Setelah Imam Hassan as melepaskan kekuasaan dan pemerintah, beliau tidak berpaling dari orang-orang yang tidak taat dan melanggar janji, tetapi tetap bersama orang-orang dan mencintai mereka sesuai yang bisa dilakukan. Rumah Imam Hasan as selalu terbuka untuk masyarakat dan siapa saja dengan mudah dapat duduk semeja bersamanya. Kedermawanan dan pemberian Imam Hasan as diketahui semua orang dan masyarakat mengenalnya dengan karakter yang indah ini.
Bulan suci Ramadhan adalah bulan perjamuan ilahi dan kini telah tiba pada setengahnya. Para malaikat ilahi membentangkan sayap mereka di atas kota Madinah. Bintang-bintang juga bersinar malam itu untuk berpartisipasi dalam perayaan kelahiran cucu Nabi Saw. Buah pertama dari hubungan antara Imam Ali dan Fathima Zahra as sedang dalam perjalanan. Yang paling penting, kegembiraan bermain di bibir Nabi Muhammad Saw dan Imam Ali as. Seorang bayi ganteng dan bercahaya terlahir dari Fathimah az-Zahra as. Kedatangan Hasan ibn Ali mengajak ruang dan waktu menyaksikan fajar lain dari keluarga Wilayah dan Imamah.
اَلْسلامُ عَلیکَ یَا اَبا مُحمّد یا حَسنَ بنَ عَلی، اَیُّها الْمُجْتبی
Salam kepadamu wahai Abu Muhammad, wahai Hasan bin Ali, Ayyuha al-Mujtaba.
Hasan berarti kebaikan, keindahan dan kemuliaan dan beliau benar-benar memiliki semua sifat baik. Beliau menghabiskan kurang dari delapan tahun dari kehidupan mulianya di masa Nabi, dan selama waktu ini beliau tumbuh di lautan cinta Rasulullah Saw dan pelukannya. Banyak catatan terkait kecintaan luar biasa Nabi terhadap Imam Hasan al-Mujtaba dan saudaranya, Imam Husein as dalam dalam sebagian besar sumber Syiah dan Sunni. Nabi Saw sangat mencintai Hasan dan Husein dan menunjukkan kasih sayang ini. Nabi memeluk mereka dan mengumumkan, "Hasan dan Hosein adalah penghulu pemuda penghuni surga." Seolah-olah Nabi mencium surga dari Hasan dan Husein as.
Ibn Shahr Ashoub menulis dalam kitab al-Manaqib, "Hasan ibn Ali as pada usia tujuh tahun hadir di majlis Nabi Saw dan wahyu apa yang diturunkan kepada Nabi diceritakan kepada ibunya."
Imam Hasan al-Mujtaba as seperti ayahnya Ali dan ibunya, Fathima Zahra as adalah hamba Allah yang ikhlas. Beliau menyukai ibadah dan bermunajat bersama Tuhan. Hasan bin Ali adalah orang yang paling suci dan paling beribadah pada masanya. Dalam al-Manaqib karya Ibnu Shahr Ashoub diriwayatkan:
"Imam Hasan as ketika melakukan wudhu, badannya bergetar dan wajahnya pucat pasi. Oleh karena itu, mereka bertanya kepadanya dan dijawab oleh beliau, "Sudah selayaknya bagi seseorang yang ingin menunjukkan penghambaannya dihadapan Sang Pemilik Arsy, wajahnya pucat pasi dan sendi-sendinya gemetar. Ketika Imam pergi ke masjid, setelah mencapai pintu masjid, beliau menengadahkan kepalanya ke langit dan berkata, 'Ya Allah! Ini adalah tamumu yang berdiri di depan pintu rumahmu. Ya Allah! Yang Maha Pemurah, hamba yang berdosa datang kepada-Mu. Wahai Yang Maha Pemaaf, setelah melakukan pekerjaan buruk, ampunilah aku karena kebaikan dan pengampunan-Mu."
Setelah syahadah ibunya, Imam Hasan as bersama ayahnya Ali as menanggung kezaliman. Beliau menyaksikan penderitaan ayahnya, jauhnya masyarakat dari kebenaran dan ketika para pecinta dunia berkuasa, tapi selalu bersama ayahnya. Imam Hasan as tahu bahwa dirinya berhak sebagai pemimpin dan khalifah sepeninggal ayahnya. Karena tahu bagaimana Rasulullah Saw di Ghadir Khum mengangkat tangan Ali dan menyebutnya sebagai saudaranya dan Ali sebagai pengganti sepeninggalnya. Nabi Saw memperkenalkan Ali sebagai pengibar bendera tauhid dan penuntun manusi. Setelah itu ribuan orang di hari itu membait Ali. Tapi kemudian mereka menjadi orang yang melanggar janji!
Imam Hasan as selama masa hidupnya dan setelah syahadah ayahnya, menderita kejahatan pengkhianatan dan konspirasi, tetapi beliau mentolerir penderitaan ini bukan dengan amarah dan dendam tetapi dengan kesabaran dan ketekunan.
Dr. Mohammad Hossein Rajabi Davani, peneliti sejarah Islam mengatakan, "Periode Imam Hasan al-Mujtaba as adalah salah satu bagian paling sulit dan paling pahit dalam sejarah Islam, bahkan sejarah umat manusia. Sebuah situasi yang muncul setelah syahadah Imam Ali as dengan kekurangan dan pengkhianatan orang-orang Kufah. Akhirnya, Imam Ali as gugur syahid di puncak penindasan dan keterasingan."
Setelah kesyahidan Ali as, masyarakat lebih memilih Imam Hasan as untuk urusan kekhalifahan ketimbang Muawiyah. Imam yang mengenal orang-orang munafik pada masanya dengan baik, pada awalnya tidak menerima kekhalifahan dan setelah masyarakat berduyun-duyun memaksanya, beliau terpaksa menerima. Tentu saja, dengan syarat bahwa apapun yang dikatakan Imam, baik perdamaian datu perang, mereka harus menerimanya.
Di sisi lain, Muawiyah sadar akan kecerdasan dan keberanian Imam Hasan as. Dia tahu bahwa Rasulullah Saw memperkenalkan Imam Hasan as sebagai perwujudan akal dan kebijaksanaan dan bersabda, "Jika diandaikan akal itu berbentuk manusia, maka ia akan muncul dalam bentuk Hasan as." Muawiah takut kekuasaan dan pemerintahannya diruntuhkan oleh Imam Hasan as, jadi dia menggunakan berbagai trik untuk mencegah kemenangan Imam Hasan as dan runtuhnya pemerintahannya.
Setelah mendengar berita tentang pembaitan sejumlah besar masyarakat dengan Imam Hasan as, Muawiyah dengan cepat mengirim pasukan dari Syam ke Kufah. Dia menggunakan metode penipuan dan berhasil bahkan sahabat dekat dan komandan pasukan Imam Hasan as dengan janji uang dan kekayaan. Masalah ini berjalan sedemikian jauh, sehingga sebagian komandan tinggi Imam Hasan as ingin membunuh beliau! Dengan melihat pengkhianatan ini, beliau geram, tapi untuk mencegah konflik dan perpecahan serta kehancuran Islam, Beliau dengan sabar bersikap bijaksana dan menunjukkan kecakapan heroik terhadap Muawiyah dan berbaiat kepadanya.
Dr. Rajabi Davani dalam hal ini mengatakan, "Faktanya, Imam menerima mahalnya biaya penyerahan kekhalifahan sehingga Muawiyah tidak mencapai tujuan yang menyeramkan. Pada dasarnya, Muawiyah tidak mengharapkan hal seperti itu dan membayangkan bahwa Imam Hasan tidak akan berdamai dan bangkit untuk berperang. Apalagi Imam Husein berada di sisinya dan dan Muawiya berharap akan dapat membunuh kedua imam dalam perang dan menghancurkan fondasi Islam dan Ahlul Bait. Sejatinya, dengan perjanjian damai yang dilakukan Imam Hasan as, konspirasi Muawiyah dapat digagalkan dan tujuannya tidak tercapai."
Imam Hasan as tidak berpaling dari orang-orang yang tidak taat setelah mundur dari kekuasaan, tetapi tetap tinggal bersama orang-orang dan mencintai mereka sebanyak yang beliau bisa. Pintu rumahnya selalu terbuka untuk orang-orang dan siapa dengan mudah duduk di meja di ruang makan Imam Hasan as. Kedermawanan dan pemberian Imam Hasan as diketahui semua orang dan masyarakat mengenalnya dengan karakter yang indah ini. Orang miskin dan yang tidak mampu dari jauh dan dekat berkumpul bersama dan semeja dengan Sang Dermawan Ahlul Bait dan kembali dengan peruta kenyang.
Imam Hasan as memiliki banyak kekayaan dari mengurusi kebun-kebun kurma yang diwakafkan Imam Ali as. Tetapi beliau tidak tertarik pada properti ini, dan dia dengan mudah membagi kekayaannya kepada orang miskin dan yang membutuhkan. Tiga kali beliau membagi seluruh hartanya menjadi seperti ini, memberi setengah untuknya dan setengah kepada yang miskin dan yang membutuhkan. Metode etika ini telah membuat Imam Hasan as sangat dihormati oleh orang-orang pada masanya. Meskipun banyak orang meninggalkan kekhalifahan dan pemerintahan beliau dengan propaganda besar-besaran, kelemahan dan kebodohan mereka, tetapi selama berdamai, banyak dari mereka menyesal dan menjalin komunikasi luas dengan Imam.
Di samping memberi bantuan finansial, beliau juga sangat murah hati dan tidak membiarkan penindasan orang lain. Sering kali terjadi, beliau mereaksi perilaku orang lain yang tidak pantas dan kesalahan mereka dengan mengubah perilaku orang yang bersalah.
Disebutkan bahwa keluarga Yahudi tinggal di lingkungan Imam Hasan as dan menjadi tetangganya. Dinding rumah Yahudi retak dan najis yang berasal dari rumahnya masuk ke rumah Imam. Pria Yahudi itu menyadari hal ini tetapi tidak mengambil tindakan. Suatu hari, seorang wanita Yahudi pergi ke rumah Imam Hasan untuk meminta tolong dan melihat dinding yang retak menyebabkan dinding rumah Imam menjadi najis. Segera, dia pergi menemui suaminya dan memprotes serta mengirimnya ke Imam Hasan. Pria Yahudi, di hadapan Imam, meminta maaf atas kelalaiannya, dan malu pada Imam Hasan, yang diam selama waktu ini dan tidak mengatakan apa pun.
Melihat hal itu, Imam berusaha agar orang tersebut tidak terlalu malu, beliau berkata, "Saya mendengar dari kakekku bahwa hendaknya engkau bersikap lembut dengan tetanggamu."
Pria Yahudi yang melihat sikap pemaaf dan perilaku Imam yang sangat baik akhirnya kembali ke rumahnya. Ia memegang tangan anak dan istri dan dibawa ke hadapan Imam dan meminta kepada beliau untuk mengajarkan agama Islam kepada mereka.