Hari ini bertepatan dengan kelahiran Imam Ali bin Musa Ridha yang dimakamkan di kota Mashhad. Beliau digelari berbagai nama dan sebutan yang menunjukkan keistimewaannya sebagai wali Allah swt.
Sheikh Saduq dalam bukunya "Ayun Akhbar Ar-Ridha" menulis, "Imam Ridha dipanggil dengan beberapa sebutan seperti Ridha, Shadiq, Fadhil, Qurata Ayun al-Mukminin (penyejuk mata kaum Muslimin) dan Ghaidul al-Mulhidin (penyebab kemarahan pengingkar Tuhan),".
Imam Ali Ar-Ridha lahir pada 11 Dzulqa'dah 148 H. di Madinah. Ayah beliau adalah Imam Musa Al-Kadzim dan ibunya seorang wanita mukmin nan saleh, bernama Najmah. Beliau memegang tampuk kepemimpinan umat pada usia 35 tahun setelah kesyahidan ayahnya. Salam atasmu Ali bin Musa Ridha, salam wahai mentari khorasan !
Nama panggilan paling terkenal dari Imam kedelapan Syiah, Ali bin Musa adalah Ridha. Pemimpin umat islam ini menjadi mata air kebajikan, ilmu pengetahuan dan akhlak, karena seluruh tindakan serta ucapannya selalu dilandasi keridhaan kepada Allah swt. Itulah sebabnya Imam Ali bin Musa digelari Ridha, yaitu, orang yang telah mencapai tingkat kesempurnaan akhlak yang tinggi dan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan. Mengenai makna Ridha sebagai panggilan Imam Ali bin Musa, mufasir terkemuka Ayatullah Javadi Amoli menjelaskan kepada para peziarah Imam Reza dengan mengatakan: "Anda yang datang menziarahi Imam Ridha dari tempat yang jauh maupun dekat mengharapkan beliau sebagai sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 35, "Kita harus menyediakan sarana untuk membantu mendekatkan diri kepada Allah swt. "
Kelahiran Imam Ridha
Kesucian hati, ketajaman pandangan, keluasan ilmu, keimanan yang kuat kepada Allah Swt, dan perhatiannya yang besar kepada nasib masyarakat merupakan sejumlah sifat mulia yang khas pada diri Imam Ridha. Kurang lebih selama 20 tahun, beliau memikul tanggung jawab sebagai imam dan pemimpin kaum muslimin. Karena itu, salah satu julukan beliau adalah "Rauf" atau penyayang.
Salah seorang sahabat Imam Ridha berkata, "Setelah menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, beliau selalu bersikap ramah dan penuh kasih sayang terhadap anggota keluarga dan orang-orang sekitarnya. Setiap kali menyambut hidangan makan, beliau selalu memanggil anak kecil, orang dewasa bahkan para pekerja." Ketika para budak tidak memperoleh hak-hak minimalnya, Imam Ridha as memperlakukan mereka dengan baik dan penuh kasih sayang. Mereka mendapat tempat dan dihormati di rumah sang Imam. Mereka banyak belajar etika dan nilai-nilai kemanusiaan dari Sang Imam. Selain memperlakukan mereka dengan kasih sayang, Imam Ridha senantiasa menasehati bahwa jika kalian tidak memperlakukan manusia dengan seperti ini, maka kalian telah menzalimi mereka.
Salah seorang yang menyertai Imam Ridha mengungkapkan, "Dalam perjalanan ke Khorasan, aku menyertai Imam Ridha. Suatu ketika Imam meminta dihidangkan makanan. Imam mengumpulkan seluruh rombongan di dekat jamuan, termasuk para budak dan orang-orang lain. Aku berkata kepada beliau: "Wahai Imam, sebaiknya mereka makan di tempat lain." Beliau berkata: "Tenanglah! Pencipta kita semua adalah satu, ayah kita adalah Nabi Adam as dan ibu kita semua adalah Hawa. Pahala dan siksa bergantung pada perbuatan masing-masing."
Julukan lain Imam Ridha adalah Alimu Aali Mohammad (cendikiawan Ahlul Bait Nabi). Julukan ini menunjukkan ketinggian ilmu beliau. Terkait hal ini Imam Ridha sendiri berkata, "Aku duduk di komplek makam Rasulullah Saw. Setiap ulama dan cendikiawan Madinah menghadapi kesulitan dan tidak mampu menyelesaikannya, mereka mendatangiku dan mendapatkan jawabannya."
Kala itu Marv merupakan pusat ilmiah di tanah Khorasan. Imam Ali al-Ridha as menggunakan keunggulan tersebut untuk meningkatkan gerakan ilmiah. Di lain pihak, Ma’mun berusaha tampil dekat dengan Imam Ali al-Ridha demi kepentingan politiknya. Namun pada saat yang sama, dia selalu berusaha mencoreng keutamaan ilmu Imam Ali al-Ridha dengan menggelar berbagai acara debat. Akan tetapi Imam dalam setiap sesi perdebatan, selalu menang dan bahkan mempengaruhi para ilmuwan yang hadir, dengan argumentasinya yang kokoh.
Islam adalah agama yang menyambut berbagai pertanyaan dan tidak pernah tercatat dalam sejarah bahwa para imam Ahlul Bait as tidak menjawab pertanyaan yang dikemukakan kepada mereka. Imam Ali al-Ridha, berperan penting dalam perluasan budaya Islam. Dalam berbagai acara debat, Imam selalu mempertimbangkan hidayah dan bimbingan untuk lawan dan tidak berusaha untuk selalu menang. Beliau membuktikan kebenaran keyakinan Islam dengan menggunakan argumentasi logis yang kokoh. Imam berkata, “Jika masyarakat memahami keindahan ungkapan kami maka mereka pasti akan mengikuti kami.” Dan terbukti betapa banyak musuh-musuh yang akhirnya menjadi teman di akhir acara perdebatan.
Meski memiliki tingkat keilmuwan tinggi, akan tetapi Imam tidak merendahkan lawan debat beliau. Imam selalu menjaga kehormatan pihak lawan meskipun sebagiannya tidak beragama. Jika perdebatan sampai pada titik di mana pihak lawan tidak lagi bisa menjawab, beliau membimbingnya atau mengutarakan sebuah pertanyaan sehingga pembahasan mereka menghasilkan. Bahkan terkadang beliau menjawab pertanyaan lawan dengan mengatakan, “Jika kau bertanya seperti ini maka pendapat kamu sendiri akan tertolak.”
Al-Quran memandang kesabaran sebagai faktor sejati dan fondasi kepemimpinan, sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-Sajadah ayat 24, yang artinya "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.". Penyabar adalah nama lain dari Imam Ridha. Para ahli sejarah menyebut Imam Ali bin Musa dikenal sebagai sosok penyabar.
Selamat hari kelahiran Imam Ridha, Salam atasmu wahai Ali bin Musa Ridha, sang imam yang saleh dan mulia.