sembari berkata, "Ya Allah, jadikan ia mampu memanfaatkan masa mudanya." Jelas, tidak semua pemuda mampu memanfaatkan masa mudanya dengan penuh berkah.
Dalam pandangan Rasulullah, orang yang memperoleh manfaat dari masa mudanya adalah mereka yang menjaga kesuciannya dan menjauhi godaan hawa nafsu. Rasul Saw bersabda, "Siapa saja pemuda, tumbuh, dan berkembang dalam mencari ilmu dan ibadah sehingga sampai usia tuanya, maka Allah beri dia pada hari kiamat pahala 72 orang shiddiq (orang yang benar imannya)."
Dalam budaya Islam, pemuda merupakan aset yang bernilai dan memiliki kedudukan yang tinggi. Pemuda pantas mendapat penghormatan dan perhatian karena kesucian jiwa, ketulusan, dan keberanian. Berbagai riwayat Ahlul Bait menyebut pemuda lebih dekat dengan alam malakut dari orang lain dan menurut sabda Rasulullah Saw, "Keutamaan pemuda yang tumbuh dalam ibadah atas orang tua yang beribadah di masa tuanya, sama seperti keutamaan para nabi atas masyarakat lain."
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menaruh perhatian besar pada generasi muda. Dalam hal ini, Rahbar berkata, "Arti menikmati masa muda adalah manusia menghabiskan masa mudanya untuk taat kepada Allah. Taat kepada Allah bukan hanya mengerjakan shalat… dalam kehidupan ini, ada banyak bentuk tentang ketaatan kepada Allah dan salah satu yang paling penting adalah meninggalkan dosa, tidak mengotori diri dengan noda. Menuntut ilmu juga contoh dari ketaatan kepada Allah, kreativitas yang kalian lakukan juga bentuk dari ketaatan kepada Allah… kerja keras di berbagai bidang ilmiah juga tergolong ketaatan kepada-Nya."
Imam Husein telah mencurahkan upaya besar dalam mendidik Ali al-Akbar, mengajarinya al-Quran dan pendidikan agama, serta membekalinya dengan kearifan politik dan sosial. Imam telah mendidik anaknya menjadi insan yang sempurna dan teladan sehingga membuat semua orang kagum, termasuk musuh-musuh Ahlul Bait.
Menurut para psikolog dan sosiolog, salah satu model pendidikan yang sukses adalah memberikan keteladanan dan contoh langsung kepada anak didik. Ali Akbar memperoleh pendidikan langsung dari ayahnya dan ia dibesarkan di bawah bimbingan ayah dan ibunya, Laila binti Abu Murrah.
Ali al-Akbar adalah sosok pemuda yang merupakan teladan keberanian, kemuliaan, kedermawanan, kemurahan hati, dan kasih sayang. Dalam jihad akbar, ia memerangi hawa nafsunya dan menjadi pionir ketakwaan, dan dalam jihad melawan kezaliman, ia maju terdepan di antara pemuda Bani Hasyim.
Pemuda – dengan mengenali dirinya dan menemukan teladan yang benar – dapat tumbuh menjadi seorang anak muda yang penuh perencanaan, visioner, dan sukses.
Pemuda perlu mengenali dirinya dan menggali potensi yang dimilikinya sehingga bisa menumbuhkan rasa percaya diri dan kemudian menyusun perencanaan untuk masa depan kehidupannya.
Pemuda ibarat musim semi yang memancarkan puncak keindahan, ketangguhan fisik, dan kesehatan prima. Jika musim semi kehidupan ini bisa dimanfaatkan dengan optimal, maka ia akan menikmati masa tua yang indah. Jika sebaliknya, pemuda akan menyesali hari tuanya dan penyesalan sudah tidak ada gunanya lagi.
Di masa muda, seseorang perlu memanfaatkan akal sehatnya untuk mengambil keputusan dan langkah terbaik sehingga bisa memetik hasil saat usianya matang. Ia harus mengusir stres, rasa frustasi, dan pesimisme dari dirinya dan bekerja keras untuk mengejar cita-citanya.
Perlu dicatat bahwa masa muda adalah fase kehidupan yang paling rentan terhadap godaan. Jika salah langkah, ia akan menjadi pemuda yang kehilangan identitas dan menyimpang ke arah yang berbahaya. Tentu saja, rasa penasaran dan adanya tuntutan baru bukanlah bentuk dari penyimpangan dan kemunduran pikiran, tetapi tanda dari pertumbuhan dan kehidupan sebuah masyarakat.
Di sini, para pakar harus mampu menjawab kebutuhan kalangan pemuda dan meyakinkan mereka tentang pentingnya berpikir kritis dan maju. Ali al-Akbar dalam sebuah nasihatnya berkata, "Jika pikiran pemuda tidak diisi dengan materi yang benar, maka ia akan dipenuhi dengan hal-hal yang menyesatkan dan sia-sia. Jadi, sudah sewajarnya pikiran pemuda diperkaya dengan materi yang rasional dan benar sehingga pola pikir mereka berkembang dengan benar."
Islam memberikan kedudukan yang mulia dan tinggi kepada para pemuda, dan memuji mereka. Namun, Islam juga mencela anak muda yang malas dan tidak mau bekerja.
Para sosiolog menilai pertumbuhan dan kemajuan sebuah masyarakat dari berbagai aspek budaya, sosial, dan ekonomi bergantung pada pemahaman mereka tentang generasi muda dan perhatian mereka terhadap kaum muda.
Para sosiolog percaya bahwa jiwa yang lembut dan hati yang masih muda merupakan manifestasi dari semangat dan keceriaan. Jika semangat ini dibarengi dengan akhlak yang mulia dan ketaatan, maka kebahagiaan generasi muda akan hadir dan keselamatan masyarakat juga akan terjamin.
Dalam sebuah pesan kepada pemuda, Ayatullah Khamenei berkata, "Hati kalian wahai para pemuda masih suci, gunakan hati yang suci ini untuk bercengkrama dengan Tuhan, mintalah kepada-Nya, berlindunglah kepada-Nya, dan curahkan isi hati kalian dengan-Nya. Jika kondisi ini mampu kalian hadirkan dalam diri kalian sesering mungkin, maka peluang kesuksesan kalian di masa depan akan lebih besar."